Setelah puas mendapatkan apa yang dia mau, jangankan terima kasih atau sekedar kecupan manis, Nada terasa kesepian kare ditinggal tidur duluan. "Kok bisa di dunia ini ada orang seperti kamu, Kak, di luar semua orang begitu menyanjungmu dan mengagumimu. Tetapi dekat denganmu membuatku sakit," batin Nada sesak. Butuh berapa lama lagi Nada harus memaklumi kelakuannya yang seperti ini. Setiap hari dia merasa tidak dihargai. "Ya Tuhan ... apa salahku, kenapa harus terjebak dengan pernikahan toxic seperti ini," batin Nada sesak. Keesokan paginya, Nada kembali ke setelah awal, dingin dan cuek. Bukan ingin dia, tetapi namanya mati rasa sudah tidak mau peduli lagi selain melakukan apa yang menjadi kewajibannya. "Kenapa nggak bangunin aku," protes Saga menghampiri Nada yang tengah sibuk menyiapkan sarapan. Wanita itu tengah merebus telur, dan memotong buah yang baru dikupas. "Nggak tahu ngampus jam berapa," jawab Nada datar. "Kamu kenapa sih, pagi-pagi sudah cemberut aja. Padahal aku sud
"Oke, terserah kamu saja," ucap Nada dingin. Berlalu begitu saja dengan perasaan sakit. Tetapi dia berusaha tetap tenang, walaupun sebenarnya dia tahu Saga tengah mempermainkan perasaannya. Jangan berharap apa pun dengan hubungan ini, atau pada akhirnya akan sakit sendirian karena dari awal berjuang sendiri. Pria yang tidak pernah menghargai wanitanya, tidak pernah akan mengerti artinya ketulusan. "Mulai sekarang, aku tidak akan peduli dengan apa pun yang kamu lakukan, Saga," batin Nada mengingatkan hatinya untuk tidak memberi rasa. Tidak mau jatuh terlalu dalam, aplagi menggantungkan kehidupannya pada dia. Sejak hubungan itu dimulai, Saga memang sepertinya tidak ada niatan untuk memperbaiki. Omong kosong saja jika memang tengah belajar, nyatanya Nada benar-benar tidak diakui. Sakit dia telan sendiri, sampai rasanya benar-benar tidak ada artinya lagi. Pria itu terus memberikan banyak tekanan untuknya. Bahkan sampai dia keguguran, dan Saga pun tidak pernah merasa bersalah sedik
"Tarik Nad, tarik!" seru Saga ikutan heboh sendiri. Keduanya bekerjasama meraih ikan yang terkena umpan agar tak lepas dari pancingan. Tanpa sadar, tangan Saga justru menumpu tangan Nada yang tengah berusaha menarik reel pancingnya saling menggenggam. Keduanya sama-sama tidak ngeh, padahal terlihat begitu kompak. "Wah ... gede banget, pantesan berat," celetuk Saga tak menyangka. Umpan pertama dapat ikan yang lumayan besar. "Ambilin wadah," titah pria itu berhasil mengamankan. Sementara Nada menjerit heboh karena ikan terlalu rusuh hingga melompat-lompat di sekitar. "Aww ...," keluh Nada terkena siripnya hingga menimbulkan rasa perih yang berdarah. Seketika Nada menjauh mengamankan diri. "Jangan dipegang, kena?" tanya pria itu refleks memeriksa tangan istrinya. Terlihat jelas Nada mengaduh dengan mimik wajah kesakitan. "Hmm," jawab Nada menahan diri. Tangannya tergores otomatis terasa perih. "Bersihin dulu, nanti diobatin." Nada mengangguk patuh, langsung beranja
"Nggak usah sok baik, aku nggak mau bareng," tolak Nada berlalu begitu saja. Dibilang merajuk, emang iya, dia pikir kata-katanya tidak nyakitin apa. Percaya diri sekali Saga selalu merasa si paling segalanya. Bodo amat, capek banget jadi Nada berasa tidak pernah dihargai sebagai istrinya. "Eh, Nad, tunggu dong, jangan ngambek gini, enggak lucu. Kita, berangkat bareng ya." Saga berlari kecil menghadangnya. Pokoknya dia tidak mau daripada nanti dijadikan bahan ghibah seantero kampus. Yang jadi bulan-bulanan Nada, sementara Saga menjelaskan pun tidak. "Aku yang nggak mau, paham nggak sih," bentak Nada kesal. Muak sekali melihat wajah songongnya tanpa dosa. Seakan semua yang keluar dari mulutnya wajib dituruti. Tidak peduli itu membuat orang lain tidak nyaman. "Kamu berani meninggikan suara kamu kaya gini. Enggak sopan tahu, ayo bareng!" ujar pria itu meraih tangannya. "Aku nggak mau Kak, ngerti nggak sih, nggak usah maksa." Nada menghempaskan tangannya kesal. "Kamu pagi
"Kak Saga kan nggak suka sama aku?" ucap Nada berusaha menyadarkannya. Nada tentu tidak mau dijadikan barang mainannya saja. Masih lekat dalam ingat semua perlakuannya. "Bukan masalah suka atau tidak suka. Tapi tentang tanggung jawab. Aku berusaha bertanggung jawab dan melakukan tugasku sebagai suami. Seharusnya kamu juga gitu, kan?" jawab Saga membuat Nada diam. Cowok emang semudah itu ya melakukan tanpa cinta. Tidak paham kalau perempuan itu tidak nyaman sekali, apalagi tanpa ada rasa. Tetapi sepertinya Kak Saga memang tidak peduli. Apakah Nada akan terjebak pernikahan tanpa rasa ini sampai nanti, sungguh dia dalam dilema yang harus dijalani. Nada mau berusaha, dia juga selama ini menjalankan tugasnya dengan baik. Tetapi untuk urusan yang satu itu, kenapa dia merasa tidak pas. Saga tidak pernah menganggap dirinya sebagai istrinya, bagaimana bisa dia setenang itu pura-pura ikhlas menjalankan tugasnya di tempat tidur. "Nad, aku belum selesai ngomong. Kenapa malah pergi," p
"Tidak apa-apa juga bucin sama suami. Aku juga kalau sudah menemukan orang yang tepat mau bucin," ucap Nimas mensejajarkan langkah Nada. "Nggak Nimas sayang, aku nggak bucin sama suami aku," ralat perempuan itu cepat. Membayangkan wajah Saga saja empet rasanya, bagaimana ceritanya bucin sama dia. Mereka berdua menuju ruangan mengikuti makul pertama. Masih ngobrol santai sembari menunggu Pak Dosen masuk kelas. "Laptopnya nggak ketuker lagi sama Kak Saga, Nad? Sumpah sih kalian mencurigakan." Raisa tersenyum penuh selidik. "Aman, jangan sampai," jawab Nada lebih teliti pastinya. Kemarin kebetulan yang membuatnya apes. Gegara masalah itu pula, Nada dikira keganjengan sama kakak seniornya. "Kok bisa? Emang kalian ngapain aja berdua?" tanya Raisa mencium gelagat keduanya tak biasa. "Bisa lah, kemarin kan kita belajar bareng. Namanya jugu hal tak terduga." "Beneran cuma belajar bareng? Emangnya suami kamu ngijinin gitu kalau kamu belajar sama kakak senior ganteng kaya gi