Sesampainya mereka, Azyla dan kedua sahabatnya itu pun membasuh wajah mereka, serta mensucikan diri mereka dengan mengambil air wudu. Lalu kemudian, mereka pun memasuki masjid yang elok dan megah itu dengan penuh keikhlasan, untuk menunaikan kewajiban mereka.
Menit demi menit pun telah terlewatkan, perasaan Tania kembali cemas dengan adanya kemisteriusan yang penuh dengan tanda tanya itu kembali. Hal ini terjadi, di kala mereka berangsur kembali melangkahkan kaki, menuju pandangan Jeysa yang tengah menunggu kehadiran mereka.Pada detik itu, detik ketika sesampainya mereka, tentunya obrolan pun kembali hadir melalui lisan yang mempertanyakan tentang kecemasan salah seorang sahabat mereka itu, terlagi Jeysa sama sekali tak mengetahui tentang hal ini.“Tania, wajah kamu terlihat cemas. Ada apa?” tanya Jeysa penuh perhatian.“Begini Jey ... tadi pada saat dipertengahan jalan, lebih tepatnya di saat kami ingin menuju ke masjid ... Tania melihat sebuah bayangan yang menjadi tanda tanya baginya. Lalu ia seakan sulit untuk dapat meminimkan perasaannya itu,” jelas Azyla.“Apa yang dikatakan Azyla itu benar, Tan?” tanya Jeysa.“Iya, benar Jey,” jawab Aliya. Sementara Tania, ia masih saja belum mengeluarkan suaranya, bahkan di kala Jeysa bertanya ia hanya tampak mengangguk belaka.“Sudahlah Tan ... kurasa itu hanya perasaan belaka yang tak harus terus menerus kamu pikirkan. Lebih baik sekarang ... kita menuju rombongan kelas, lalu memasuki istana untuk mendokumentasikan kegiatan kita pada hari ini,” saran Jeysa sembari meyakinkan Tania. Jeysa tak hanya sebatas berkata, bahkan ia pun turut merangkulnya.“Ya, apa yang telah dikatakan oleh Jeysa itu benar. Lebih baik kamu memikirkan tugas yang diberikan oleh Buk Guru daripada harus memikirkan hal yang belum tentu benar ini,” lanjut Azyla.“Yuk, mari kita temui rombongan kita sekarang juga, agar bisa memasuki istana secepatnya,” ajak Aliya.Mereka pun dengan ceria di kala hendak memasuki istana tersebut. Tak hanya sebatas perasaan belaka, bahkan mereka pun turut menampilkan rasa mereka itu dengan berjalan khas sesuai cerminan rasa yang tengah mereka rasakan, dengan tak luput dengan senyuman, seraya menggenggam tiket yang telah mereka terima tentunya. Hal ini terjadi, bukan hanya pada Azyla, Aliya maupun hanya Jeysa, melainkan juga dengan Tania.Ya, meskipun tadinya Tania sempat memikirkan suatu hal yang tak pasti, tapi pada menit itu ia dengan spontan berubah menjadi sosok Tania yang ceria kembali.Sesampainya mereka di dalam istana yang tampak begitu megah itu, Azyla dan para sahabatnya pun mulai mendokumentasikan semua peninggalan-peninggalan yang terdapat di dalamnya. Namun berbeda dengan yang lainnya, Tania malah kembali membangkitkan rasa kecemasannya yang telah sempat terjadi pada sebelumnya.“Azyla, Aliya, Jeysa ...,” panggil Tania.“Ya?”“Rasanya ... seperti ada yang mengikutiku kembali. Sebaiknya kalian jangan ja
“Tenanglah Tan, kami akan selalu bersamamu. Lagi pula aku tak melihat apapun, bahkan aku juga tak merasakan apa yang tengah kamu bicarakan,” tutur Azyla.“Aku serius Zy, bahkan aku mersakannya lebih dari yang tadi,” sangkal Tania.“Gini saja, lebih baik kamu menyibukkan diri, agar kamu tak merasakannya lagi,” sahut dan saran Aliya.“Tapi aku harus melakukan apalagi? Bukannya dari tadi ... aku sudah berusaha untuk menyibukkan diriku dengan menulis dan juga memperhatikan banyaknya objek yang ada di sini? Lantas apalagi yang harus aku lakukan?”“Iya sih,” ucapnya. Setelah Aliya mengatakan kalimat singkatnya itu, seraya memikirkan suatu hal yang mungkin bisa jadi saran terbaik untuk situasinya Tania kali ini, lantas dengan spontan ia pun melihat ke arah bawah dan kini, arah pandangnya pun dengan tak sengaja tertuju ke arah pergelangan tangannya Tania, “hmmm ... Tan, kamu melepaskan gelang persahabatan kita?” tanya Aliya setelah melihat tangan Tania yang hampa.
Setelah mendengar kalimat tanya itu, Tania pun turut mengernyitkan alisnya. Lalu kemudian ia pun turut melihat ke arah pergelangan tangannya, “Tidak, tadi aku memakainya,” jawab Tania, seraya turut melihat dekat pergelangan tangannya.“Lalu ke mana gelang itu?” Heran Aliya.“Entahlah, tapi perasaan tadi aku memakainya.” jawab Tania dengan benar-benar merasa heran, “tak mungkin aku lupa memakainya, ‘kan?!” tambahnya dengan terkesan seakan tengah bermonolog.“Ya, Tan ... tadi aku juga melihat kamu memakai gelang itu, saat berada di halaman istana,” jelas Jeysa.“Apa mungkin gelangnya jatuh di sana?” kata Azyla.“Mungkin saja. Bagaimana, jika kita mencarinya sekarang?” ujar Jeysa.“Boleh, ‘tu,” singkat Azyla.
Mereka pun keluar menuju taman yang berada tepat di depan istana itu sambil mencari gelang Tania yang hilang. Kini, telah sepuluh menit lamanya mereka mencari gelang itu secara bersama.“Azyla, Aliya, Jeysa, apa kalian sudah menemukan gelangku yang hilang?” tanya Tania.“Aku belum menemukannya. Bagaimana jika sebaiknya, kita mencari gelangmu itu dengan berpencar, agar bisa segera ditemukan?” saran Azyla.“Baiklah, jika itu yang lebih baik,” balas Tania.Tania pun menerima saran dari salah seorang sahabatnya itu. Maka kini, mereka pun mulai mencari gelang milik Tania dengan turut berpencar.Beberapa saat setelah berpencar, akhirnya Tania pun menemukan gelangnya yang hilang tepat pada tatapannya. Namun meskipun demikian, lagi dan lagi ia merasakan hal yang pernah ia rasakan. Ya, apalagi kalau bukan perasaan yang penuh dengan tanda tanya, layak pada saat sebelum-sebelumnya.Sebab merasa takut, alhasil sebuah gelang yang tadinya telah ia genggam pun terlepas begitu saja dari genggamannya.
"Tania kamu kenapa?” tanya Aliya, di kala netranya telah melihat kepanikan yang tengah Tania tampakkan dengan spontan.“Iya Tan, kamu kenapa? Apa tadi, kamu lihat sosok misteri itu lagi?” tanya Azyla padanya.“Iya Zy dan aku telah menemukan gelangku di sana,” ungkap Tania.“Jadi sebelumnya, kamu telah menemukan gelangmu?” tanya Jeysa.“iya Jey,” jawab Tania.“Lalu kemana gelang itu? Apa kamu telah mengambilnya?” tanya Aliya.“Itu yang menjadi alasanku kenapa aku berlari seperti ini. Tadi, pada saat aku ingin mengambil gelangku, aku merasa bayangan itu ... jauh lebih dekat arahnya denganku,” jelas Tania.“Tan, memangnya kamu menemukan gelang itu di mana?” tanya Jeysa.“Aku menemukannya tepat di depan istana, berdekatan dengan pintu masuk,”,jawab Tania.“Oh ... jadi di situ?”“Iya.”“Mmm,baiklah. Mari kita ke sana sekarang!” seru Jeysa, seraya meraih tangan ketiga sahabatnya itu secara bergantian.
Kini, Tania dan para sahabatnya pun mulai menuju tempat itu. Namun gelang yang dicari- cari oleh mereka telah hilang tanpa jejak. Mereka seakan terkesan hanya membuang-buang waktu karena hanya untuk mencari gelang yang tak kunjung jumpa, lalu pada akhirnya apa? Hanya berujung kehampaan. Ya, itulah kiranya yang sempat terbesit dalam ruang pikir mereka.Lantas sebab hal itu, mereka pun dengan segera kembali memasuki istana itu dan kembali mendokumentasikan perjalanan mereka, sebagaimana tugas yang telah diberikan utuk mereka.***Kini, ruangan demi ruangan telah mereka jelajahi, tapi meskipun demikian perasaan Tania tetap saja belum berubah dan pada saat itu, mereka tengah menyinggahi sebuah objek berupa cermin yang diduga bersejarah, peninggalan kerajaan.“Azyla, Aliya, Tania ... apa kalian sudah memotret dan turut mengamati objek yang tepat di depanku ini?” tanya Jeysa.“Kayaknya, aku belum memotretnya,” jawab Aliya yang kemudian kembali melihat beberapa objek yang telah berhasil ia po
"Bagaimana dengan kamu?” Tanya Jeysa pada Tania.“Aku juga belum memotretnya,” jawab Tania.Berselang beberapa saat setelahnya, ponsel Azyla pun berdering pertanda panggilan masuk. Setelah ia melihatnya, ternyata itu adalah panggilan telepon dari Ayahnya. Tentu saja tujuan sang Ayah untuk menelepon putrinya yang cantik itu, guna mengetahui keadaannya. Lantas demikian, Azyla pun memilih pergi sejenak, untuk menghindari suara-suara yang mungkin akan mengganggu obrolannya bersama sang Ayah nantinya.Sementara di sisi lainnya, Aliya dan Jeysa tengah menyibukkan diri mereka dengan menulis dokumentasi penting yang sedang mereka rangkum. Lalu sebab hal ini, tinggal-lah seorang Tania yang berdiri tepat di depan cermin tersebut. Sebab keadaan inilah, yakni sebab Azyla yang tengah mengurusi urusan pribadinya sejenak, serta Aliya dan Jeysa yang tengah melaksanakan tugas yang lainnya, maka dengan keadaan inilah yang seakan menuntut Tania untuk memotret kaca cermin itu sendirian.Lantas kemudian, T
Beberapa saat kemudian, lebih tepatnya setelah mereka selesai dengan urusan mereka masing-masing. Kini, Azyla dan yang lainnya pun merasakan ada yang lebih jauh berbeda dari Tania.Lantas demikian, ketiga sahabatnya pun mencoba untuk menyadarkan Tania dari ilusi dan juga lamunannya pada kala itu. Namun dengan hitungan detik, Tania pun lekas bertanya kepada mereka,“Azyla, Aliya, Jeysa ... tadi pada saat kalian meninggalkanku ... aku melihat seseorang yang hampir sama dengan sosok yang mengikutiku tadi,“tapi aku hanya melihatnya dari pantulan cermin ini. Perasaanku berkata, jika ada seseorang yang memang tengah mengikutiku ... dan ini terasa benar-benar nyata. Namun, aku masih merasa ambigu akan hal ini. Aku ragu, apa dia yang kulihat tadi ... adalah seseorang yang telah mengikutiku dari atau tidak, entah dialah sosok bayangan itu atau tidak. Sungguh aku masih merasa aneh dan ambigu akan hal ini,” ungkap Tania.“Apa kamu masih ingat ... ke mana langkah perginya seseorang yang kamu binca