Share

Nomor Telepon

Author: Bahasa Rindu
last update Last Updated: 2023-04-24 15:56:32

Sudah dua hari ini Regan tidak bertemu dengan Sei. Ia sudah ke rumah yang ia sangka rumah Sei lalu mencari keberadaannya. Namun hasilnya nihil. Regan hampir menyerah.

Satu dan terakhir jalan yang bisa ia tempuh agar bisa bertemu dengan Sei adalah Mawar. Ya, pasti gadis itu tahu dimana keberadaan sahabatnya.

Setelah bel pulang sekolah tanpa basa basi Regan menuju gerbang sekolah SMA Wismabama yang mana hanya berjarak beberapa langkah saja.

Latihan karate untuk turnamennya bahkan disampingkan demi mencari Sei. Regan menelisik wajah satu per satu orang yang keluar dari SMA Garuda.

Regan merogoh sakunya saat merasa getaran. Lelaki itu menatap layar handphonenya dan ternyata itu adalah telfon dari Surya-teman satu angkatannya. "Gue lagi sibuk!" Jawab Regan cepat. Bahkan saat seperti ini ia masih sempat mencari keberadaan Mawar.

Dari sisi gerbang, Mawar datang dengan tangan memegang handphone dan seperti sedang mengetikkan pesan untuk seseorang. "Mawar!" Panggil Regan otomatis saat melihat Mawar keluar. Perempuan yang sedang sibuk mengetik pesan itu terkaget hingga handphone di tangannya hampir terjatuh.

"Lo?"

Regan memutus telfon sepihak dan mematikan data seluler. Ia kembali fokus pada Mawar. "Sei mana? Kok udah dua hari gue tungguin di depan sini dia ga pernah muncul?"

"Sei? Dia...ada kok. Cuman..."

"Kenapa?"

"Dia lagi...sibuk. Soalnya anak OSN!" Jawab Mawar dengan sedikit gugup. Ia hampir saja mengatakan kalau Sei tidak mungkin ada di rumah ayahnya.

"Minta nomer telfon Sei dong,"

"Ya gue ga bisa asal kasih nomer ke orang lain kaya gini lah!" Protes Mawar menyembunyikannya layar handphonenya yang menampakkan ada panggilan dari Sei.

"Kasih tahu gak? Atau mendingan gue paksa?" Ancam Regan menatap Mawar dengan tatapan yang tak biasa. Alisnya mengkerut dengan dagu yang kokoh membuat Regan terkesan sangat menakutkan.

Regan menarik tangan Mawar paksa dan mengambil alih handphone milik gadis itu. Menolak panggilan dari Sei tanpa merasa berdosa dan beralih melihat ke nomor telfon Sei.

Dengan gelagapan Mawar menarik handphonenya dari tangan Regan. Lelaki itu tersenyum miring, melenggang pergi dengan puas sambil tersenyum licik. Mawar mengejar Regan dengan segenap tenaga dan meluruskan sesuatu.

"Gan!! Itu bukan Sei yang telfon gue."

"Lo mau gue percaya? Ga akan!" Jawab Regan enteng.

"Serius Regan, itu nomer guru gue!"

"Masa iya ada guru lo namain Sei tukang lupa pake emot alay kaya gitu?" Jawab Regan meremehkan. Mawar berdecak pelan karena akhirnya terbongkar juga. Perlu latihan beberapa waktu dulu sebelum sukses berbohong pada Regan.

"Sei pasti marah kalau gue kasih nomernya ke orang lain," keluh Mawar masih mencoba membuat Regan mau mengalah.

"Gue bukan orang lain asal lo tahu."

**

Setelah tertidur pulas di sofa, Sei menggeliat bangun. Gadis itu langsung mencari keberadaan Mawar. Saat tadi jam pulang sekolah ternyata Mawar tak menjawab telfonnya. Sei berjalan dengan malas keluar kamar.

Di tempat ini ia diberikan kebahagiaan. Serasa keluarga baru yang membendung sakitnya. "Ibu, Mawar udah pulang belum?" Tanya Sei pada ibu asuhnya.

Sorot mata keibuan dari Farah menghipnotis Sei. selalu tersirat ketenangan dan keteduhan yang bisa Sei rasakan walaupun bukan sebagai anak kandung. Di usianya yang 30-an Farah memilih untuk membesarkan dan mendidik anak-anak di panti asuhan ini. Tuhan telah mengujinya, terfonis menjadi orang yang susah untuk mendapatkan keturunan membuat Farah memilih jalan ini.

"Belum pulang, Sei. Mungkin sebentar lagi."

"Oh itu dia!" Ujar Sei saat melihat Mawar sudah ada di ambang pintu sambil membawa satu kresek makan siang untuk Sei. Padahal Sei tidak meminta, bahkan ia menolak saat tadi ditawari.

"Kok lo baru pulang?"

"Ditahan-tahan sih sama Regan," jawab Mawar sangat lirih. Gadis itu menyodorkan kresek warna hitam pada Sei. "Kan gue udah bilang, ga usah."

"Bukan dari gue kok. Tadi ada orang titip itu buat lo." sanggah Mawar dengan malas. Ia menyalami tangan Farah dengan sopan dan berlalu dari hadapan mereka berdua. Sei menerawang makan yang dibawa Mawar. Mengapa ia langsung terpikir Regan?

Sei menatap punggung Mawar curiga. Kemudian mengikutinya menuju kamar. Mawar menyibukkan diri dengan beberes meja belajarnya yang sudah rapi. sei mencium hal yang aneh dari sahabatnya. Baru ia mau memaksa Mawar bicara padanya, dering telfon di kasur membuyarkannya. Sei pun beralih duduk di kasur dan mengangkat telfon yang dari nomor tidak dikenal itu.

"Hallo?"

Hai Sei

"Siapa?"

Eum.. perlu kenalan ulang?

"Dasar aneh,"

Tut

Sei mematikan panggilan itu sepihak. Kemudian merebahkan dirinya di ranjang. Sei memikirkan sesuatu yang mengusiknya. Suara di telfon tadi sangat mirip dengan suara lelaki yang pertama kali membelikannya bunga walaupun gratis. "Gue keluar dulu ya, tadi dipanggil sama Zana."

"Oke,"

Setelah Mawar keluar, Sei memastikan bahwa Mawa sudah jauh dari kamar. Gadis itu meraih buket bunga mawar putih yang sudah mulai layu. Meskipun ada bercak merah di mawar itu, Sei harus mengakui bahwa mawar ini sangat bernilai. Untuk pertama kalinya, ada lelaki yang memberikan bunga selain ayahnya. Walaupun kenangan itu terlalu membuat Sei sedih, tapi paling tidak ia merasa sedikit terhibur dengan bunga ini.

Ndrrtt

Gadis yang sedang menyelami bunga mawar putih itu membuka handphonenya. Ternyata sebuah pesan dari nomor yang tidak dikenal. Nomor yang sama dengan yang menelfonnya beberapa menit lalu.

Kamu kemana aja dua hari ini? Aku cariin tau ga

Oh ya, besok ada acara ga habis sekolah? Temenin latian yuk

Sei jawab kek, berasa ngomong sama tembok

Sei mengerutkan dahinya. Sudah ia duga berkali-kali. Pasti Regan mendapatkan nomor telfonnya dari Mawar. Tak perlu diragukan lagi. Sei menggigit bibir bawahnya dan memeluk guling kesayangannya dengan gemas. Belakangan ini hatinya bimbang karena lelaki itu

Hmm

Pesan singkat dari Sei, sukses membuat orang di seberang senyum-senyum sendiri. "Ada ya cewek kaya Sei?"

"Iya ada, yang dari tadi nungguin lo latihan juga ada! Lama banget si babi." Dumel Saka-sahabatnya saat kesal melihat Regan tidak fokus latihan. "Jangan gangguin orang lagi PDKT deh, gue ga fokus terus dari tadi."

"Gue juga ga fokus kalo ga ketemu cewek gue. Makanya gue bawa cewek gue ke sini," pamer Saka yang bertampang lumayan. Regan melirik pacar dari Saka. "Beda lagi?"

"Sama aja bego,"

Regan mengedikkan bahunya tak peduli. Kemudian menaruh handphonenya ke dalam tas. Ia mengencangkan ikat pinggang putih dengan tangannya dan beralih menuju matras untuk latihan.

"Ayo cepetan, gue mau ngapel."

Di sisi lain Sei dengan bunganya, mengambil handphone miliknya lalu membuka kamera untuk memotret buket di tangannya. Setelah itu ia mengirimkannya lewat W******p pada yang kontaknya selalu ada di nomor satu karena ia sematkan.

Dengan perasaan harap cemas Sei mengetikan deret kata untuk menarik perhatian lelaki di seberang sana yang sangat ia sayangi. Walaupun pesimis dengan pesan yang akan ia kirimkan, gadis itu tetap meng-klik tombol kirim. 

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Terabaikan

    Mengetuk pintu dengan hati yang berat, Regan terus saja menghela nafas panjang. Seorang ibu yang berpenampilan manis dari dalam rumah membukakan pintu untuk Regan. Melihat calon menantunya datang, Ayun segera menyambutnya dan mempersilakan masuk. "Wellcome Regan, sini masuk dulu." Sapa ibu dari Alya tersebut. Regan menyalami tangan Ayun dengan sopan. Ibu itu tersenyum lebar dan mempersilakan Regan ke kamar putrinya. "Maaf ya Tante jadi ngrepotin kamu, habisnya Tante udah bingung banget. Alya ga mau makan apapun dari tadi. Tahu kan kalau asmanya lagi kambuh bakal manja banget?" Regan tersenyum mencoba bersabar. Sesungguhnya dalam hati ia sudah mengumpat, harusnya sekarang ia sudah menemani Sei di rumahnya. Mereka sudah meluruskan masalah mereka dan menghilangkan kerinduannya akan Sei. "Ga papa kok Tante. Regan lagi ga sibuk," Alhasil itulah jawaban yang keluar dari tenggorokan Regan. Lelaki itu tak tega jika Ayun yang meminta, jika ia memang dibutuhkan maka Regan pasti akan datang

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Alya

    Setelah kejadian siang tadi, Sei lebih banyak diam dan menyendiri. Dewa yang duduk di samping Sei juga tak berani bertanya macam-macam karena takut mengusik privasi. Sei membuka handphonenya, ia menghidupkannya setelah dua minggu mati. Gadis itu menutupi handphonenya dengan buku agar tidak terlihat oleh guru. Dewa mengerti akan hal itu lalu menegakkan bukunya agar Sei lebih leluasa. "Makasih," ujar Sei. Dewa tersenyum manis membalas perkataan itu. Melihat-lihat room chat, Sei menemukan banyak kejanggalan. Ada banyak sekali pesan yang sudah terbalaskan, padahal Sei tidak membuka handphonenya. Handphone ini baru didapat Sei tadi pagi dan selama dua minggu ini Sagara selalu menyimpannya. Yang paling parah adalah chat antara Alya dengan Sei. Gadis itu melotot tak percaya dengan apa yang ia baca di layar handphone. Alya Sei, lo gapapa? Kemarin sakit apa? Gue baik2 ajaSei menghadap ke belakang melihat Alya, gadis itu tampak menatap Sei dengan sengit sebelum akhirnya kembali fokus p

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Berubah Rasa?

    Mata indah yang sudah seminggu tertutup itu kembali terbuka. Dengan alat-alat mengerikan di tubuhnya, geraknya tidak bisa leluasa. Ia menatap langit-langit kamar rawat. Seorang dokter langsung tergopoh-gopoh memeriksa tubuh Sei dengan serius. Sei menatap kakaknya yang setia menemaninya sejak hari pertama ia masuk rumah sakit. Sei sendiri tidak ingat apa yang terjadi pada dirinya sampai harus dirawat di rumah sakit. Yang pasti, Sei merasa seperti orang linglung dan baru bangun tidur. Setelah dokter itu keluar dari ruangan dengan Jehan di belakangnya, Sagara duduk di kursi samping brankar lalu menggenggam erat tangan adiknya. Sei melepas alat bantu nafas di hidung dan mulutnya lalu berujar serak pada Sagara. "Haus," Cepat-cepat Sagara mengambil air di nakas dan membantu adiknya minum. Sei meneguk beberapa kali dan mengode kepada Sagara sudah cukup. Melihat wajah tampan kakaknya, Sei tak tahu akan bicara apa. "Apanya yang sakit?" Tanya Sagara mengulum senyum tipis. Ketika tangan Se

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Orang Itu adalah Alya

    Kelas 12 IPA 3, kelas Regan. Sekitar lima hari lalu telah diumumkan bahwa akan diadakan lomba membuat film antar kelas. Karena Regan sudah menghilang beberapa hari, alhasil ia mendapatkan peran sisa. Mengerem motor warna merahnya di depan rumah Reno, Regan menyita banyak perhatian dari teman perempuannya. "Akhirnya... Dateng juga nih kutu rambut," ujar Gema menyambut kedatangan Regan yang super sibuk. Memasang wajah datar, Regan berdehem singkat dan melakukan tos dengan kawan-kawannya. "Jadi gimana? Tugas gue ngapain?" Tanya Regan mendudukkan dirinya di sofa empuk. Gema dan 10 teman yang lain berpikir keras. Hanya Regan saja yang belum ada di scene mereka. "Oh ya! Kan masih ada tukang ojek, Regan aja!" Ujar Reno exited sambil menepuk pundak Regan jenaka. Melihat wajah para temannya yang sangat memelas, Regan bisa apa. Ini konsekuensinya lepas tanggung jawab. "Ya udah deh, ayo!" Teriak Regan membakar semangat temannya. Semua bersorak gembira, mereka sempat berpikir Regan tak akan

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Sadap Pesan

    Sibuk merebahkan tubuhnya di sofa, tangan Regan tetap menscroll WhatsApp Sei. Ia menemukan beberapa informasi lagi tentang Sei. Beberapa saat lelaki itu merasa sangat sedih karena Sei yang dulunya sering diabaikan Sagara. Adapun satu nomer yang tidak dikenal terus meneror Sei. Lelaki itu membukanya dan melihat chatingan mereka. Orang itu sering sekali memaksa Sei untuk memberitahukan sesuatu. Regan terkekeh ngeri saat tahu siapa yang mengirimkan pesan seperti ini pada Sei. Siapa lagi kalau bukan ayah kandungnya, yang selalu meminta warisan mendiang istrinya yang kaya raya. Regan memblokir nomor itu, beralih ke chat grup kelas Sei. Ternyata Sei sangat kalem dan pendiam, ia sangat jarang komentar. Tok tok tok"Permisi Tuan," ujar seorang lelaki dari luar pintu. Regan berteriak "Masuk!" Regan duduk di sofa dan meletakkan handphone di meja. "Saya sudah menemukan semua tentang gadis yang Tuan maksud." Regan berdehem kecil dan mengode orang itu agar duduk. "Ini berkas medisnya," Rega

  • Sepuluh Senja Terakhir Asa    Intel

    Pukul setengah 6 pagi Sagara kembali masuk ke kamar Sei untuk memastikan Sei sudah bangun. Cowok itu melirik meja belajar, bahkan posisi piringnya masih sama persis seperti semalam. Sagara duduk di tepi ranjang, sedikit curiga karena posisi tidur Sei juga sama persis dengan terakhir kali ia masuk kamar. Sagara menggoyangkan tubuh adiknya. "Sa, kamu masih marah? Kok makanannya ga dimakan hmm?" "Dek?" Sagara menarik tubuh Sei agar menghadapnya. Lelaki itu terkejut melihat wajah pucat Sei, "Asa, kamu kenapa?" Tak ada respon apapun dari Sei, membuat Sagara semakin panik dibuatnya. "Bangun please, bangun!" "Ini ga lucu, please jangan buat Kakak takut," Sagara terus mencoba membuat Sei sadar tapi hasilnya nihil. Mata Sei tetap tertutup. Sagara segera turun mengeluarkan mobilnya. Lelaki itu meminta tolong Bi Ane untuk membuka gerbang depan rumah. Setelah itu Sagara kembali ke kamar Sei dan menggendong gadis itu ke mobil. Dengan bantuan Bi Ane di kursi belakang, Sagara melajukan mobiln

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status