Share

Bab 3

Author: Lotus
Saat kembali ke vila, terdengar suara desahan intim dari kamar utama.

Tawa manja wanita dan desahan rendah Franky, bercampur menjadi satu, diselingi beberapa erangan rendah dan permohonan ampun.

Aku langsung naik ke lantai atas, kembali ke kamar tidur dan mengambil paspor, serta kartu bank yang sudah kusiapkan, lalu mengganti pakaian bersih.

Saat membawa koper turun, aku berpapasan dengan Franky yang merangkul Vivian keluar dari kamar utama.

“Astaga, kakak sudah pulang?” tanya Vivian pura-pura terkejut.

“Kok baru pulang sudah mau pergi lagi?”

Franky mengerutkan kening dan menatap koperku, “Mau ke mana?”

“Pergi dari sini,” jawabku langsung menuju pintu utama.

“Berhenti!” Dia mencengkeram lenganku, “Ibumu tahu kamu….”

“Dia sudah meninggal,” ujarku memotongnya dengan tenang.

“Dia menghembuskan napas terakhir tadi malam saat kamu mengurungku.”

Vivian tertawa dan berkata, “Astaga! Sekarang bahkan sampai mengutuk ibu kandung sendiri?”

Raut wajah Franky pun memuram, “Irene, kamu….”

“Awas.” Aku menepis tangannya.

“Aduh jangan marah, Pak Franky,” ujar Vivian.

Lalu berjalan ke depanku dan tertawa kecil dengan puas, “Kak Irene, kalau ibumu benar-benar meninggal, itu juga sebuah kebebasan, ‘kan? Pecandu obat yang hidup dengan menghisap darah Pak Franky dan punya putri murahan sepertimu yang naik ke ranjang pria, memang sudah seharusnya mati!”

“Diam!” Aku langsung menoleh, tatapanku seperti pisau yang mengarah ke Vivian.

“Kamu nggak pantas menyebut ibuku!”

“Kok aku nggak pantas?” Vivian meninggikan suaranya dan menunjuk-nunjuk aku, “Si jalang tua yang menjebak pria dengan obat dan mengantarkan putrinya ke ranjang pria itu, wajar saja melahirkan anak perempuan murahan yang hanya bisa berpura-pura kasihan menipu uang laki-laki….”

“Plak!”

Suara tamparan keras menggelegar!

Vivian memegang wajahnya, matanya melotot melihatku. Setelah terkejut sesaat, wajahnya pun berubah penuh kebencian.

“Aaaa!” Dia menjerit, “Beraninya kamu menamparku?! Dasar jalang murahan!”

Aku menggeser sedikit dan mengayunkan tanganku keras!

“Aduh!” Vivian terhuyung karena doronganku, kakinya terkilir dan jatuh ke arah lemari kayu cendana di sampingnya!

“Sret!” Lengan halusnya tergores keras di sudut lemari, kulitnya langsung terluka. Darah pun langsung menyembur, memercik ke karpet dan dinding.

“Tolong! Sakit sekali! Lenganku!” Vivian terjatuh ke lantai, menjerit pilu sambil menekan lukanya.

“Irene!” Franky langsung melindunginya di belakang dan melotot ke arahku, “Kamu sendiri yang sudah melakukan semua hal kotor dan rendahan seperti itu, malah menyalahkan orang membicarakannya?!”

Aku menatapnya dengan dingin, “Aku nggak mendorongnya.”

Franky tentu tak mendengarnya, akal sehatnya hilang ditelan amarah. Dia pun berteriak ke kepala pelayan dan pembantu yang datang tergesa-gesa, “Bakar semua barangnya di kamar! Kalau mau pergi, pergi sejauh mungkin! Tak ada satu pun barang dari rumah ini yang boleh dia bawa!”

Saat lidah api melahap foto terakhir kami, aku pun hanya menatap dalam diam. Ada rasa lega di dalam hatiku.

Sepuluh tahun masa muda, akhirnya terbakar habis tanpa sisa.

“Minta maaf sekarang!” ujar Franky sambil mencengkeram daguku, tapi saat melihat tatapanku, dia malah terpaku.

Aku menepis tangannya keras-keras, lalu berbalik dan berjalan menuju pintu.

Franky berteriak di belakang, “Irene! Kalau kamu berani pergi, jangan pernah kembali lagi!”

Aku menggenggam erat tiket pesawat di tangan dan tidak menoleh sedikit pun.

Tiga hari kemudian, Franky membawa Vivian yang lengannya dibalut gips tebal, pulang dari rumah sakit. Begitu masuk pintu, dia sudah merasa ada yang aneh.

Biasanya, setiap kali dia pulang, meski sudah malam, lampu di dapur pasti langsung menyala dan teh hangat pereda mabuk langsung ada di tangannya.

Namun sekarang, rasanya sepi sekali. Hanya ada beberapa pembantu yang mengintip dan kemudian bersembunyi kembali.

“Pak Franky, ayo duduk dulu.” Vivian bersandar manja padanya, “Kamu pasti capek, ‘kan? Sini kupijat dulu….”

“Pak Budi!” Franky langsung memotongnya dengan kesal, “Di mana Irene? Suruh dia turun sekarang!”

Pak Budi berjalan menghampiri dengan cepat dan menjawab dengan tenang, “Pak Franky, nyonya nggak ada di rumah.”

“Nggak ada di rumah?” Kening Franky mengerut tajam, “Dia benaran kabur? Telepon dia, suruh dia pulang sekarang juga!”

“Nggak bisa dihubungi.”

Pak Budi melanjutkan dengan suara yang semakin rendah, “Ponsel nyonya… ditinggal di meja kamarnya saat pergi dua hari lalu.”

Pak Budi terdiam sejenak, lalu menambahkan, “Dan juga ada surat cerai yang sudah ditandatangani.”

Tatapan mata Franky langsung menajam. Dia berlari ke atas dan mendobrak pintu. Kamar tidur kosong, hanya ada meja tulis yang nggak dipindahkan.

Ponsel lama diletakkan di sebelah surat cerai. Tanda tangan Irene terihat jelas di surat tersebut.

“Cih! Semakin berani saja!” Franky memaksakan tawa sinis, tapi api amarah di hatinya semakin terbakar.

Dia menendang meja dengan keras untuk melampiaskan amarah.

“Klang!” Laci yang terkunci pun terbuka.

Ada sebuah buku harian tua di dalamnya.

Dia pun reflek ingin melemparkannya ke dalam tempat sampah, tapi pandangannya malah tertuju pada tulisan di sampulnya dan membukanya.

[20 Mei 2010 Hari yang cerah]

Aneh sekali, padahal dia paling benci berkelahi, tapi waktu aku diganggu, dia malah meninju orang itu.

Aku tanya kenapa, dia bilang karena bunga matahari lukisanku bagus. Saat kukasih padanya, catnya malah menodai lengan bajunya, tapi dia malah tersenyum.

[12 Maret 2015 Hari Mendung]

Kami resmi bersama! Katanya hanya pura-pura untuk menghadapi perjodohan keluarganya, tapi aku tetap senang sekali.

[15 Maret 2015 Gerimis]

Hari ketiga setelah menikah, sikapnya masih dingin padaku. Aku tahu dia belum bisa melupakan Tia, tapi aku percaya ketulusan pasti bisa mencairkan hatinya sedikit demi sedikit.

[3 September 2020 Hujan Lebat]

Sakit maagnya kambuh lagi. Dia tak mau pelayan masuk ruang kerjanya, jadi aku diam-diam meletakkan bubur hangat di depan pintu. Dia makan sesuap dan mengataiku murahan.

[10 September 2021]

Dia membawa pulang ‘Tia’ ketiga dan menyuruhku mengajari mereka bagaimana cara melayaninya. Aku pun mengajarinya. Dia sangat senang dan memujiku tahu diri.

[25 Desember 2022 Salju]

Dia mabuk di hari natal ini dan memelukku sambil memanggil ‘Tia’. Aku pura-pura tidak mendengarnya dan memasakkan sup hangat pereda mabuk. Dia muntah di tubuhku dan aku pun membersihkannya sampai subuh.

Ibu batuk darah lagi hari ini. Tagihan rumah sakit… Franky, aku masih bisa bertahan berapa lama?

[8 Oktober 2025 Mendung]

Sudah sepuluh tahun, batuk darah ibu semakin parah. Dokter bilang kondisinya kritis.

Hari ini dia membawa pulang lagi ‘Tia’ yang lain, kali ini yang paling mirip di antara semuanya.

Bertahanlah sebentar lagi, tabunganku sudah hampir cukup. Setelah ini, aku akan membawa ibu pergi dari sini. Semuanya akan semakin baik.

Halaman terakhir bertanggal tiga hari lalu.

[10 Oktober 2025]

Tak perlu bertemu lagi seumur hidup ini. Semoga takdir tak mempertemukan kita lagi.

“Nggak mungkin….” Gumam Franky dengan suara serak. Untuk pertama kalinya, dia merasa takut.

Dia menutup buku harian dengan keras dan berteriak, “Siapkan mobil! Ke Rumah Sakit Harapan Kasih! Aku tak percaya dia bisa begitu tega meninggalkan ibunya!”

Pak Budi pun berjalan masuk dari pintu dan membawa selembar surat pemberitahuan dari rumah sakit, suaranya terdengar gemetar, “Pak Franky, Rina… ibunya nyonya benar-benar sudah meninggal!”

“Apa?”
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 9

    Richard mengerutkan kening dan melangkah maju, tapi aku mengangkat tangan untuk menghentikannya.“Franky, dengan apa kamu mau memintaku untuk kembali padamu?” ucapku tenang, seolah sedang membicarakan sesuatu yang tak ada hubungannya denganku.Sekilas, cahaya langsung menyala di matanya, “Aku….”“Dengan surat utang bank delapan puluh triliun milik Grup Lister?” ujarku memotongnya, senyuman dingin pun terlukis di bibirku.Raut wajah Franky pun langsung memuram, tubuhnya terhuyung dan hampir tak bisa berdiri tegak.“Atau dengan keangkuhan dan kebodohanmu bertahun-tahun ini?” Aku melangkah maju, tatapanku menembus kepura-puraannya, “Kamu pikir gelas alkohol malam itu adalah jebakan ibuku agar aku bisa mendapatkan pria kaya sepertimu?”“Bukannya memang begitu?” ujarnya secara reflek untuk membantah.“Tentu saja bukan!” Suaraku meninggi, dipenuhi amarah yang telah kupendam selama sepuluh tahun, “Itu semua perbuatan keluargamu sendiri! Perbuatan ayahmu yang munafik dan ibumu yang licik!”“Me

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 8

    Beberapa hari kemudian, malam lelang amal yang diselenggarakan bersama oleh Grup Sora dan Galeri Seni Rempang diadakan di lantai atas Hotel Pasifik.Richard membukakan pintu mobil untukku. Aku mengenakan gaun panjang berwarna biru galaxy, gaun yang dia pilihkan sendiri. Setelan jas biru tua yang dia kenakan tampak begitu serasi dengan gaunku.Kami berjalan berdampingan memasuki aula dan langsung menjadi pusat perhatian semua orang. Lampu kilatan kamera menyala serempak.“Pak Richard dan Bu Irene benar-benar pasangan serasi!”“Lukisan Bu Irene juga sangat sulit dibeli sekarang!”“Kudengar kakek Pak Richard juga sangat puas dengan calon cucu menantu ini….”Richard menanggapinya dengan tenang, selalu melindungiku di sampingnya dan menutup sebagian tatapan ingin tahu.Saat menaiki tangga, dia membungkuk dengan anggun, mengangkat ujung gaunku dan berbisik di telingaku, “Masih ingat saat di kampus dulu, kamu pernah nggak sengaja menumpahkan cat?”Aku tersenyum dan menjawab, “Kamu masih ingat

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 7

    Franky tidak menyerah.Usahanya untuk ‘mengejar kembali’ terasa seperti lelucon yang menjengkelkan.Awalnya adalah karangan bunga raksasa yang dikirim ke galeri seni setiap hari. Mawar memenuhi meja resepsionis, dengan kartu bertanda tangan khasnya dan kalimat-kalimat penyesalan yang sudah terlambat.“Irene, aku sudah tahu salah. Berikan aku satu kesempatan lagi.”“Gaun pengantin itu sudah kuperbaiki, mau pulang melihatnya?”“Maagku kambuh lagi, sakit sekali. Tanpa obat yang kamu beli… aku nggak bisa menahannya.”Aku bahkan malas membuka kartunya. Semua bunga itu langsung kusuruh petugas kebersihan untuk membuangnya.Kemudian, dia mulai menelepon tanpa henti. Begitu nomor asing terangkat, terdengar suaranya yang menahan gelisah, “Irene, ayo kita bicara sebentar….”“Tut….” Aku langsung menutup telepon dan memblokir nomornya tanpa ragu.Sampai akhirnya, dia nekat menungguku di depan galeri.Mobil sport mahalnya terparkir di pinggir jalan. Dia bersandar di pintu mobil, wajahnya terlihat p

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 6

    Cahaya di Galeri Seni Rempang menyinari setiap lukisan dengan lembut.Selama bertahun-tahun ini, aku tidak pernah berhenti melukis dan selalu mengirimkan karya untuk Desain Polla. Baru setelah ibuku meninggal, aku diundang untuk bekerja penuh waktu dan saat itulah aku tahu bahwa bos di balik layar Desain Polla adalah Richard.Dia menganggapku sebagai musenya. Semasa kuliah, dia menyembunyikan identitasnya sebagai pewaris kerajaan finansial untuk menjadi asisten dosen di studio lukisku. Kami pernah berdebat semalaman dan juga pernah menyalin karya Botticelli bersama.“Irene, selamat!” Richard menyodorkan gelas sampanye ke tanganku dan tersenyum hangat, “Kamu berhasil.”Aku menerima sampanye dan mendentingkan gelas dengannya. Lalu mendongak melihat lukisan minyak raksasa yang kuberi judul [Nirwana].Di kanvas itu, seekor burung api terlepas dari kandang, sayapnya yang seperti api menembus kegelapan dan terbang menuju kebebasan.“Pak Richard, karya Bu Irene sungguh luar biasa,” ujar seora

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 5

    “Ha… mil?” Franky merasa rasa keram di perutnya, seketika berubah menjadi bor yang menggerus keras ke dalam otaknya.Mata Vivian berkaca-kaca, tapi dia tak bisa menyembunyikan rasa kemenangannya, “Pak Franky, kita sudah punya anak. Kamu nggak senang?”Tiba-tiba, tatapan Franky langsung membeku dan berkata dengan dingin, “Gugurkan.”Senyuman di wajah Vivian langsung menegang, “A… pa?”“Aku bilang gugurkan.” Dia menggeram setiap katanya dengan tekanan penuh.“Aku nggak butuh anak, apalagi anak darimu.”“Tapi aku sudah mengumumkannya ke publik!” ujar Vivian dengan suara yang meninggi karena panik.Dia melanjutkan, “Para wartawan sudah tahu! Keluargamu juga pasti akan tahu!”Franky tiba-tiba berdiri, mencengkeram pergelangan tangannya dengan keras dan berkata dengan dingin, “Kamu menjebakku?!”Raut wajah Vivian menjadi pucat seketika, tapi tetap bersikeras, “Pak Franky, kamu mungkin nggak menginginkan anak ini, tapi berbeda dengan keluargamu! Ini bukan keputusanmu sendiri!”Belum selesai

  • Sepuluh Tahun Terperangkap Di Pernikahan Yang Salah   Bab 4

    Tatapan Franky terpaku pada surat pemberitahuan di tangannya.“Waktu kematiannya 10 Oktober 2025, pukul 4.23 dini hari.”Tanpa sadar, Franky menggenggam erat-erat kertas itu, tangannya gemetar hebat.“Meninggal?” Suaranya terdengar kering dan dengan gemetar samar yang bahkan tak dirinya sadari, “…benar-benar sudah meninggal?”Pak Budi menunduk, suaranya terdengar berat, “Iya, Pak Franky. Rumah sakit sudah memastikannya. Bu Rina pergi dengan sangat… nggak tenang.”Di benaknya terlintas kembali sorot mata kosong Irene kemarin. Tidak ada keputusasaan, hanya ada kelegaan seseorang yang akhirnya bisa melepaskan segalanya.Rasa sakit yang datang terlambat, perlahan-lahan menghancurkan jantungnya.Namun, detik berikutnya, wajah ibu Irene yang penuh rencana busuk dan bayangan tubuhnya yang panas setelah bangun tidur, serta tatapan ketakutan wanita di bawahnya waktu itu, semua kenangan dirinya dijebak kembali menghantam keras.Franky meremas laporan itu menjadi gumpalan dan melemparkannya denga

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status