"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku akan merebut cinta pertamaku itu."
"Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog.Elma memejamkan mata, merasakan ketenangan setiap mengingat mamanya.---Dinda sedikit kesal saat mendapat kabar jika Elma mengetahui hubungan gelapnya dengan Ehan, wanita itu harus mencari tak tik baru untuk menggaet Ehan lebih cepat, jika Elma terus menghantui hubungannya tentu akan sulit untuk memuaskan nafsunya itu. Wanita gila seperti itu, tak puas hanya berhubungan badan satu kali, sekali mencoba maka akan menginginkannya terus. Setan selalu menggoda manusia untuk terus berzina. Kata orang, yang belum halal akan terasa nikmat dan menyenangkan, dan yang sudah halal akan terasa biasa saja dan membosankan.Lelaki yang tak kuat imannya akan mudah terjerat pada bujuk rayu setan, apalagi Dinda sangat menginginkan Ehan dari dulu. Serangkaian cara dibuatnya untuk merayu Ehan hingga akhirnya pria itu jatuh ke pelukannya.Saat ini, isu perselingkuhan memang sedang marak, tentu saja membuat Dinda ingin mengikuti tren itu, konon selingkuhan akan mendapatkan harta, perhatian dan kasih sayang yang lebih dari istri sahnya. Itulah yang membuat Dinda semakin tertantang menjadi pelakor temannya sendiri."Apa yang harus aku lakukan, agar Ehan kembali mengunjungiku setiap hari? ah, baru dua hari tak jumpa aku rindu dadanya yang maskulin itu," Pikir Dinda gila.Dinda menatap poto Ehan di ponsel yang telanjang dada, poto itu diambil setelah mereka menghabiskan malam panas, hanya menatapnya saja membuatnya berdesir. Tak puas, kembali dia memutar vidio panasnya, dia merekam secara diam-diam, dan hari ini sudah kesekian kali dinda melihatnya, Dinda sudah kecanduan untuk melihat hal-hal yang negatif seperti itu dan mendorong dirinya untuk terus menonton berulang-ulang. Kondisi ini disebut Narkolema atau biasa dikenal dengan narkoba lewat mata, Narkolema sendiri adalah sesuatu yang berkonotasi negatif terhadap individu, semisal pornografi . Pornografi membuat orang candu, karena bagi seseorang yang mengkonsumsinya akan terdorong menonton berulang-ulang setelah menyaksikan yang pertama.Hal ini, tentu saja dapat merusak fungsi daya otak manusia paling depan, dan daya rusaknya sebagaimana pada seseorang yang mengkonsumsi narkotika. Namun Dinda seperti tak perduli dengan kondisinya saat ini, menurutnya di zaman moderen sekarang hal seperti itu sudah lumrah, apalagi dia tergolong wanita dewasa.Pertama kali Dinda membuka vidio itu, dia tertawa geli dan merasa belum puas, dan akhirnya berlanjut untuk menonton ulang, dia lakukan itu untuk menghilangkan rindu yang menggebu-gebu."Ehan harus menjadi milikki sepenuhnya, Shit... aku merindukan mata yang memujaku itu." Guman dinda frustasi.Meski di kantor bertemu, tapi Ehan memperlakukannya seperti teman biasa, tidak ada sapa sayang dan juga belaian, hanya pandangan yang sesekali melirik penuh rindu.---Suasana kantor Ehan sudah terlihat sunyi, karena waktu sudah menunjukkan angka empat, tentu saja karyawannya sudah pulang. Ehan menjadi karyawan di divisi pemasaran pada perusahan ayahnya, RW Glowing, nama itu diambil dari nama ayah dan ibunya. Rudy dan wardah. Perusahaan yang memproduksi skin care dan juga berbagai jenis make up berkembang pesat, apalagi wanita-wanita zaman sekarang ingin instan agar terlihat cantik dan putih.Malah terkadang sebagian para wanita tak melihat kandungan yang terdapat dalam skin care tersebut, yang terpenting murah dan cepat putih, mereka tidak tahu efek samping di wajah mereka kelak.Saat hendak pulang, Ehan mengingat Ara istrinya, entah apa yang membuat pesona Ara tiba-tiba pudar, padahal selama sepuluh tahun ini, Ehan tak pernah melirik wanita lain selain Ara. Segala kekurangan yang istrinya miliki membuat Ehan semakin cinta."Aku tidak tahu apa yang terjadi padaku saat ini, Ara. Maafkan aku," Desis Ehan dengan penyesalan.Begitulah laki-laki, jika sudah melakukan kesalahan, akan selalu berucap kata maaf, katanya menyesal. Tapi, diulangnya lagi tanpa merasa bersalah, lalu jika ketahuan akan meminta maaf lagi, begitu seterusnya. Ehan menutup wajah dengan kedua telapak tangannya. Mengingat momen romantis saat berdua dengan Ara, makan bersama, shalat dan mengaji bersama.Semua itu hilang, sejak dia bertemu Dinda. Wanita dengan tubuh seksi itu sangat lihai merayu Ehan sampai Ehan pun melakukan kesalahan terbesar.Baginya, Ara adalah istri yang paripurna, kesederhanaannya membuat Ara terlihat cantik luar dalam, pelayanannya saat di kamar pun selalu memuaskan. Ehan menarik nafas dalam-dalam, sedang memikirkan cara agar kedoknya tak terbongkar. Dia takut menyakiti istrinya, tapi dia juga tak ingin meninggalkan Dinda, bagaimanapun Ehan telah jatuh cinta pada pesona wanita itu."Atau... Aku poligami saja, jadi tidak ada yang tersakiti. Bukankah salah satu syaratnya laki-laki itu mampu? jika nafkah tentu saja aku mampu membiayai kehidupan mereka berdua. Ya, sebaiknya seperti itu. Akan aku pikirkan caranya untuk meluluhkan hati Ara."Akhirnya, Ehan merasa sedikit tenang setelah mendapat ide, baginya itu ide brilian, memiliki dua istri. Dan keduanya bisa hidup berdampingan. Ehan tidak tau, bahwa dalam berpoligami banyak sekali syaratnya, bukan hanya mampu dalam menafkahi tapi juga harus bersikap adil.---Ara merasakan jenuh akhir-akhir ini, dia memutuskan menjadi ibu rumah tangga dan melepaskan pekerjaan demi merawat dan melayani suaminya, namun semua itu terasa hampa saat Ehan mulai berubah. Sejenak Ara berpikir untuk melepaskan kejenuhan. Dia berdiri mengambil jilbab kaosnya, tak lupa tas kecil dia bawa.Saat keluar, Pak Rudi mertuanya sedang membaca koran di teras. Melirik Ara yang rapi tentu membuatnya sedikit terkejut, karena Ara tak pernah keluar jika Ehan tak di rumah."Kau mau kemana, Nak?" Tanya mertuanya sambil melipat koran yang dibaca."Ah, hanya... ingin mencari angin, Pak." Jawab Ara gugup."Apa kau mulai bosan di rumah saja, cobalah berbicara pada Ehan, mungkin dia akan memberimu solusi agar kau ada kegiatan,""Baik, Pak. Nanti akan aku bicarakan padanya," Jawab Ara datar."Apa kabar, ayajmu? Bapak sudah lama tak berjumpa,""Alhamdulillah ayah baik-baik saja, pak. Ara pergi dulu ya, pak. Jika mas Ehan pulang, bilang saja aku pergi ke taman komplek," kata Ara mengakhiri percakapan dengan mertuanya.Lalu dia pamit meninggalkan mertuanya. Ara sedang tak ingin banyak berbicara, apalagi jika sudah mengobrol dengan mertuanya bisa sampai ber jam-jam, dan saat ini pikiran Ara sedang ruwet dengan perubahan sikap suaminya.Sesampainya di taman, Ara membeli es krim, bernostalgia saat dia kecil, jika menangis atau sedih ayahnya selalu membelikan Ara es krim rasa coklat. Dan jurus itu mampu menghilangkan kesedihan Ara. Dia memandangi area taman, pengunjung sedang ramai, netranya menangkap anak kembar yang masih balita berlarian dengan pelan, jika dilihat-lihat mereka baru bisa berjalan. Senyumnya tersungging melihat pemandangan itu, dalam hatinya yang paling dalam, dia juga ingin dikaruniai anak yang mungil seperti itu.Sungguh gambaran keluarga yang sempurna jika memiliki anak. Ara mendesah, dia beristighfar memohon ampun tanpa sengaja kembali mengeluh dengan kondisinya."Aku percaya Allah sedang menyusun skenario yang teramat indah untukku. Semangat Ara, kau pasti bisa menjalani ini semua." Guman Ara pelan."Aku percaya Allah sedang menyusun skenario terbaik untukku, semangat Ara kau pasti bisa melewati semua ini," Batin Ara.Dari kejauhan, seorang pria tertegun memandang Ara yang melamun, sesekali pria tersebut senyemun setiap Ara menarik nafas panjang. Bola matanya, tak berhenti berhenti memperhatikan setiap gerak Ara.Ara masih tak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya, dia hanya fokus pada dua anak kembar yang asik bermain bola, berlarian kesana kemari, bercanda penuh tawa."Semoga saja Allah segera memberiku anak dalam rahimku," batin Ara lagi.---"Kau dimana, Mas?" Tanya Dinda dengan lembut."Dijalan pulang, matikan dulu aku sudah sampai rumah," Jawab Ehan dusta.Tut Tut Tut...Ponsel pun dimatikan Ehan secara sepihak.Hari ini, moodnya sedang tak ingin diganggu, ada rasa sesak dihatinya telah mengkhianati Ara, wanita yang dulu sangat dia cintai. Hatinya bergejolak ingin mengakhiri, tapi juga tak ingin melepaskan Dinda begitu saja, bagaimanapun Dinda sudah memberi warn
Seperti biasa, saat Ehan baru pulang kerja maka Ara akan melayaninya dengan penuh cinta, menyiapkan teh hangat, sampai menyiapkan baju ganti untuk shalat.Saat Ehan sedang membersihkan diri, dengan hati-hati Ara memeriksa semua pakaian yang suaminya pakai, dia cek satu persatu bagian kantong, berharap ada petunjuk yang menguatkan dugaan ya. Diciumnya baju yang Ehan pakai, tapi hasilnya nihil. Tak ada bau parfum wanita lagi.Ara membuang nafas kasar.Dia memasukkan pakaian kotor ke mesin cuci, lalu kembali lagi ke kamar, Ehan belum selesai mandi. Akhirnya, Ara menunggu sambil memainkan ponsel.Beberapa kali terdengar dering ponsel Ehan, tapi Ara takut untuk mengangkatnya."Tak tau orang shalat magrib kah?" umpat Ara. Dia sedikit terganggu dengan nada dering dari ponsel Ehan, saat berbunyi lagi dia pun mengambil ponsel, dan hatinya mencelos saat ada nama wanita lain dan emot love."Siapa ini? Din Love? Ah... mungkin klien kantornya," Batin Ara gusar.Disamping itu, Ehan keluar dan mema
Ara masih tak tenang, dia mondar mandir menenangkan diri, tapi tetap saja hatinya gundah."Sebenarnya apa yang mas Ehan sembunyikan dariku?" batin Ara.Disisi lain, Dinda langsung berganti baju ke kamar, dia berdandan sebaik mungkin untuk menyambut Ehan. Setelah memastikan dirinya siap, Dinda kembali ke ruang makan menyiapkan candle night, dengan hidangan ayam bakar favorit Ehan, tak lupa capcay dan juga steak tenderloin. Dinda tersenyum smirk, saat mengambil jus orange yang dia buat tadi, dikeluarkan dari kulkas, lalu memandangnya dengan tatapan predator. "Kau tak akan lepas dari genggamanku malam ini, Ehan," Batin Dinda licik.Dia kembali mengecek ponsel, sudah setengah jam setelah dia menghubungi Ehan, berarti sebentar lagi lelaki yang dia tunggu itu datang.Tok tok tok..."Din... Din..." Benar saja, suara Ehan terdengar memanggil Dinda begitu keras.Dinda sengaja memperlambat langkahnya, dia ingin tahu kekhawatiran Pria pujaannya itu."Dinda.... Din... buka pintunya," Teriak Ehan
"Robbi... Apa salahku? Kenapa kau uji dengan semua ini, sungguh aku tak sanggup." Ara membenamkan wajahnya di atas sajadah, menangis tersedu-sedu.Di kamar lainnya, Elma tersenyum puas melihat vidio kiriman, Aldo. Orang suruhannya, sekaligus sahabat Ara dulu saat SMA, lelaki itu juga mencintai Ara, tapi cintanya kandas karena Ara menikah dengan Ehan.Dengan liciknya, Elma merasuki fikiran Aldo untuk menghancurkan rumah tangga Ara, dan lelaki itu menuruti karena dia pun butuh uang untuk pengobatan ayahnya yang sakit struk. Meski tujuan utamanya uang, Aldo kini benar-benar berharap Ara berpisah, dia tak tega melihat Ehan selingkuh dibelakang Ara.Aldo juga yang sudah menyelinap dan mengancam Dinda untuk menghubungi Ehan, dia yang sudah mengganti obat tidur itu. Semuanya demi memberikan bukti pada Ara jika suaminya itu selingkuh.---Pagi menyapa, wajah Ara masih terlihat sembab, dan matanya bengkak karena tak berhenti menangis. Manik matanya memperlihatkan begitu patah hatinya. Ara berge
Ehan mengendarai mobil dengan bersiul, seperti baru dapat hadiaih besar, hatinya sangat bahagia. Bahagia karena hasratnya trpenuhi dengan wanita lain. Dinda yang liar mmbuat libido Ehan naik dan memuncak sampai ke ubun-ubun, dan menurutnya dia tak pernah merasakan hal tersebut dengan Ara istrinya. "Maafkan aku, Ara. Aku sungguh menyukai permainan Dinda." Batin Ehan tersenyum. Dan pada akhirnya, Ehan memutuskan untuk melanjutkan hubungan itu dengan diam-diam. Dia sudah menyiapkan opsi-opsi lainnya jika memang ketahuan oleh Ara atau keluarganya. Ehan yakin, perbuatannya kali ini tak akan terendus oleh ayahnya meski kakak tirinya tau. --- "Aku harus bagaimana ya Allah, hiks.. hiks... hiks...." Ara menangis. Sepanjang perjalanan pulang, matanya berkabut karena air mata, maka ia memberhentikan mobilnya di taman komplek perumahan. Sudah sepuluh tahun dia tinggal bersama mertuanya, di kota Pekanbaru ini, tapi hanya taman kompleks yang membuatnya teman, tempat itu menjadi saksi bagaimana
Gilang menangkap perubahan pada wajah Ehan saat menyinggung soal, Ara. Dia yakin jika ada yang tak beres pada sahabatnya itu.sedangkan Ehan hanya diam saja, dia tahu Gilang memperhatikan nya dari tadi, tapi Ehan berusaha cuek, ditambah Dinda yang sedari tadi selalu mengirim pesan nakal padanya, membuat Ehan semakin pusing dan bimbang.---Ara sudah berada di kamarnya. Saat sampai, Ara langsung membenamkan dirinya di bantal, dia menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya. Ara bangkit, lalu membersihkan tubuhnya, di bawah kucuran air, dia termenung mengingat betapa mesranya Ehan dengan wanita lain."Apa aku sudah tak menarik dimatanya? atau... pelayananku kurang memuaskan?" Guman Ara disela tangisnya.Dia sudah berusaha menghentikan bening mata, sampai berjam-jam Ara bertahan di kamar mandi, sampai pada akhirnya suara ketukan pintu membuatnya berhenti. Gegas Ara mengambil handuk, mengganti baju dengan pakaian santai, menutup wajahnya dengan make up agar tak nampak habis menangis.Dilirikn
Dinda masih terduduk dengan tangan mengepal, dia merasakan ketakutan yang sangat luar biasa."Siapa sebenarnya lelaki itu?" Batin Dinda. Dinda berusaha bangun dengan sekuat tenaga, dia tak ingin larut dalam ketakutan.---Sudah seminggu lebih, Ara mengetahui perselingkuhan suaminya, dia sudah memikirkan hal yang mungkin lebih gila untuk membalasnya, Dia adalah anak tunggal yang dididik dengan begitu kesabaran, tapi ada kalanya akan berubah menjadi singa yang menakutkan.Hari ini, Ara sengaja hanya menyiapkan baju Ehan saja, suaminya memandang nyalang, lelaki berumur tiga puluh enam tahun itu merasakan istrinya tak lagi melayaninya. "Mana jam tangan dasiku, Ara?" Tanya Ehan."Ada ditempatnya, Mas. Bisa ambil sendiri kan?""Kau tak ingin melayani suamimu ini?" Ehan balik bertanya. Ara yang sedang membaca buku mendongak, diletakkannya buku itu, lalu berjalan mengambil jam tangan serta dasi.Dengan ekspresi yang biasa saja, Ara memperbaiki baju Ehan, memakaikan jam dan juga dasi. Tak
Lelaki jangkung, dengan bola mata kecoklatan itu menghirup udara dengan rakus. Dia memejamkan mata sejenak."Apa yang membuatmu termenung, hmmm"Fathur terkesiap, "Tak ada, hanya merindukan udara tanah Melayu ini, Mbak." Jawab Fathur berkilah.---"Aku harus mencari cara untuk memenangkan hati mas Ehan kembali, tapi bagaimana caranya.?" lirih Ara memandang dedaunan.Saat ini, dia duduk terpekur, memikirkan nasib pernikahan yang sudah dia jalani selama sepuluh tahun, kerikil rumah tentu saja selalu ada, tapi dapat mereka hadapi bersama. Ara tak menyangka, jika hidupnya kali ini dihadapkan dengan orang ketiga, menghadapi kakak iparnya yang begitu ketua saja Ara sudah pusing, apalagi harus menghadapi wanita ular seperti Dinda itu.Ara menarik nafas dalam-dalam, pandangannya kosong, sudah dari pagi Ara mengurung diri, dia hanya ingin menenangkan jiwanya yang mulai rapuh."Mas Ehan, aku tak akan menyerah, aku akan tetap berusaha mencuri perhatianmu untukku," Ara bermonolog.Suara derap lan