Dia beranjak dan membersihkan diri, kemudian membuka ponsel, terdapat banyak pesan masuk dan telepon dari Rudy begitu juga Elma. Dinda membacanya satu persatu, bibirnya menyunggingkan senyum. "Sebaiknya aku ajak Mas Ehan ke Jakarta melihat si bayi kecil. Tapi..."Dinda menoleh, menatap wajah Ehan yang tidur dengan nyenyak, ragu. Takut jika Ehan kembali mengingat Ara atau merasa berkecil hati karena saat dengannya dulu Ara tak juga hamil. Wanita itu mendesah lesu, bingung dengan keadaan yang sebenarnya sudah mulai membaik, hanya saja dia tak ingin membuka luka hati Ehan.---Di Jakarta, Daffa sang adik sudah menyiapkan box khusus bayi, sengaja dia pesan dari luar negeri untuk keponakannya, Daffa mengarahkan para pekerja untuk mendekor ruangan itu dengan cepat, Dia sangat senang menyambut keponakannya. Apalagi, Ara dan Rayyan akhirnya pindah ke Daffa Residence, tentu saja Daffa menyiapkan satu unit rumah yang terbaik untuk kakaknya. Ara memperhatikan adik semata wayangnya, dia bers
"Tak apa jika kau tak mau mengundang nya, cinta. Abang hanya ingin menjaga silaturahmi saja, apalagi dia masih sepupuku." Kata Rayyan."Tapi, aku sudah memberi tahu kak Elma, Bang. Jika... mereka juga di undang, hanya saja aku tak bisa menyampaikan nya." "Ah ia... Tak apa, semoga saja Elma memberi tahu Ehan." Ujar Rayyan mengusap pucuk kepala Ara. Daffa mencebik saja, kenapa sepasang suami istri di hadapannya itu selalu membuat cemburu. Jiwa jomblonya meronta-ronta ingin menikah juga. Tapi, Daffa masih menanti seorang gadis.---Hari yang di tunggu-tunggu pun tiba, Semua keluarga besar hadir, setelah mengadakan acara pengajian, kini mereka membuat acara aqiqah dan undangannya di khususkan untuk anak-anak yatim piatu. Ara membawa Ghazy ke pangkuannya, dia sangat bahagia melihat anak-anak panti asuhan makan dengan lahap, dia kembali mengenang masa-masa sulit, dulu ingin sekali mengadopsi anak, tapi mantan suaminya selalu menolak. Dan Ara tak bisa membantahnya, saat ini dia bisa mewu
“Apa?” Aku tergeragap memandang selembar kertas.Kupicingkan mata sekali lagi, berharap tak salah membaca selembar kertas itu. Seketika hatiku hancur. Sepuluh tahun aku susah payah mempertahankan rumah tangga ini, akhirnya hancur juga. Lelaki dihadapanku diam tak bergeming, sepertinya dugaanku salah, jika cinta masih ada dihatinya.Nyatanya, cinta itu sudah sirna.“Maaf.”Shit… aku sudah muak mendengar kata maaf darinya, buktinya dia menceraikanku dan memilih si pantat wajan hitam itu, wanita yang sudah kuanggap sahabat dan saudara ternyata menikamku dari belakang. Kebaikannya selama ini hanya untuk memikat suamiku, Mas Ehan. Bodohnya lagi Mas Ehan termakan dengan bujuk rayunya. Ditambah dengan keluarga toxicnya itu, sampai-sampai dia mencampakkanku.Seketika kakiku rubuh saat kedua orang itu pergi dari hadapanku, masih kulihat Mas Ehan memandangku sesaat sebelum benar-benar pergi.“Inikah janji cintamu itu, Mas? Hanya karena isu yang belum tentu benar kau menceraikanku?” batinku menj
Senja berlalu, Adzan magrib berkumandang. Seorang pria berkemeja hitam itu sudah siap untuk keluar dari rumahnya, namun langkahnya terhenti ketika istrinya memintanya untuk shalat berjamaah.Sudan beberapa hari, Ehan suaminya itu berubah drastis. Pulang kerja larut malam, dengan alasan lembur kerja. Sarapan pun tak lagi di rumah. Ara, wanita tiga puluh lima tahun itu termenung, hatinya terkecai melihat perubahan suaminya. Berpikir keras untuk mendapatkan kesalahannya sendiri."Mas... Shalat Magrib berjamaah dulu, yuk. sudah beberapa hari kita tak berjamaah," Ajak Ara dengan lembut.Suaminya itu hanya melengos meninggalkan Ara, dipakainya jam tangan hitam kesayangannya, lalu berdiri didepan kaca, bersiul gembira sambil memperbaiki letak rambutnya agar terlihat rapi."Jangan dikunci pintu kamar, aku akan pulang larut malam, jangan kau tunggu." Titah Ehan "Mas mau kemana? ini baru selesai Adzan, sebaiknya shalat dulu," Tanya Ara bingung."Tak usah kau ceramahi suamimu ini, urus saja ur
'Ya Allah, dimana kamu Mas?' Pikiran Ara melayang entah kemana.Dikenangnya masa-masa kuliah dulu, saat Ehan mendekatinya, sifatnya begitu santun. Pertemuan mereka di mulai saat SMA, di Kota Pekanbaru. Berlanjut sampai kuliah di kota yang sama, tentu berbeda jurusan, namun Ehan selalu berusaha mendekati Ara dengan mengikuti organisasi yang Ara ikuti. Modus, tentu saja. Tapi Ehan pandai menyembunyikan perasaannya. Sampai pada hari kelulusan, Ehan melamarnya dihadapan halayak Ramai, siapa yang tak senang dilamar orang terkasih di depan banyak pasang mata, Ara terharu dan menerima lamaran itu.Sepuluh tahun sudah pernikahan mereka, tapi belum juga dikaruniai anak, sudah beberapa kali melakukan pemeriksaan hasilnya sama, tak ada masalah antara keduanya."Allah masih ingin kalian berdua menikmati masa-masa pernikahan, tak usah berkecil hati. Insyaallah jika sudah waktunya Allah akan beri bayi mungil yang Sholeh dan Sholehah. Ada juga yang sudah dua puluh menikah, tapi belum dikaruniai ana
Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan di atas nakas. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.Ara mencoba membuang jauh-jauh pikirannya, dia tak ingin pernikahannya hancur hanya karena selentingan isu negatif. Bukankah dalam pernikahan harus saling percaya? agar hubungan antara suami istri tetap langgeng sampai jannah, selagi belum ada bukti Ara akan tetap percaya jika Ehan tak selingkuh. Ara kembali tersenyum, dia membuka ponsel ingin mendengarkan musik, dicarinya lagu favoritnya. Lagu yang sedang ngetren di Indonesia, Dawai.Dawai yang telah lama ku petiksumbang dan terus lirih berpekikdoa yang pernah kuucapsurga tak menjawabbetapa sungguh tega oh hatimumencuri yang digariskan untukkuhati yang dulu terl
"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku akan merebut cinta pertamaku itu." "Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog. Elma memejamkan mata, merasakan ketenangan setiap mengingat mamanya. --- Dinda sedikit kesal saat mendapat kabar jika Elma mengetahui hubungan gelapnya dengan Ehan, wanita itu harus mencari tak tik baru untuk menggaet Ehan lebih cepat, jika Elma terus menghantui hubungannya tentu akan sulit untuk memuaskan nafsunya itu. Wanita gila seperti itu, tak puas hanya berhubungan badan satu kali, sekali mencoba maka akan menginginkannya terus. Setan selalu menggoda manusia untuk terus berzina. Kata orang, yang belum halal akan terasa nikmat dan menyenangkan, dan yang sudah halal akan terasa biasa saja dan membosankan. Lelaki yang tak kuat imannya
"Aku percaya Allah sedang menyusun skenario terbaik untukku, semangat Ara kau pasti bisa melewati semua ini," Batin Ara.Dari kejauhan, seorang pria tertegun memandang Ara yang melamun, sesekali pria tersebut senyemun setiap Ara menarik nafas panjang. Bola matanya, tak berhenti berhenti memperhatikan setiap gerak Ara.Ara masih tak menyadari jika ada seseorang yang memperhatikannya, dia hanya fokus pada dua anak kembar yang asik bermain bola, berlarian kesana kemari, bercanda penuh tawa."Semoga saja Allah segera memberiku anak dalam rahimku," batin Ara lagi.---"Kau dimana, Mas?" Tanya Dinda dengan lembut."Dijalan pulang, matikan dulu aku sudah sampai rumah," Jawab Ehan dusta.Tut Tut Tut...Ponsel pun dimatikan Ehan secara sepihak.Hari ini, moodnya sedang tak ingin diganggu, ada rasa sesak dihatinya telah mengkhianati Ara, wanita yang dulu sangat dia cintai. Hatinya bergejolak ingin mengakhiri, tapi juga tak ingin melepaskan Dinda begitu saja, bagaimanapun Dinda sudah memberi warn