Share

Bab 3 - Menimang Rasa

Tanpa berucap kata, Ara meletakkan nampan berisi teh dan sarapan di atas nakas. Kembali dia mengangkat keranjang kotor, saat memasukkan jas suaminya dia mencium jas itu sekali lagi, memastikan jika bau parfumnya sama dengan yang biasa dipakai.

'Ini bukan bau parfum mas Ehan. ah, mungkin punya temannya.' Lagi-lagi Ara menepis kecurigaannya dan mencuci baju seperti biasa.

Ara mencoba membuang jauh-jauh pikirannya, dia tak ingin pernikahannya hancur hanya karena selentingan isu negatif. Bukankah dalam pernikahan harus saling percaya? agar hubungan antara suami istri tetap langgeng sampai jannah, selagi belum ada bukti Ara akan tetap percaya jika Ehan tak selingkuh. Ara kembali tersenyum, dia membuka ponsel ingin mendengarkan musik, dicarinya lagu favoritnya. Lagu yang sedang ngetren di Indonesia, Dawai.

Dawai yang telah lama ku petik

sumbang dan terus lirih berpekik

doa yang pernah kuucap

surga tak menjawab

betapa sungguh tega oh hatimu

mencuri yang digariskan untukku

hati yang dulu terluka

dirundung dilema

Sendu, Ara sedikit terbawa emosi lagu yang dia dengar, sambil mengulang dan mengikuti lirik lagunya, Ara menyelesaikan cucian dengan telaten. Baju kerja yang berwarna akan di pisah dengan baju yang berwarna putih, agar baju putih suaminya tak terkena luntur dari baju warna yang ada.

Sambil menyelesaikan cucian, Ara kembali ke kamar, melihat kondisi suaminya yang mood nya tadi berubah setelah bertemu Elma. Dia mengintip sedikit pintu kamar, Ehan sedang berbicara dengan orang lain di ponsel, dari nada suaranya Ehan seperti menahan emosi, Ara kecewa karena tak dapat melihat ekspresi wajahnya, jika saja bisa melihat tentu Ara akan mencoba menebak apa yang terjadi.

Ara masih berdiri dipintu, mengucapkan salam lalu masuk. Namun, suaminya itu masih sibuk berbincang, sesekali tertawa sesekali marah.

'Aneh deh Mas Ehan, tadi emosi sekarang ketawa ketiwi, siapa sih itu yang menelpon. Curiga aku. Setauku sahabat Mas Ehan yang dekat dengannya hanya si semprul Fathur.' Batin Ara penasaran.

Dilihatnya makanan yang dia bawa, masih utuh. Ara menarik nafas dalam, hatinya semakin gundah mendapati suaminya yang dulu begitu perhatian dan baik, tak pernah menolak apa pun yang dia siapkan, kini menyentuh pun tidak.

Ara ingin bertanya, tapi takut Ehan tersinggung dan marah, kemarahan Ehanlah yang ditakutkan Ara selama ini, jadi dia memutuskan untuk memendam rasa penasarannya itu.

Sudah sepuluh menit Ara di belakang Ehan, tak sedikitpun Ehan berbalik dan menyapanya, laki-laki itu masih asik berbual di telepon. Ara pun keluar dan kembali ke ruang loundry melanjutkan pekerjaannya.

Ehan menarik nafas lega saat Ara melangkah keluar, tadi jantungnya hampir copot, takut ketahuan oleh Ara jika dia sedang menghubungi Dinda.

'Untung saja Ara tak curiga,' Batin Ehan lega.

"hallo... halo, Mas. Kau dengar apa yang ku katakan?"

Suara keras Dinda mengejutkan Ehan.

"Ah, maaf. Tadi ada Ara, sayang."

"Apa dia mendengar obrolan kita?"

"Sepertinya nggak,"

"Baguslah, Ok, kita kembali ke permasalahan tadi. Kira-kira siapa yang mengintaimu, Mas?" Tanya Dinda dari seberang sana.

"Mas juga nggak tau, memang licik Elma," Jawab Ehan kesal. "Tapi, Mas rasa dia menyuruh seseorang, dan mas nggak tau siapa orangnya, Elma sangat cerdik dan licik. Mas akan cari cara untuk menemukan siapa orang yang mengintai kita, untuk sementara kita berjumpa di kantor saja."

"Ah, aku nggak mau, Mas. Aku rindu," Ucap Dinda manja."

"Sabar, sayang. Sampai suasana kondusif kita akan bercumbu lagi." 

"Gimana kalau kita ke puncak saja, Mas. Cari alasan kek, apa gitu. Kan sebentar lagi kita ada kunjungan kerja, kau ajukan percepatan jadwal saa bos, agar dalam minggu ini kita bisa bertemu." Bujuk Dinda

"Idemu sangat cemerlang, besok akan Mas bicarakan dengan Pak Bima," Ucap Ehan sumringah.

Ehan sudah terjerat bujuk rayu Dinda, apa yang dikatakan dinda, dia kan berusaha menyanggupi, apalagi kejadian tadi malam membuatnya seperti terbang ke awan, dan Ehan menginginkannya lagi. Saat ini, dia hanya ingin mencari tau dari Elma tau perselingkuhannya itu.

Elma memang kakak Ehan, tapi mereka berdua hanya saudara tiri. Ayah kandung Elma sudah meninggal saat dia SMA, dan ibunya menikah lagi dan lahirlah Ehan. Dari kecil saat tinggal di Jakarta, Elma memang tidak pernah menyukai kehadiran Ehan di dunia. Elma merasa, kehadiran Ehan membuat ayahnya lebih perhatian pada istrinya dan anaknya, Ehan. Mulai saat itu, Elma membenci Ehan tapi tidak dengan ibu tirinya.

Wardah, Ibu sambungnya sangat menyayangi Elma, apapun yang Elma minta selalu di berikan, sampai akhirnya Wardah hamil dan melahirkan, Elma tetap di nomor satukan oleh Wardah, berbeda dengan Ayah kandungnya, yang lebih condong pada Ehan. Karena dari dulu, ayahnya ingin memiliki anak laki-laki untuk meneruskan usaha kosmetik yang sedang berkembang pesat waktu itu.

Meski sekarang Ehan bekerja di perusahaan ayahnya, tapi dia memilih bekerja sebagai karyawan. waktu itu, dia tak ingin aji mumpung. Sedangkan Elma ditempat di perusahaan anak cabang, bukan perusahaan utama. Dari situlah, kebencian Elma semakin menjadi-jadi terhadap Ehan, tapi jika didepan orang tuanya Elma sangat pandai bersandiwara.

"Ah, ko bisa ibu bertemu dengan lelaki yang sudah punya anak seperti itu," Kata Ehan kesal.

Ehan mengusap wajahnya dengan gusar, bisa runyam urusannya jika aku ketahuan oleh Ayah, secara aku ini anak kesayangannya, dan Ara juga menantu yang disayanginya.

---

Elma kembali menghubungi pria suruhannya itu, dan memberikan tugas selanjutnya. Elma menginginkan kehancuran Ehan anak kesayangan ayahnya, sudah sangat lama Ehan menginginkan Ehan didepak dari rumah, saat Elma tau Ehan dekat dengan teman kantornya, dia langsung menyusun rencana. 

Dan, orang suruhannya itu berhasil membuat Ehan dan Dinda semakin dekat, setiap ada jadwal kunjungann kerja, atau mengecek barang-barang yang didistribusikan pada para agen, Dinda selalu mendampingi Ehan. Setiap gerak gerik Ehan selalu dipantau oleh Elma, hanya dengan menghancurkan rumah tangga adiknya itu Elma bisa membuat dia di usir, karena ayahnya sangat membenci yang namanya perselingkuhan.

"Aku bukan wanita lemah seperti istrimu Ara, Ehan. kita lihat saja apa yang akan terjadi jika ayah tau kau bermain-main dengan pernikahanmu, apalagi Ara adalah anak dari sahabatbya, Paman Ghufron. Kau tak akan selamat dari amarah ayahku." Batin Elma.

Dendam yang sudah lama dipendam menjadikan Elma seperti iblis, kurang kasih sayang dari ayah kandungnya membuatnya buta hati. Padahal Allah melarang manusia untuk saling dendam, alangkah baiknya manusia hidup dalam ketenangan dan perdamaian.

Sudah berkali-kali sahabatnya mengingatkan Elma untuk menerima Ehan sebagai adiknya, tapi tetap saja dia membeci laki-laki ittu. Apalagi Ehan menikah dengan Ara yang notabene gadis cerdas dan energik, anak sahabatnya juga. Tentu saja, ayahnya semakinn perhatian pada Ehan.

Elma menatap jendela yang terbuka, bola matanya fokus memandang dedaunan hijau yang menjuntai dari depan kamarnya. Dia menyelami hatinya yang seperti gelap, menginginkan kesengsaraan untuk saudaranya adalah tujuan utama dia bertahan di rumah itu, meski haru bolak balik Jakarta-Depok.

"Mama, Elma rindu, di rumah ini tak ada kebahagiaan yang aku rasakan. Ayah sekarang bukan ayahku yang dulu. Dia... melupakan anak gadisnya ini. Tapi, tenang saja, Ma, aku kan merebut cinta pertamaku itu."

"Tidak ada yang bisa mencegahku untuk membalas sakit hatiku ini, Mama. hanya kematian, ya kematian yang bisa menghentikanku." Elma bermonolog.

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Megarita
kasihan elma
goodnovel comment avatar
Cindi82
baguslah elma benci sama ehan. ehannya juga ga tau diri
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status