Share

Bab 4

Penulis: Jingga Amelia
last update Terakhir Diperbarui: 2023-03-10 20:40:49

"Apa kita akan tetap datang ke acara pernikahan anak Tante Gina setelah kita hanya disuruh pakai seragam bekas, Yah? Kita sudah tidak di hargai, kalaupun datang pasti hanya akan dijadikan bahan candaan," ujarku ketika kami berempat sedang makan malam.

"Betul, Yah. Arum yakin sebetulnya bukan seragamnya yang habis, tapi memang kita tidak dikasih," sambung adik perempuanku.

Benar apa yang dikatakan oleh Arum, hanya saja aku tidak ingin mengatakan hal itu kepada kedua orangtuaku. Bisa-bisa ibuku akan jatuh sakit nantinya.

"Sudah, jangan berdebat di meja makan. Pamali," jawab Ayah tanpa berniat menyambungi pembicaraan kami.

Memang begitulah Ayah, tak pernah mau berdebat ataupun menjelek-jelekkan saudaranya. Padahal sudah jelas terlihat bahwa mereka tidak suka dengan kita. Sedangkan Ibu? Dia juga hanya diam dan menuruti semua yang dikatakan oleh Ayah.

Awalnya kami juga begitu, tapi lambat laun kami tahu jika sikap Tante Gina sudah diluar batas. Mereka tak hanya ingin kami membantunya, tapi juga ingin merendahkan kami. Entah, sebenarnya ada dendam apa Tante Gina pada keluarga kami.

Aku dan Arum mendengus kesal, lalu melanjutkan makan meski sudah tak berselera. Walau bagaimanapun aku masih memiliki perasaan, dan sangat tidak ingin jika harga diri keluargaku diinjak-injak seperti ini.

Pekerjaanku sebagai buruh pabrik hanya cukup untuk membantu sekolah Arum. Aku tidak bisa berbuat banyak. Namun, setelah pernikahanku dengan Zaki berlangsung aku berharap semua akan menjadi lebih baik lagi.

..

Hari berganti hari, hingga tak terasa waktu yang kami ingin hindari tiba, yaitu pernikahan Tari, anak kedua Tante Gina. Seragam warna maroon yang warnanya hampir pudar sudah disiapkan oleh Ibu sejak malam tadi, tapi aku sama sekali tidak berniat meliriknya walau sebentar. Aku yakin, Arum pun pasti juga merasakan hal yang sama.

"Mbak, apa kita yakin akan berangkat? Dengan seragam yang sudah usang itu?" ucap Arum yang seakan tahu apa yang sedang kupikirkan.

Aku hanya mengangkat kedua bahuku, lalu membuka jendela kamar yang terbuat dari kayu. Ya, rumahku hampir delapan puluh persen masih terbuat dari kayu. Inipun sebenarnya adalah warisan dari orangtua Ibu yang telah tiada.

"Kita tanya Ayah saja, ya," jawabku singkat.

Meskipun kami tahu apa jawabannya, tapi setidaknya kami ingin memastikan sekali lagi. Siapa tahu  keputusan Ayah berubah.

"Kita akan tetap berangkat, dengan atau tidak pakai seragam baru. Semua pakaian itu sama asal bersih dan tertutup. Jangan jadi orang yang hanya memandang sesuatu dari segi uang anak-anakku sayang. Semoga saja, suatu saat nanti kita akan dicukupkan rezekinya sehingga bisa seperti mereka." Perkataan itulah yang pada akhirnya membawaku dan Arum berangkat meski dengan perasaan tak menentu.

Kami tahu maksud Ayah baik, hanya saja kami sebagai anaknya tidak bisa menelan mentah-mentah apa yang telah dilakukan oleh para saudaranya. Kini aku sadar, meski keluar dari rahim yang sama tapi nasib dan sifatnya tidak akan pernah sama.

Dan apa yang kita pikirkan terjadi juga, sesampainya di rumah Tante Gina semua sudah bersiap dengan seragam warna pastel yang beberapa hari yang lalu dibagikan oleh si tuan rumah. Sedangkan keluargaku hanya memakai seragam bekas nikahan Sofia yang warnanya sudah hampir pudar.

Hampir semua orang memandang ke arah kami. Tak terkecuali si tuan rumah yang justru tersenyum sinis dan terlihat sangat puas.

"Astaga, baju warnanya udah pudar kaya gitu masa masih dipakai."

"Emang nggak ada baju lain, ya?"

"Kalau aku sih mending nggak datang. Malu."

Tak hanya itu saja, ada banyak bisikan yang kudengar ketika kami melintas di hadapan mereka. Mereka memang berstatus saudara kami, tapi tidak dengan hatinya. Kata-kata saudara rupanya hanya menjadi sebuah status saja bagi mereka.

"Akhirnya kakakku datang juga. Ayo masuk Mas Tohir dan keluarga," sambut Tante Gina membuatku muak.

Kulirik sekilas Ayah tersenyum tipis meski dipaksakan, begitu juga Ibu. Sedangkan aku dan Arum, tak kami sunggingkan senyuman sedikitpun.

"Duduk di sini saja, biar dekat sama meja makan. Aku tahu pasti kalian dari rumah belum makan, kan? Perjalanan jauh, naik angkot, keringetan, pasti laper. Nanti biar cepet dan duluan ambil makanannya," celetuk Tante Gina lagi membuat telingaku panas.

"Bu, jaga bicaramu. Ada banyak orang," ucap om Burhan, suami Tante Gina.

"Kenapa, Pak? Memang begitu adanya, kan? Sudah ... Kalian di sini saja, ya. Nanti kalau acara sudah selesai sekalian bisa bantu-bantu."

Kukepalkan kedua telapak tanganku, tapi aku masih bisa menahan amarah karena menjaga martabat kedua orangtuaku di depan orang banyak. Hanya saja kulihat kedua mata Arum tersirat sebuah kebencian yang mendalam untuk keluarga adik Ayah itu.

"Tante! Dengar! Jangan rendahkan keluarga kami lagi karena sebentar lagi kakakku akan menikah dengan Kak Zaki. Tahu kan siapa Kak Zaki? Anak dari Tuan Muh, pemilik ladang terbesar di daerah ini. Jadi kalian semua jangan sombong dan besar kepala dengan semua kekayaan kalian. Karena sebentar lagi kami akan sederajat dengan kalian!" tandas Arum menggebu membuat semua orang memandang ke arah kami, terutama Tante Gina. Dia menatap Arum dengan mulut yang menganga.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (2)
goodnovel comment avatar
Anissa Bahmed
sebenar mereka aja oon dah di hina kok masih sok baik ....bagus ga datang daripada menyakitkan hati dan mental diri sendiri ...... geram aku sama orang teralu baik dan ligu
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Keterlaluan banget tantenya
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 7

    Aku mundur begitu Alex berkata demikian. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Kemarin dia memintaku untuk kembali dan rujuk dengannya. Aku kira, itu artinya dia juga akan mau menerima bayi ini dengan senang hati."Alika. Kamu bohong, kan?" Lagi, pertanyaan itu diajukan oleh Alex.Namun kali ini aku sudah tidak kuasa menjawabnya. Kulangkahkan kakiku mundur dari hadapannya dan berjalan ke teras.Satu persatu ingatanku soal Gibran terulang. Ia memakiku karena aku bisa secepat ini percaya lagi pada Alex. Bukan perkara mudah, aku melakukan semua ini karena ada janin di dalam rahimku. Aku pikir, dengan adanya bayi ini maka Alex akan semakin baik. Dan juga, aku tidak mungkin egois dengan tetap mengajukan perceraian karena di dalam rahimku ada darah dagingnya.Lantas sekarang, saat semua sudah berubah seperti ini aku bisa apa?"Alika. Jawab! Kenapa kamu justru pergi?"Aku menghela nafas panjang, lalu menatapnya. "Aku? Bohong? Lalu kamu pikir ini anak siapa?"Kali ini dia mengalihkan pand

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 6

    "Dia itu jahat, Alika. Jahat." Entah sudah kata keberapa yang diucapkan Gibran kali ini.Hari ini tiba-tiba saja dia mengajakku bertemu dan tanpa kuduga dia justru berkata demikian. Ini masih soal orang yang sama, Alex.Kali ini bukan aku yang mengatakan jika Alex jahat, tapi justru Gibran. Awalnya aku tak percaya dengan apa yang dia katakan, tapi ketika dia menyodorkan sebuah foto dihadapanku anggapanku sedikit berubah."Tapi, dia sangat baik di depanku, Gibran. Aku yakin dia sudah berubah. Siapa tahu ini hanya temannya, atau kebetulan bertemu saja dan kamu beranggapan lain," ujarku masih berusaha membela Alex.Gibran mengacak rambutnya kasar, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. "Terserah jika kamu tidak percaya. Yang terpenting aku sudah mengatakan yang sebenarnya padamu, bahwa Alex itu masih sama jahatnya." Dia seperti sudah menyerah, tapi aku memang sudah percaya lagi dengan Alex. Aku yakin dia sudah berubah."Tidak. Buktinya dia sekarang tidak pernah main tangan kepadaku. Bahkan

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 5

    Rasa penasaranku masih tinggi saat Alex tak kunjung menyahut panggilanku. Entah karena dia tak mendengar atau sengaja tak menjawab."Alex ...." ucapku lagi dengan setengah berteriak agar dia mendengar panggilanku.Aku masih menunggu di luar kamar, karena jujur saja aku takut jika dia marah ketika aku bertanya banyak soal yang dia lakukan di dalam. Terlebih aku sangat takut jika dia kembali memukuliku ketika aku berusaha masuk tanpa seijinnya.Namun sepertinya dugaanku salah, beberapa saat setelah aku meneriakinya, Alex menyembulkan kepalanya di pintu dengan senyuman lebar. Hal itu benar-benar di luar dugaanku."Ya, ada apa? Kamu tadi memanggilku?" ucapnya dengan lantas membuk pintu kamar lebar-lebar."Em, iy-iya. Kamu sedang apa?" tanyaku dengan hati-hati."Oh, aku sedang memasang foto pernikahan kita kembali. Maaf, seingatku dulu aku melepasnya dari dinding."Ya, saat itulah yang membuatku sekarang sangat trauma. Saat itu aku memaksa masuk dan bertanya perihal ia yang melepas beberap

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 4

    Kedua mata kami bertemu, rasanya di dalam relung hati sana masih ada getaran untuknya. Meski yang bagaimanapun dia tetap ayah dari janin yang kukandung dan kami pernah saling mencintai dengan sangat dalam."Aku sudah pernah mencintaimu dengan sangat, begitu juga sudah pernah kecewa dengan sikapmu. Rasanya aku hampir tak bisa mengenali kata-katamu lagi. Apakah itu serius, atau tidak," jawabku dengan mengatur nafasku, karena sejujurnya saja aku takut jika dia akan melayangkan pukulan atau tamparan kepadaku.Bukan karena apa, aku hanya takut jika bayi dalam kandunganku kenapa-kenapa. Meskipun dia belum tahu, tapi aku wajib melindunginya sampai dia lahir di dunia.Beberapa detik kemudian dia mengalihkan pandangannya dan menjambaki rambutnya. "aarrghh! Sudah cukup Alika. Aku memang pernah bersalah, dan kedatanganku sekarang ingin menebusnya. Tolong, percaya lah."Dia berjalan menjauh dariku dengan memakai baju yang ia ambil dengan kasar. Aku tak tahu harus percaya dengan kata-katanya atau

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 3

    Kehamilanku sudah masuk usia ke empat, jika diperhatikan perutku sudah mulai menyembul. Namun semenjak hamil aku selalu menggunakan baju yang lebih longgar dari biasanya.Bukan karena apa, aku hanya takut orang-orang mengejekku karena hamil dan ditinggalkan oleh suamiku. Namun, tak kusangka jika Alex akan kembali ke rumah ini malam ini.Entah untuk tujuan apa, padahal dia sudah pernah mengirimiku pesan bahwa ia akan meninggalkanku. Dan malam ini dia seakan lupa dengan semua yang sudah ia perbuat selama ini.Bahkan aku sudah sempat akan mengejar cinta lamaku setelah kepergiannya. Bagiku Alex sudah benar-benar meninggalkanku, dan tak menginginkanku lagi. Namun ternyata dia justru datang lagi ke dalam hidupku.Apapun itu aku akan tetap mengajukan perpisahan dengannya. Sikapnya selama menjadi suamiku benar-benar membuatku tak nyaman, terlebih sikap tempramentalnya. Aku bahkan sudah pernah menginap di IGD rumah sakit karena kekerasan yang ia perbuat.Malam sudah larut, aku memutuskan untuk

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 2

    Kisah AlikaBagian 2Perkataan Dea masih mengganggu pikiranku meski sudah sampai di rumah. Dea mengatakan jika tempo hari ia bertemu Alex dan Alex pun berniat mengajakku keluar negeri. Apa itu benar? Namun, bahkan kita sudah tak saling berhubungan lagi. Jadi bagaimana bisa Alex berkata jika ia akan membawaku keluar negeri. Lagipula untuk apa?Berbagai pertanyaan berkecamuk dalam kepalaku. Sampai pukul setengah sebelas aku belum berhasil memejamkan mata meski segala cara telah kulakukan. Pertemuanku dengan Dea siang tadi benar-benar membuatku berfikir keras.Saat ini aku tinggal disebuah rumah yang memang sudah kutinggali dengan Alex dari awal menikah. Ini merupakan rumah yang kami beli hasil dari uang tabungan kami sewaktu masih bujang. Namun entah kenapa selang beberapa saat setelah menikah Alex justru berubah, suka memukuliku, dan sekarang dia pergi dari rumah ini tanpa kabar.Tokk tokk tokkSayup kudengar suara pintu depan di ketuk oleh seseorang. Seketika jantungku berdebar, karen

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status