Share

Bab 3

Author: Jingga Amelia
last update Last Updated: 2023-03-10 20:40:18

[Dasar sombong. Miskin saja belagu]

Itulah pesan Tante Gina yang baru saja masuk ke dalam ponselku. Aku hanya menghela nafas, lalu meletakkan benda pipih itu ke atas nakas lagi. Setengah jam lagi keluarga Zaki, anak dari pemilik ladang terbesar di daerahku, akan segera tiba di rumahku, jadi aku tidak ingin merusak suasana hatiku dengan meladeni pesan Tante Gina.

"Pesan dari siapa, Nduk? Kok nggak di balas? Zaki?" tanya Ibu ketika ia baru saja meletakkan beberapa makanan di atas meja sebagai jamuan untuk keluarga Zaki.

Aku terkejut, lalu menggeleng pelan. "Bukan, Bu. Dari orang salah kirim. Nggak penting."

Dengan sengaja, aku memang menyembunyikan semua itu dari Ibu. Alasannya masih sama, aku tidak ingin melihatnya bersedih. Karena pernah suatu ketika aku menyampaikan pesan seperti itu kepada kedua orangtuaku, tapi dua hari setelah itu Ibu sakit karena terlalu banyak memikirkan hal itu. Jadi sekarang, aku lebih memilih menyimpan pesan tak enak dibaca itu dari kedua orangtuaku.

Triingg

Satu pesan lagi masuk ke dalam gawaiku. Aku lantas mengambilnya, takut jika itu adalah pesan Zaki yang akan membatalkan kunjungannya.

Namun aku keliru, itu adalah pesan dari Tante Gina lagi.

[Lihat, masih ada banyak stok seragam di kamar. Hanya saja aku memang sengaja tak ingin memberikan pada keluargamu. Kalian orang miskin, tak pantas mendapatkan barang bagus seperti ini]

Astaga ... Aku mengelus dadaku sendiri ketika membaca pesan dari tanteku itu. Entah sebenarnya apa yang menyebabkan Tante Gina begitu membenci keluargaku. Padahal Ayah selalu tak pernah absen jika Tante Gina membutuhkan bantuannya.

..

Setengah jam berlalu hingga akhirnya sebuah mobil besar dan mewah masuk ke area pekaranganku yang kecil. Jantungku tak hentinya berdebar ketika kulihat satu persatu anggota keluarga Zaki turun dari mobil itu.

Aku yakin, kedua orangtuaku pun juga merasakan hal yang sama. Pasti mereka juga sedang berdebar kali ini. 

"Mbak, Mas Zaki ganteng banget," celetuk Arum lirih di sampingku.

"Hush, jangan keras-keras. Nggak enak," jawabku dengan senyuman lebar ketika kedua orangtua Zaki telah sampai di depan pintu rumahku.

Kami semua lantas masuk, ada lima orang anggota keluarga Zaki yang ikut serta termasuk dirinya. Sepertinya dua orang yang lain adalah kakak dan pamannya.

"Pak Tohir, maksud dan tujuan kami datang kemari adalah selain untuk silaturahmi, kami juga ingin meminta ijin untuk meminang anak Anda, Nana Sadea, untuk anak kami Zaki. Apakah Anda sekeluarga berkenan menerima kami sebagai besan Anda?" ucap Tuan Muh ketika kami telah berbincang.

Ayah terlihat sangat gugup dan pucat, aku tahu dia sangat terkejut dengan apa yang terjadi saat ini. "Maaf, Tuan. Anak kami ini dari keluarga miskin, tidak pantas bersanding dengan Den Zaki," ujar Ayah membuat kedua mataku mengembun.

Rupanya status ekonomi itu sangat berpengaruh dalam segala hal. Itulah mengapa kini aku sadar jika bekerja keras itu pantas kita lakukan agar tak terlalu dipandang sebelah mata oleh orang lain.

"Pak Tohir, kami sama sekali tidak membeda-bedakan soal itu. Justru karena hal itulah Zaki merasa mantap dan yakin dengan Nana. Nana adalah gadis yang baik, pandai, dia pandai mengaji, semangatnya luar biasa. Kami ingin anak kami Zaki bisa belajar banyak dengan semangat Nana," tutur Tuan Muh membuatku sedikit tersentuh.

"Benar, Pak. Saya tulus mencintai Nana. Saya ingin menjadikan dia sebagai pendamping hidup, bukan hanya sekedar melihat dari segi ekonomi. Justru setelah ini saya berniat ingin memulai semuanya dari nol lagi, bersama Nana tentunya. Saya tidak ingin membawa nama ayah saya dalam urusan rumah tangga saya nanti."

Aku kembali tertegun, Zaki yang kukenal sangat rajin beribadah itu rupanya memiliki pemikiran yang sangat dewasa dan terlihat sangat pantas dijadikan imam. Semoga saja, keputusanku dan keluargaku ini tidak akan salah.

Kami sepakat untuk menerima pinangan Zaki, dan rencananya pernikahan akan dilakukan sebulan kemudian setelah acara pernikahan anak dari Tante Gina.

"Oh iya, Pak Tohir. Saya ingin menyampaikan sekalian. Jadi setelah menikah nanti saya ingin jika Nana yang memegang urusan keuangan di ladang. Saya dengar dia adalah lulusan SMK dengan jurusan akuntansi," ucap Tuan Muh membuatku semakin terkejut.

"Tapi, Tuan ...."

"Sudah, anggap saja kamu bekerja di ladangku. Aku sangat kewalahan mengurus keuangan dari seluruh ladang di daerah sini. Mulai dari bibit, pupuk dan hasil penjualan. Dan Zaki juga sudah kuberi warisan dua buah ladang siap panen di utara untuk kalian setelah menikah. Semoga saja setelah itu, kalian bisa mengembangkan dengan baik. Dan juga, aku ingin mengajak Pak Tohir untuk ikut serta dalam pengolahan lahan di selatan. Kami kekurangan orang, Pak. Saya ingin Anda jadi pengawas."

Kali ini aku tak hanya berkaca-kaca, melainkan aku benar-benar meneteskan air mata. Begitu juga dengan kedua orangtuaku. Mereka menangis, begitu mendengar penjelasan dari Tuan Muh dan Zaki.

Setelah harga diri keluargaku diinjak-injak oleh Tante Gina, kini seakan Tuhan membalikkan seluruhnya dengan sangat cepat. Tak butuh waktu lama, Tuhan mengirimkan sebuah rezeki yang tiada tara untuk kami. 

Semoga saja, setelah ini kehidupan keluargaku akan segera membaik dan aku bisa membuktikan pada Tante Gina bahwa roda itu berputar dan aku siap berguling ke atas.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Akhirnya Nana menerima pinangannya Zaki
goodnovel comment avatar
Fernando Kanine
cerita bagus
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 9

    9Pagi datang terlalu cepat. Aku hampir tidak tidur sama sekali. Setiap beberapa menit, aku membuka mata dan memastikan pintu kamar masih terkunci, memastikan tidak ada tanda-tanda Alex kembali mengetuk atau mencoba masuk.Saat matahari mulai masuk lewat celah gorden, aku duduk di tepi ranjang dengan kepala berat. Rasanya seperti ada batu besar yang menindih dadaku, tapi entah bagaimana aku tahu ini harus kulalui.Ini hari terakhirku di rumah ini. Aku sudah memutuskan untuk pergi dan berpisah dari Alex. Aku membuka lemari, memasukkan baju-baju seperlunya ke dalam koper kecil. Aku tidak merasa hancur seperti dulu. Justru ada sesuatu yang terasa lebih ringan, seperti aku melepaskan beban besar yang selama ini mengikat leherku.Saat aku menuruni tangga, aku mendapati Alex duduk di sofa ruang tamu. Rambutnya acak-acakan, matanya merah, entah karena tidak tidur atau karena mabuk.Dia menatapku lama. “Kamu mau ke mana?”Aku menggerakkan koperku ke bawah dengan langkah mantap.“Pergi.”“Perg

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 8

    Aku memejamkan mata beberapa detik. Nafasku tersengal, bukan karena lelah, tapi karena rasa takut yang merayap dari ujung kaki hingga tengkukku.Hantu-hantu masa lalu itu seperti membawa langkahku kembali ke malam ketika Alex menyeretku keluar dari kamar hanya karena aku memintanya berhenti mabuk. Malam ketika aku dipukul sampai bibirku robek, lalu ia meminta maaf keesokan harinya seolah semua itu sekadar kejadian kecil yang bisa dilupakan.Kini, saat suaranya kembali meninggi, tubuhku bereaksi lebih cepat daripada pikiranku.Namun ada sesuatu yang berbeda malam ini. Bukan hanya rasa takut. Ada juga amarah yang perlahan naik, seperti lava yang menolak dibendung.“A-lika.” Nadanya lebih keras lagi.Aku berhenti di anak tangga pertama menuju lantai dua. Jemariku meremas pagar tangga kayu sampai rasanya seperti akan patah. Seluruh tubuhku gemetar, tapi aku tak menoleh. Jika aku menoleh, jika aku melihat sorot matanya, mungkin aku akan kembali ciut seperti dulu.“Kenapa kamu selalu pergi

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 7

    Aku mundur begitu Alex berkata demikian. Entah apa yang ada di dalam pikirannya. Kemarin dia memintaku untuk kembali dan rujuk dengannya. Aku kira, itu artinya dia juga akan mau menerima bayi ini dengan senang hati."Alika. Kamu bohong, kan?" Lagi, pertanyaan itu diajukan oleh Alex.Namun kali ini aku sudah tidak kuasa menjawabnya. Kulangkahkan kakiku mundur dari hadapannya dan berjalan ke teras.Satu persatu ingatanku soal Gibran terulang. Ia memakiku karena aku bisa secepat ini percaya lagi pada Alex. Bukan perkara mudah, aku melakukan semua ini karena ada janin di dalam rahimku. Aku pikir, dengan adanya bayi ini maka Alex akan semakin baik. Dan juga, aku tidak mungkin egois dengan tetap mengajukan perceraian karena di dalam rahimku ada darah dagingnya.Lantas sekarang, saat semua sudah berubah seperti ini aku bisa apa?"Alika. Jawab! Kenapa kamu justru pergi?"Aku menghela nafas panjang, lalu menatapnya. "Aku? Bohong? Lalu kamu pikir ini anak siapa?"Kali ini dia mengalihkan pand

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 6

    "Dia itu jahat, Alika. Jahat." Entah sudah kata keberapa yang diucapkan Gibran kali ini.Hari ini tiba-tiba saja dia mengajakku bertemu dan tanpa kuduga dia justru berkata demikian. Ini masih soal orang yang sama, Alex.Kali ini bukan aku yang mengatakan jika Alex jahat, tapi justru Gibran. Awalnya aku tak percaya dengan apa yang dia katakan, tapi ketika dia menyodorkan sebuah foto dihadapanku anggapanku sedikit berubah."Tapi, dia sangat baik di depanku, Gibran. Aku yakin dia sudah berubah. Siapa tahu ini hanya temannya, atau kebetulan bertemu saja dan kamu beranggapan lain," ujarku masih berusaha membela Alex.Gibran mengacak rambutnya kasar, lalu menyandarkan tubuhnya di kursi. "Terserah jika kamu tidak percaya. Yang terpenting aku sudah mengatakan yang sebenarnya padamu, bahwa Alex itu masih sama jahatnya." Dia seperti sudah menyerah, tapi aku memang sudah percaya lagi dengan Alex. Aku yakin dia sudah berubah."Tidak. Buktinya dia sekarang tidak pernah main tangan kepadaku. Bahkan

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 5

    Rasa penasaranku masih tinggi saat Alex tak kunjung menyahut panggilanku. Entah karena dia tak mendengar atau sengaja tak menjawab."Alex ...." ucapku lagi dengan setengah berteriak agar dia mendengar panggilanku.Aku masih menunggu di luar kamar, karena jujur saja aku takut jika dia marah ketika aku bertanya banyak soal yang dia lakukan di dalam. Terlebih aku sangat takut jika dia kembali memukuliku ketika aku berusaha masuk tanpa seijinnya.Namun sepertinya dugaanku salah, beberapa saat setelah aku meneriakinya, Alex menyembulkan kepalanya di pintu dengan senyuman lebar. Hal itu benar-benar di luar dugaanku."Ya, ada apa? Kamu tadi memanggilku?" ucapnya dengan lantas membuk pintu kamar lebar-lebar."Em, iy-iya. Kamu sedang apa?" tanyaku dengan hati-hati."Oh, aku sedang memasang foto pernikahan kita kembali. Maaf, seingatku dulu aku melepasnya dari dinding."Ya, saat itulah yang membuatku sekarang sangat trauma. Saat itu aku memaksa masuk dan bertanya perihal ia yang melepas beberap

  • Seragam Bekas Milik Keluargaku    Bab 4

    Kedua mata kami bertemu, rasanya di dalam relung hati sana masih ada getaran untuknya. Meski yang bagaimanapun dia tetap ayah dari janin yang kukandung dan kami pernah saling mencintai dengan sangat dalam."Aku sudah pernah mencintaimu dengan sangat, begitu juga sudah pernah kecewa dengan sikapmu. Rasanya aku hampir tak bisa mengenali kata-katamu lagi. Apakah itu serius, atau tidak," jawabku dengan mengatur nafasku, karena sejujurnya saja aku takut jika dia akan melayangkan pukulan atau tamparan kepadaku.Bukan karena apa, aku hanya takut jika bayi dalam kandunganku kenapa-kenapa. Meskipun dia belum tahu, tapi aku wajib melindunginya sampai dia lahir di dunia.Beberapa detik kemudian dia mengalihkan pandangannya dan menjambaki rambutnya. "aarrghh! Sudah cukup Alika. Aku memang pernah bersalah, dan kedatanganku sekarang ingin menebusnya. Tolong, percaya lah."Dia berjalan menjauh dariku dengan memakai baju yang ia ambil dengan kasar. Aku tak tahu harus percaya dengan kata-katanya atau

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status