Share

Bab 3

[Dasar sombong. Miskin saja belagu]

Itulah pesan Tante Gina yang baru saja masuk ke dalam ponselku. Aku hanya menghela nafas, lalu meletakkan benda pipih itu ke atas nakas lagi. Setengah jam lagi keluarga Zaki, anak dari pemilik ladang terbesar di daerahku, akan segera tiba di rumahku, jadi aku tidak ingin merusak suasana hatiku dengan meladeni pesan Tante Gina.

"Pesan dari siapa, Nduk? Kok nggak di balas? Zaki?" tanya Ibu ketika ia baru saja meletakkan beberapa makanan di atas meja sebagai jamuan untuk keluarga Zaki.

Aku terkejut, lalu menggeleng pelan. "Bukan, Bu. Dari orang salah kirim. Nggak penting."

Dengan sengaja, aku memang menyembunyikan semua itu dari Ibu. Alasannya masih sama, aku tidak ingin melihatnya bersedih. Karena pernah suatu ketika aku menyampaikan pesan seperti itu kepada kedua orangtuaku, tapi dua hari setelah itu Ibu sakit karena terlalu banyak memikirkan hal itu. Jadi sekarang, aku lebih memilih menyimpan pesan tak enak dibaca itu dari kedua orangtuaku.

Triingg

Satu pesan lagi masuk ke dalam gawaiku. Aku lantas mengambilnya, takut jika itu adalah pesan Zaki yang akan membatalkan kunjungannya.

Namun aku keliru, itu adalah pesan dari Tante Gina lagi.

[Lihat, masih ada banyak stok seragam di kamar. Hanya saja aku memang sengaja tak ingin memberikan pada keluargamu. Kalian orang miskin, tak pantas mendapatkan barang bagus seperti ini]

Astaga ... Aku mengelus dadaku sendiri ketika membaca pesan dari tanteku itu. Entah sebenarnya apa yang menyebabkan Tante Gina begitu membenci keluargaku. Padahal Ayah selalu tak pernah absen jika Tante Gina membutuhkan bantuannya.

..

Setengah jam berlalu hingga akhirnya sebuah mobil besar dan mewah masuk ke area pekaranganku yang kecil. Jantungku tak hentinya berdebar ketika kulihat satu persatu anggota keluarga Zaki turun dari mobil itu.

Aku yakin, kedua orangtuaku pun juga merasakan hal yang sama. Pasti mereka juga sedang berdebar kali ini. 

"Mbak, Mas Zaki ganteng banget," celetuk Arum lirih di sampingku.

"Hush, jangan keras-keras. Nggak enak," jawabku dengan senyuman lebar ketika kedua orangtua Zaki telah sampai di depan pintu rumahku.

Kami semua lantas masuk, ada lima orang anggota keluarga Zaki yang ikut serta termasuk dirinya. Sepertinya dua orang yang lain adalah kakak dan pamannya.

"Pak Tohir, maksud dan tujuan kami datang kemari adalah selain untuk silaturahmi, kami juga ingin meminta ijin untuk meminang anak Anda, Nana Sadea, untuk anak kami Zaki. Apakah Anda sekeluarga berkenan menerima kami sebagai besan Anda?" ucap Tuan Muh ketika kami telah berbincang.

Ayah terlihat sangat gugup dan pucat, aku tahu dia sangat terkejut dengan apa yang terjadi saat ini. "Maaf, Tuan. Anak kami ini dari keluarga miskin, tidak pantas bersanding dengan Den Zaki," ujar Ayah membuat kedua mataku mengembun.

Rupanya status ekonomi itu sangat berpengaruh dalam segala hal. Itulah mengapa kini aku sadar jika bekerja keras itu pantas kita lakukan agar tak terlalu dipandang sebelah mata oleh orang lain.

"Pak Tohir, kami sama sekali tidak membeda-bedakan soal itu. Justru karena hal itulah Zaki merasa mantap dan yakin dengan Nana. Nana adalah gadis yang baik, pandai, dia pandai mengaji, semangatnya luar biasa. Kami ingin anak kami Zaki bisa belajar banyak dengan semangat Nana," tutur Tuan Muh membuatku sedikit tersentuh.

"Benar, Pak. Saya tulus mencintai Nana. Saya ingin menjadikan dia sebagai pendamping hidup, bukan hanya sekedar melihat dari segi ekonomi. Justru setelah ini saya berniat ingin memulai semuanya dari nol lagi, bersama Nana tentunya. Saya tidak ingin membawa nama ayah saya dalam urusan rumah tangga saya nanti."

Aku kembali tertegun, Zaki yang kukenal sangat rajin beribadah itu rupanya memiliki pemikiran yang sangat dewasa dan terlihat sangat pantas dijadikan imam. Semoga saja, keputusanku dan keluargaku ini tidak akan salah.

Kami sepakat untuk menerima pinangan Zaki, dan rencananya pernikahan akan dilakukan sebulan kemudian setelah acara pernikahan anak dari Tante Gina.

"Oh iya, Pak Tohir. Saya ingin menyampaikan sekalian. Jadi setelah menikah nanti saya ingin jika Nana yang memegang urusan keuangan di ladang. Saya dengar dia adalah lulusan SMK dengan jurusan akuntansi," ucap Tuan Muh membuatku semakin terkejut.

"Tapi, Tuan ...."

"Sudah, anggap saja kamu bekerja di ladangku. Aku sangat kewalahan mengurus keuangan dari seluruh ladang di daerah sini. Mulai dari bibit, pupuk dan hasil penjualan. Dan Zaki juga sudah kuberi warisan dua buah ladang siap panen di utara untuk kalian setelah menikah. Semoga saja setelah itu, kalian bisa mengembangkan dengan baik. Dan juga, aku ingin mengajak Pak Tohir untuk ikut serta dalam pengolahan lahan di selatan. Kami kekurangan orang, Pak. Saya ingin Anda jadi pengawas."

Kali ini aku tak hanya berkaca-kaca, melainkan aku benar-benar meneteskan air mata. Begitu juga dengan kedua orangtuaku. Mereka menangis, begitu mendengar penjelasan dari Tuan Muh dan Zaki.

Setelah harga diri keluargaku diinjak-injak oleh Tante Gina, kini seakan Tuhan membalikkan seluruhnya dengan sangat cepat. Tak butuh waktu lama, Tuhan mengirimkan sebuah rezeki yang tiada tara untuk kami. 

Semoga saja, setelah ini kehidupan keluargaku akan segera membaik dan aku bisa membuktikan pada Tante Gina bahwa roda itu berputar dan aku siap berguling ke atas.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Akhirnya Nana menerima pinangannya Zaki
goodnovel comment avatar
Fernando Kanine
cerita bagus
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status