Share

Bab 5

"Hahaha ... Mana mungkin anak Tuan Muh yang kaya itu mau sama kakakmu, Arum. Mereka itu keluarga terhormat, sedangkan kalian, hanya mampu pakai seragam bekas," tutur Laras, anak bungsu Tante Gina yang kudengar juga sedang menyukai Zaki.

Arum bersiap hendak berteriak, tapi aku segera mencegahnya. "Iya, memang benar adikku bergurau. Dia hanya sedang berhalusinasi. Namun jangan salahkan takdir jika sampai suatu saat nanti derajat kita akan sama, atau bahkan lebih tinggi keluargaku, keluarga Pak Tohir," ucapku dengan lantang sembari menatap ayahku yang hanya menunduk pasrah.

Adikku menganggukkan kepala dengan sangat mantap, membuat semangatku berkobar dua kali dari sebelumnya. Ayah dan Ibu terlihat sedih, mungkin mereka menyayangkan sikapku dan Arum yang arogan. Padahal mereka sama sekali tidak pernah mengajarkan hal itu, mereka selalu mengajarkan kami dengan tutur kata yang baik dan harus menghormati orang yang lebih tua dari kami.

Namun sekarang, kondisinya berbeda. Mereka sudah terlalu jauh merendahkan keluargaku, dan sudah menjadi kewajibanku untuk membela kedua orangtuaku sampai titik darah penghabisan.

"Ayo Yah, Bu. Sepertinya kehadiran kita di tempat ini sudah cukup. Tante Gina, Om Burhan, Tari, selamat atas pernikahannya. Semoga menjadi keluarga yang sakinah, mawadah dan warohmah. Maaf jika keluargaku ada kesalahan, semoga setelah ini tak ada yang saling menjatuhkan diantara kita," tandasku dengan menatap mereka satu persatu.

Arum berjalan lebih dulu tanpa bersalaman pada Tante dan Omnya. Begitu juga denganku yang lantas mengikuti langkah Arum. Bukan kami bersikap tidak sopan, tapi mereka yang lebih dulu bersikap seperti itu kepada kami.

Ayah terlihat berat meninggalkan kediaman saudaranya. Mungkin ia tidak ingin ada perpecahan dalam keluarganya, tapi apa boleh buat jika kami terus menerus di rendahkan seperti ini. Bukankah semua manusia mempunyai derajat yang sama di mata Tuhan? Kenapa keluarga Ayah yang lain harus membandingkan kami?

"Dek, seharusnya tadi kamu nggak kasih tahu mereka kalau aku mau menikah sama Zaki," ujarku ketika kami sudah sampai di rumah.

"Habisnya aku benci, Mbak. Mereka merendahkan kita banget. Mbak rela kalau Ayah sama Ibu di injak-injak gitu?" tuturnya membela diri.

Ayah dan Ibu terdiam, mereka terlihat sedih dan terpukul usai kejadian ini. Dan aku paham betul bagaimana perasaan mereka.

"Nana, Arum. Sudah, jangan bertengkar. Kami tidak apa-apa, Ayah dan Ibu baik-baik saja. Bukankah begitu, Bu?" ujar Ayah meleraiku dan Arum yang berdebat.

"Benar, Nak. Biarkan saja mereka merendahkan kita, yang terpenting kita di mata Allah. Jangan lupa sholat, sedekah, insyaallah kita akan lebih tinggi dihadapan Allah," ujar Ibu ikut menasehati.

Memang, begitulah kedua orangtuaku mengajarkan. Kami tidak boleh membalas kejahatan oranglain, atau berbuat jahat terlebih dahulu. Meskipun hal itu tetap kupegang teguh, tapi aku juga tidak bisa terima jika kedua orangtuaku di rendahkan seperti itu. Walau bagaimanapun mereka semua juga harus tahu jika kekayaan dan kedudukan mereka tidak kekal di dunia ini.

"Yah, Bu. Terimakasih atas semua nasehat dan didikan yang baik kalian untuk kami. Hanya saja, biarkan kali ini aku dan Arum membuktikan kepada dunia jika kita masih punya harga diri dan wajib untuk tidak di injak-injak seperti itu. Arum ... Kamu sekolah yang bener, jadi anak pandai, setelah lulus cari kerja yang baik agar bisa membantu Ayah dan Ibu. Dan aku sendiri, sebisa mungkin akan berusaha demi kalian. Setelah menikah dengan Zaki aku ingin berusaha sekuat tenaga untuk mencari uang yang banyak dan mengangkat derajat kalian," ungkapku dengan kedua mata berkaca-kaca.

..

[Assalamualaikum, Nana. Ijinkan aku untuk membawamu ke ladang besok pagi. Kamu libur, kan? Aku ingin mengenalkan kepada para pekerja bahwa sebentar lagi kamu lah yang akan memegang dua ladang milik Ayah. Sekalian aku ingin mengajakmu ke toko untuk mencoba baju pernikahan kita.]

Lagi, kedua mataku mengembun setelah siang tadi aku juga sudah bersedih usai dari kediaman Tante Gina. Namun kali ini aku bukan bersedih, melainkan sangat bersyukur dan senang dengan pesan yang disampaikan oleh Zaki. Semoga saja ini jawaban dari doa-doaku selama ini.

[Waalaikumsalam, Aa. Maaf, apakah saya pantas untuk dibawa ke sana? Saya hanya dari keluarga miskin yang tak memiliki apa-apa]

[Jangan begitu, Nana. Saya sudah mantap untuk memilihmu menjadi pendampingku. Saya juga yakin kamu bisa mengurus semua usaha ini dan kita bisa sukses bersama-sama. Jangan hiraukan perkataan orang, yang terpenting bagiku adalah hatimu.]

Sungguh, aku sangat tersentuh dengan pesan yang dikirimkan oleh Zaki. Dia terlihat sangat tulus. Lagipula aku yakin jika Zaki dan keluarganya memang tulus, karena mereka berlatarbelakang dari keluarga yang taat agama.

[Baik, Aa. Saya akan menurutimu, semoga langkah kita selalu diberkahi oleh Allah]

Gegas kuletakkan gawaiku, lalu mengambil air wudhu dan melaksanakan sholat Isya. Rasanya hatiku tak bisa kugambarkan, antara sedih dan senang bercampur jadi satu.

Sebenarnya aku adalah wanita yang lemah, tapi ketika menghadapi Tante Gina aku tidak akan lemah. Sebisa mungkin aku akan melawan dan terus mempertahankan harga diri keluargaku. Aku tidak sabar, sampai mereka semua mendapatkan undangan pernikahanku dan Zaki. Akan seperti apa responnya nanti.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Sarti Patimuan
Semoga keluarga Zaki tulus kepada Nana
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status