Home / Romansa / Serenade Cinta Dibawah Bintang / Bab 38 Kata Yang Tak Terucap

Share

Bab 38 Kata Yang Tak Terucap

Author: San_prano
last update Last Updated: 2025-06-14 20:34:33

Hari-hari berlalu dengan ritme yang perlahan. Setelah kejadian di rumah sakit dan percakapan yang menghangatkan antara Luna dan Adrian, keduanya mencoba melanjutkan hidup masing-masing. Namun, seperti sisa hujan yang masih meninggalkan genangan di jalan, hati mereka pun belum sepenuhnya kering.

Luna kembali disibukkan oleh skripsi dan tugas akhir. Di sela-sela waktu menulis, ia sesekali membuka galeri foto lama. Bukan untuk menyiksa diri, tapi untuk mengenang betapa jauh mereka telah berjalan—dan betapa rapuhnya perasaan jika tidak dijaga dengan baik.

Suatu siang, saat hujan turun lagi, Luna duduk di kantin kampus bersama Ayu. Ia menyesap teh hangat sambil menatap luar jendela.

“Kamu udah coba ngobrol sama Adrian lagi?” tanya Ayu perlahan, nada suaranya hati-hati.

Luna menggeleng. “Belum. Kita masih suka saling kirim pesan. Tapi aku takut kalau kami buru-buru memperbaiki semuanya, lukanya justru makin dalam.”

Ayu mengangguk. “Mungkin memang harus pelan-pelan. Yang penting kalian nggak
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 40 Saat Semua Tak Lagi Sama

    Malam konser itu tiba lebih cepat dari yang mereka bayangkan. Langit kota terlihat bersih, bintang-bintang malu-malu muncul di sela awan, seolah ikut menanti sebuah pertunjukan yang sudah lama dipersiapkan. Aula kampus penuh sesak. Cahaya lampu panggung menari-nari, penonton berdatangan, dan deru suara penuh semangat memenuhi udara.Tapi di balik semua gemerlap itu, Luna berdiri di belakang panggung dengan napas tak beraturan.Bukan karena gugup akan penampilan Adrian. Bukan karena panggung megah yang harus ia kendalikan visualnya malam ini. Tapi karena dadanya sesak, tenggorokannya kering, dan suhu tubuhnya tidak bersahabat sejak sore tadi.Ia sudah merasa demam sejak siang. Tapi ia memaksakan diri tetap datang. Ini malam penting bagi Adrian—dan ia tak mau mengecewakan siapa pun. Terutama dirinya sendiri.Adrian sedang bersiap di ruang ganti, mengenakan jaket denim kesayangannya. Di tangannya, ia memegang lirik lagu yang sudah tak asing lagi—lagu tentang mereka, tentang proses, tenta

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 39 Awal Yang Baru

    Pagi itu, kampus masih sepi. Embun belum sepenuhnya hilang dari rerumputan taman, dan langit abu-abu menyisakan dingin yang menusuk. Tapi ada kehangatan yang aneh dalam dada Luna saat ia menatap pohon besar di sudut taman fakultas. Di bawah pohon itu, ia dan Adrian pernah duduk dalam diam—waktu itu mereka masih canggung, masih saling menahan kata. Tapi kini, setelah percakapan panjang semalam, sesuatu terasa berbeda. Ia tiba lebih awal hari ini. Di tangannya tergenggam sebuah kotak kecil berwarna hitam, berisi sesuatu yang ia siapkan sejak lama, tapi baru berani ia bawa sekarang—sebuah gantungan kunci berbentuk bintang, kecil, sederhana, tapi penuh makna. Itu hadiah ulang tahun Adrian yang seharusnya ia beri beberapa bulan lalu. Ia simpan karena waktu itu mereka bertengkar, dan lalu semuanya jadi rumit. Luna duduk di bangku yang basah oleh embun, memegang kotak itu erat-erat. Jantungnya masih berdebar. Percakapan semalam memang menghangatkan, tapi sekarang adalah ujian yang seben

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 38 Kata Yang Tak Terucap

    Hari-hari berlalu dengan ritme yang perlahan. Setelah kejadian di rumah sakit dan percakapan yang menghangatkan antara Luna dan Adrian, keduanya mencoba melanjutkan hidup masing-masing. Namun, seperti sisa hujan yang masih meninggalkan genangan di jalan, hati mereka pun belum sepenuhnya kering.Luna kembali disibukkan oleh skripsi dan tugas akhir. Di sela-sela waktu menulis, ia sesekali membuka galeri foto lama. Bukan untuk menyiksa diri, tapi untuk mengenang betapa jauh mereka telah berjalan—dan betapa rapuhnya perasaan jika tidak dijaga dengan baik.Suatu siang, saat hujan turun lagi, Luna duduk di kantin kampus bersama Ayu. Ia menyesap teh hangat sambil menatap luar jendela.“Kamu udah coba ngobrol sama Adrian lagi?” tanya Ayu perlahan, nada suaranya hati-hati.Luna menggeleng. “Belum. Kita masih suka saling kirim pesan. Tapi aku takut kalau kami buru-buru memperbaiki semuanya, lukanya justru makin dalam.”Ayu mengangguk. “Mungkin memang harus pelan-pelan. Yang penting kalian nggak

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Baba 37 Bersama Dalam Senyap

    Suara hujan rintik-rintik membasahi atap rumah sakit malam itu. Dari dalam kamar rawat, Luna duduk diam di sisi ranjang Adrian. Ia tidak lagi menangis, tapi mata sembabnya masih menyimpan sisa-sisa duka yang belum reda. Di antara mereka tidak ada lagi percakapan, hanya ada kehadiran yang pelan-pelan mulai menambal luka masing-masing.Adrian menatap ke arah jendela. Cahaya lampu jalan memantul samar di permukaannya. Ia belum tidur sejak percakapan terakhir mereka, pikirannya berputar seperti kaset rusak yang tak kunjung berhenti.“Kamu mau pulang?” tanyanya akhirnya, pelan.Luna menggeleng. “Aku masih mau di sini. Kalau kamu nggak keberatan.”Adrian tersenyum kecil. “Nggak, aku senang kamu di sini.”Luna menarik napas lega. Untuk pertama kalinya dalam berminggu-minggu, suara itu tidak terdengar dingin. Ada kehangatan, walau samar, yang membuat dadanya tidak sesak seperti sebelumnya.Ia memandang tangan Adrian yang masih terhubung dengan infus, lalu perlahan menyentuhnya.“Besok dokter

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 36 Luka Yang Tak Terlihat

    Udara pagi itu terasa lebih berat dari biasanya. Langit Jakarta mendung, seakan ikut merasakan apa yang tengah berkecamuk di hati Luna. Sejak menerima kabar bahwa Adrian jatuh sakit dan harus dirawat, dunia Luna terasa sepi. Ia mengurung diri di kamar kosnya selama dua hari penuh, hanya keluar sesekali untuk makan seadanya. Namun, tidak ada makanan yang benar-benar terasa di lidahnya.Suara notifikasi ponsel berkali-kali muncul, tapi ia tidak menghiraukannya. Grup kampus, notifikasi lomba, bahkan pesan-pesan dari Ayu dan Dita—semuanya tidak mampu mengalihkan pikirannya dari satu nama: Adrian.“Kenapa aku sejahat ini...” bisiknya lirih, menatap cermin dengan mata sembab.Kepalanya dipenuhi kilasan pertengkaran terakhir mereka. Suara Adrian yang terdengar kecewa. Kalimat-kalimat yang ia ucapkan tanpa berpikir. Ketegangan yang tak kunjung reda hingga akhirnya komunikasi benar-benar terputus. Dan sekarang, dalam diam dan jarak, ia dihantam kenyataan bahwa orang yang ia cintai sedang berju

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 35 Langit Yang Tak Sama

    Hari pengumpulan karya lomba tiba lebih cepat dari dugaan Luna. Pagi itu, ia bangun lebih awal, bahkan sebelum alarm berbunyi. Langit Jakarta masih kelabu, dan embun di luar jendela kosnya belum menguap sepenuhnya. Ia menatap layar laptop yang menyala di meja kecilnya. File audio dan video penampilan sudah tersimpan rapi—hasil latihan panjang dengan Adrian selama dua minggu terakhir. Ia menarik napas panjang, lalu menekan tombol “Submit.” Selesai. Tapi entah kenapa, bukannya lega, ia justru merasa hampa. Seperti ada yang tertinggal. Beberapa jam kemudian, ia dan Adrian bertemu di taman kampus. Bukan untuk latihan lagi—semua sudah selesai. Mereka hanya duduk berdua di bangku kayu yang agak lapuk, di bawah pohon flamboyan yang mulai gugur. "Jadi… kita udah resmi submit ya,” ujar Adrian, memecah keheningan. Luna mengangguk. “Iya. Makasih ya, Yan… buat semua bantuannya.” Adrian tersenyum kecil, tapi matanya tampak letih. “Lagu kita keren banget. Kamu yang buat itu jadi hidup.” “Ta

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status