Home / Romansa / Serenade Cinta Dibawah Bintang / Bab 63 Arah Nada Bersama

Share

Bab 63 Arah Nada Bersama

Author: San_prano
last update Last Updated: 2025-07-17 07:13:21

Senja menyaput indah kafe kayu di kawasan Kotabaru, Yogya. Lampu temaram dan irama akustik pelan mengisi ruang, menciptakan atmosfer yang hangat dan penuh harapan. Luna duduk di bangku panjang dengan secangkir kopi susu di tangan. Di depannya, Adrian tersenyum kala meletakkan teh panggang. Ini adalah pertemuan mereka setelah pameran di Jogja — pertemuan penting untuk membicarakan arah baru bersama.

Luna menyeka uap kopi dari permukaan cangkir. “Tiga hari sejak acara, aku merasa lega sekaligus semangat lagi,” ujarnya. “Responnya baik, pesan ‘Nada yang Menyatukan’ memang sampai.”

Adrian mengangguk, perhatiannya tak lepas dari mata Luna. “Dan sekarang banyak tawaran datang — festival di Jakarta, workshop di Solo, Bali, bahkan tawaran podcast tentang musik dan healing.”

Ia menambahkan sambil menyodorkan ponselnya, memperlihatkan rangka jadwal. Luna menggeser pantulan layarnya, membaca tawaran, dan matanya berbinar. “Kalau kita gabungkan semua... bisa jadi tur musik-education. Bukan konser
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 89 Bayang-Bayang Yang Belum Padam

    Malam itu, Jakarta tampak redup oleh cahaya lampu jalan yang menyebar seperti cahaya bintang di antara kabut. Adrian duduk di dalam mobilnya, terparkir di depan kafe tempat ia biasa bertemu dengan beberapa musisi dan produser. Hari itu, ia baru saja menyelesaikan sesi mixing lagu terbarunya—lagu yang semestinya terasa lega setelah diselesaikan. Tapi tidak malam ini.Di genggamannya, ada pesan suara yang baru saja dikirimkan oleh salah satu staf dari label.“Mas, tadi mbak Reina mampir ke studio. Dia katanya mau ngobrol langsung soal proyek duet itu. Saya udah bilang Mas Adrian lagi sibuk, tapi dia bilang nggak apa-apa nunggu. Btw, kelihatannya dia tahu banyak soal struktur internal label…”Adrian mematikan suara pesan itu sebelum selesai. Nama Reina, produser wanita yang dulu sempat dekat dengannya saat proyek musik beberapa tahun lalu, kini kembali muncul di hidupnya. Dulu, hubungan profesional mereka sempat menimbulkan gosip. Tak ada yang terjadi, memang. Tapi Luna… Lu

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 88 Rasa Curiga Yang Tumbuh

    Jakarta kembali diguyur hujan. Rintiknya menari di kaca studio, menciptakan irama alami yang mengiringi suara minor dari dentingan tuts piano yang dimainkan Adrian. Tapi pikirannya tidak berada di dalam ruangan itu. Ia melayang entah ke mana—ke kota lain, ke orang yang kini rasanya makin jauh, bahkan dalam diam.Sudah dua hari sejak Luna mengabarkan tentang beasiswa ke Bali. Adrian tentu senang. Seharusnya. Tapi entah mengapa, ada ruang kosong yang tidak bisa diisi dengan kata-kata. Seolah jarak yang akan mereka tempuh tak sekadar kilometer, tapi juga perasaan yang makin renggang.Ia menatap ponsel yang diletakkan di samping keyboard. Ada beberapa pesan belum dibaca, semuanya dari Luna. Adrian belum membalas. Bukan karena tak peduli, tapi karena tidak tahu harus berkata apa. Ia tahu ini bukan salah Luna. Tapi tetap saja, ada suara kecil dalam hatinya yang bertanya: kenapa tidak didiskusikan dulu?Ketika seseorang memilih jalan besarnya tanpa melibatkanmu, apakah itu artinya... mereka

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 87 Keputusan Yang Tak Sederhana

    Langit pagi di Kyoto berwarna abu-abu pucat. Awan menggantung rendah, seolah menyerap setiap detik keraguan yang mengisi benak Luna. Di tangannya, surat tawaran beasiswa dari program magister seni yang prestisius di Bali tampak begitu nyata, begitu menggiurkan. Tapi bersamaan dengan itu, hatinya terasa berat.Luna duduk di balkon penginapannya, mengenakan sweater hangat dan memeluk lutut sambil menatap halaman kosong jurnal pribadinya. Angin bertiup pelan, membawa aroma teh hijau dari dapur. Tapi bahkan aroma favoritnya tak cukup untuk menenangkan badai pikiran di kepalanya."Ini kesempatan sekali seumur hidup," gumamnya lirih.Tapi kesempatan itu datang di saat yang paling rumit.Hubungan dengan Adrian—yang sempat membaik setelah segala dialog terbuka dan kejujuran yang mereka rawat—kini perlahan meredup kembali. Bukan karena kurang cinta, tapi karena dunia mereka seperti tak mau bersinggungan. Campur tangan Edward yang semakin menjadi, ditambah tekanan Adrian dalam

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 86 Campur Tangan Yang Tak Diundang

    Udara pagi di Jakarta masih basah oleh sisa hujan semalam. Aroma tanah yang lembap menyusup ke sela-sela jendela apartemen Adrian. Ia duduk di ruang tengah, mengenakan hoodie kelabu dan celana training, menatap layar laptop yang menampilkan grafik laporan keuangan dari label musik barunya. Sambil menyesap kopi, ia mengernyit—ada satu kolom anggaran yang tampak tak sesuai.Suara ketukan di pintu memecah konsentrasinya. Adrian bangkit, membuka pintu, dan mendapati seseorang yang tidak ia sangka akan datang sepagi ini.“Pak Edward?”Lelaki paruh baya itu berdiri tegak dengan setelan jas rapi dan tatapan yang tak berubah sejak pernikahan ibunya—dingin, kaku, dan penuh ekspektasi.“Kita perlu bicara,” ujar Edward tanpa basa-basi, melangkah masuk tanpa menunggu izin. Adrian menahan napas, menutup pintu perlahan.Mereka duduk berhadapan. Edward mengeluarkan map cokelat dan menyeret laptop Adrian ke arahnya.“Aku lihat laporanmu. Proyek duet dengan penyanyi Korea itu memang menarik, tapi kamu

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 85 Ruang Bicara Yang Terbuka

    Langit Kyoto berwarna kelabu saat Luna duduk di tepi jendela kamarnya. Hujan ringan turun membasahi kaca, menciptakan pola-pola abstrak yang tak beraturan. Di hadapannya, secangkir teh hijau mengepul hangat. Tapi bukan aroma teh yang membuat hatinya berdebar—melainkan email yang baru saja masuk dengan subject yang sederhana: "Untuk kita yang belum selesai."Luna menatap layar laptop dengan campuran rasa penasaran dan gugup. Ia tahu itu dari Adrian, bahkan sebelum membukanya. Selama beberapa hari terakhir, hubungan mereka memang perlahan mencair kembali, tapi belum ada obrolan yang benar-benar menyentuh inti persoalan.Tangannya bergerak membuka email itu."Luna,Aku nggak lagi menulis sebagai musisi atau tunanganmu. Tapi sebagai seseorang yang ingin jujur tentang apa yang pernah membuat kita hampir melepaskan.Aku tahu aku banyak diam saat kamu butuh bicara. Aku terlalu sibuk membuktikan ke dunia bahwa aku bisa… sampai lupa membuktikan bahwa kamu adalah alasan kenapa semua itu layak

  • Serenade Cinta Dibawah Bintang   Bab 84 Rasa Yang Bertahan Senyap

    Senja mulai turun di Kyoto, menggores langit dengan semburat jingga lembut yang membasuh atap-atap kota tua. Di dalam kamar asramanya, Luna duduk di depan meja kerja, menatap layar laptop yang menyala lemah. Di layar itu, terbuka halaman kosong dari surat balasan yang belum sempat ia kirim pada Adrian.Sudah hampir dua minggu sejak “Janji Hati” dinyanyikan Adrian di festival kolaborasi Asia. Luna menonton rekamannya berulang kali—bukan karena belum hafal, tapi karena tiap baitnya terasa seperti luka yang belum sepenuhnya sembuh, namun juga seperti salep yang menenangkan.Ia menarik napas panjang. Suara Adrian di video itu bukan hanya suara kekasih. Tapi suara seseorang yang sedang memeluknya dari jauh, membisikkan, “Aku masih di sini.”Namun bahkan dengan semua keyakinan itu, jarak tetap menyisakan jeda. Diam-diam yang tak sepenuhnya bisa diisi kata-kata.Luna menutup laptopnya perlahan. Di atas meja, tergeletak sebuah undangan acara penghargaan animasi kampus—acara

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status