Bams enek. Iya, enek banget melihat Tristan. Sahabatnya itu udah kayak ketakutan bakal kehilangan mangsanya. Masa iya begitu Bimo masuk kantin ia langsung ngacir ke meja Titan? Berusaha mengamankan hak miliknya. Hak milik apaan dah? Toh kalau ketemu, yang ada Titan sama Tristan selalu saja berantem. Gimana mau menjadikan Titan hak miliknya coba?
Bams menggerutu. Baginya, cara Tristan itu beneran tidak etis banget. Selalu saja cari masalah sama Titan supaya bisa dekat. Macam bocah SD lagi falling in love aja.
Yah, wajar juga sih. Sahabatnya yang satu itu memang agak bloon. Dari dulu kalau Tristan pacaran, pasti selalu dia duluan yang didekati cewek-cewek. Menarik perhatian Tristan sana-sini, jalan sana-sini,sementara ia hanya tinggal menjalankan tugas akhir. Tinggal nembak yang sudah pasti bakalan diterima. Yah, dia me
Pulang sekolah seperti biasa, Tristan baru masuk kelas untuk mengambil tas sekolahnya setelah bel pulang berbunyi sekitar setengah jam yang lalu. Sebenarnya ia sehabis bolos bersama yang lain, tapi ketika ia terbangun hanya sendirian, ia tahu pasti yang lain sudah ngacir duluan entah ke mana.Setelah mengambil tas dan melangkahkan kaki ke parkiran motor, ia tertegun melihat dua sosok yang paling ingin ia pisahkan justru sedang tertawa berduaan.Titan yang ia lihat naik ke atas motor Bimo. Tristan berdecih. Hilang sudah ketenangan yang ia dapat dari tidur siang bolongnya tadi.Sedekat itukah mereka?Tristan bersembunyi di balik pohon, mengintip motor Bimo yang melaju meninggalkan parkiran. Matanya memicing tajam ketika melihat tangan T
Pagi ini, Titan bangun sendiri. Suatu mukjizat yang amat sangat jarang terjadi. Tidak begitu spektakuler hingga layak menjadi kejaiaban dunia yang kedelapan namun cukup pantas untuk dihadiahkan sebuah penghargaan.Ia bangun pukul setengah enam pagi hari ini. Bangun lebih awal bahkan tanpa bantuan alarm alaminya yaitu Aldo yang selalu semangat meneriaki namanya kencang-kencang bak ibu-ibu habis kena jambret. Ia juga bangun dengan tubuh segar bugar rasanya. Seolah ia baru bangun dari tidur cantik seratus tahun ala putri tidur.Pokoknya yang jelas, tidurnya semalam nyenyak sekali. Kenapa, ya?Sehabis mandi, ia lalu menatap cermin. Terbesit keinginan untuk sedikit berdadan hari ini. Jarang-jarang dia niat berdandan.Entah atas dasar motivasi apa ia mau repot mengurus penampilannya sendiri.
Suasana kelas XII IPA 1 sangat tertib pagi ini. Semua anak duduk manis di bangku masing-masing. Mulai dari banyaknya biang kerok yang bersarang di kelas itu maupun segelintir anak yang cukup pendiam. Semua pantat di kelas itu seolah direkatkan dengan lem tikus anti kaleng-kaleng.Geser dikit tuh pantat, langsung mampus!Ya, karena yang mereka hadapi sekarang adalah iblis kelas atas. Bu Damara yang sedang gencar berkhotbah di depan sana mengenai materi PPKN dengan mata elangnya yang dapat mengeluarkan laser pembunuh bila melihat sedikit saja gerakan kecil yang mencurigakan.Bahkan Tristan dan teman-temannya pun duduk di bangku masing-masing. Biar bagaimana pun, mereka perlu cukup daftar kehadiran kalau mau lulus. Apalagi guru satu ini tidak akan pernah main-main dengan hukumannya. Akal
Ketika bel istirahat pertama berbunyi, Titan sengaja keluar kelas terakhiran. Ia was-was kalau harus ketemu Tristan lagi dan menghadapi segala hal absurd yang cowok itu lakukan seperti kemarin.Ia berjalan sendirian ke kantin, pasalnya Rheva membawa bekal makannya sendiri dan Bimo harus membantu salah satu guru yang entah untuk urusan apalah itu.Biarlah, ia akan berjuang sendirian demi ketentraman dan kesejahteraan penghuni perutnya.Titan menuruni tangga dengan aman tanpa tanda-tanda kehadiran makhluk yang membahayakan itu, tapi karena memang pada dasarnya dia tak pernah beruntung, maka saat berbelok di koridor lantai bawah, dengan apesnya ia justru bertabrakan dengan Tristan.Cewek itu gelagapan, ia sudah tak berharap agar lenyap d
Titan rasanya baru merem sesaat, tapi rasanya ada yang mengganggunya entah apa itu. Ia merasa selimutnya ditarik-tarik dari bawah kakinya. Dengan kesal, ia terus balas menarik selimutnya."Ck!" decihnya kesal.Baru saja tenang kembali, ia merasa telapak kakinya tiba-tiba dingin pertanda selimutnya disingkap sedikit, lalu gelitikan kecil mendarat di kedua telapak kakinya."Hmm!" gumaman tak jelas keluar dari mulutnya.Titan menekuk kedua kakinya dan mengkerut di balik selimutnya. Ia sekarang merasa sisi kiri kasurnya tenggelam, seolah ada yang baru bergabung ke atas kasurnya. Karena ia masih setengah berada di alam mimpi, ia mengabaikannya.Kemudian elusan pelan mendarat di puncak kep
Sinar matahari sudah muncul menembus jendela kamar seorang gadis yang tidak tertutup gorden, namun tetap tidak mempan untuk membangunkan sang empunya kamar. Gadis itu masih nyaman bergelung di balik selimut tebalnya, bermimpi tentang entah apa karena ia nampak seolah tak mau bangun dari dunia kapuk.Ya, Titan memang tidur bak orang mati.Sudah wajib hukumnya, tiap pagi Aldo harus melatih kelenturan pita suara dengan membangunkan adik semata wayangnya. Seperti Senin pagi ini pula,ia sudah berkacak pinggang di samping tempat tidur adiknya dan bersiap untuk ritual membangunkan orang mati dari kubur."Bangun." Ia selalu memulai dengan suara pelan.Sudah pasti belum ada tanda-tanda kehidupan di balik selimut itu.
Titan benar-benar kepayahan harus mengangkat semua buku cetak ini sendirian. Memang dasar nasibnya yang apes."Mana ini raknya tinggi-tinggi pula," gerutunya sembari mengembalikan beberapa buku cetak pelajaran ke rak kayu yang tinggi sesuai mata pelajarannya.Bibirnya sampai manyun lima senti saat terus menggerutu.Saat itu juga tiba-tiba ada satu tangan menghimpit rak kayu tertinggi disertai wajah seorang cowok yang menunduk menghadapnya. Cowok itu tersenyum miring."Pendek banget sih," katanya dengan senyum menyebalkan seperti biasa."Bisa lo minggirin muka lo itu?" Titan mendongak menatapnya kesal."Kenapa? Nggak kuat lihat muka
Esok sorenya, Tristan sudah nangkring ke rumah Titan seperti biasa. Sudah menjadi rutinitasnya belakangan ini untuk menjadi guru privat Titan. Dia sih mau-mau aja sekalian pendekatan gitu kan.Tristan melangkahkan kaki ke lantai dua rumah itu setelah berbincang sebentar dengan Aldo. Rumah yang sudah ia kenal baik seluk beluknya saking seringnya ia berkunjung. Ia juga diterima baik oleh Aldo, membuatnya tak lagi merasa canggung walau keseringan mampir begini.Anggap aja rumah sendiri!Ia bahkan tak perlu repot-repot mengetuk pintu kamar berwarna krem satu ini. Ia mah tinggal buka terus nyelonong masuk gitu aja. Saat masuk, ia melihat si pemilik kamar lagi asik baca novel di atas kasur. Si pemilik kamar menoleh sekilas, lalu menutup novelnya untuk bersembunyi di balik selimut tebal dan h