Bagian 11
Seperti kata pepatah "Anak adalah pembawa rezeki" dan kita juga tidak akan pernah menyangka datangnya darimana. Hari ini terbukti saat rumah tiba-tiba ramai dengan puluhan warga membuat Nenek Fatma melongo sendiri. Bagaimana tidak coba? Segala jenis buah-buahan segar, kue, dan beberapa camilan kering. Tersedia dengan sendirinya tanpa Nenek Fatma perintah apalagi minta. Pantang, ya, bagi orang kaya minta-minta. Semua terjajar rapi di atas karpet tebal juga ucapan "SELAMAT DATANG SI KEMBAR" menggantung sempurna di dinding.
"Nek, siapa yang membuat ini semua?" Shinta masih tidak percaya jika akan mendapatkan sambutan semeriah ini."Para warga tadi yang bawa, mereka sengaja mengadakan syukuran untuk kelahiran si kembar," terang Mirna sambil tersenyum tulus. Mirna pun meletakkan bayi Shinta ke dalam box.
"Box, ini bukannya belum ada, ya? Kenapa sekarang sudah ada di sini? Dan kenapa warnanya berubah?" Shinta menunjuk dua box bayi yang berada di ruang keluarga, berbeda dengan box bayi yang dibelinya waktu ke kota.
"Ini namanya rezeki bayi, Non. Box itu hadiah dari PT Elang, mereka bilang sebagai hadiah untuk Non Tata sebab karna Non Tata, produk yang mereka luncurkan laris manis di pasaran," terang Mirna sambil menyelimuti bayi mungil itu. Sesekali bayi itu menggeliat lalu tidur kembali. Fatma juga menyerahkan bayi laki-laki yang digendongnya kepada Mirna agar diletakkan sejajar dengan bayi perempuan.
"Ya, sudah! Kamu urus semuanya, ya, Mirna. Dan Tata, kamu istirahat dulu di kamar, kamu pasti capek."
"Tapi, Nek. Bagaimana dengan mereka semua? Mereka sudah susah payah nyiapin ini semuanya buat aku dan anak-anak bagaimana bisa aku tinggal?" Shinta enggan beranjak dari tempat itu.
"Baiklah! Terserah kamu, tapi setelah acara selesai, lekas istirahat, Ya! Kamu belum pulih benar." Fatma menepuk lembut punggung Shinta.
"Siap, Ndan!"
"Sejak kapan namaku berubah jadi Ndan," sengit Fatma tidak terima. Shinta langsung meringis
"Aduh, Nek. Gaul dikit kenapa seh. Kak Shinta itu bukan mengganti nama untuk Nenek, tapi memberikan gelar." Fatma menaikkan satu alisnya.
"Benar begitu?"
"Iya, Nenekku yang cantik." Rayu Shinta.
"Memang Kamu pikir aku tidak tahu itu," sinis Fatma "Sudah minggir Kamu, Mir. Aku mau bersih-bersih dahulu sebelum menemui para tamu," Mirna pun memberi jalan kepada Fatma.
"Dimana Bu Ujang, kenapa aku tidak melihatnya?" tanya Fatma sebelum benar-benar pergi.
"Dia ada di belakang sama Ina, Nyonya. Banyak banget barang di belakang, silahkan diperiksa pasti bakal shock lihatnya," ucap Mirna
Sebelum pergi ke kamarnya untuk bersih-bersih, Fatma menyempatkan diri ke belakang untuk menengok keberadaan Bu Ujang dan Ina.
Mereka terlihat sibuk memindahkan makanan dari kantong kresek ke dalam piring. Ada beberapa keranjang buah juga entah darimana datangnya semua itu. Tapi yang pasti, semua ini berkah dari kehadiran dua bocah tidak berdosa itu.
"Aku tidak salah menerima gadis itu di rumah ini. Perbuatan dia memang keliru dengan hamil diluar nikah. Tapi, kedua anak itu tidak berdosa. Sehingga banyak orang yang sayang terhadapnya," lirih Fatma. Dia tidak jadi mendekati Bu Ujang dan Ina yang sibuk menata barang bawaan warga. Dia merasa perlu mandi dan ganti baju untuk menghadiri jamuan dadakan di rumahnya sendiri.
Setiap ada kebaikan pasti ada keburukan. Setiap ada yang menyukai, maka sebagian yang lain otomatis ada membenci, begitulah kodrat hidup manusia. Mereka memiliki daya pikir dan cara pandang yang berbeda. Sehingga persepsi orang tentu akan bermacam warna.
Seorang ibu-ibu gemuk menatap sinis semua orang. Dia begitu membenci kehadiran Shinta. Dia menganggap bahwa Shinta itu memiliki mantra sihir, sehingga semua orang suka kepada Shinta.
"Hai, Jamilah, tumben baru kelihatan? Darimana saja? Gabung sama kita-kita sini. Banyak makanan lho," panggil salah satu warga yang melihat Jamilah si tukang gosip melewati jalan depan rumah Fatma. Kebetulan para warga yang asyik makan camilan di bangku panjang halaman rumah melihatnya.
"Ngapain saya ikut makan kalian? Apa kalian tidak tahu, Tata itukan masih perawan, tapi bunting lalu punya anak. Apa kalian tidak takut, anak-anak kalian akan ketularan? Secara, ya, orang lahiran di luar nikah malah kalian rayakan. Apa nanti kata anak zaman now. Mereka pasti akan meniru apa yang kalian lakukan ini," seru Jamilah menghasut.
"Jamilah, Kami hanya sekedar makan dan minum, apanya yang meniru?" ucap salah satu warga. Jamilah sebenarnya ingin juga makan dan minum bersama warga yang lain. Apalagi makanan dan minuman yang tersaji nampak menggoda selera."Ya, meniru apa yang dilakukan perempuan jalang itulah, secara, ya. Para warga pada happy menyambut kedatangan bayi haram itu. Otomatis para gadis di kampung ini juga akan menganggap remeh perkara hamil di luar nikah. Pasti mereka juga bakal berdalih gini "Noh, Si Tata hamil di luar nikah gapapa tuh diramaikan warga" Iyakan?" Jamilah semakin gencar menyulut api. Beberapa warga saling menatap satu dengan yang lainnya.
"Lalu, harusnya Kami bagaimana?" timpal warga yang lainnya."Terserah kalian, lah! Kalau aku seh, aku ogah lama-lama berada di tempat berdosa ini."
"Astaga ... Jamilah! Jaga ucapan Kamu! Kalau bicara jangan sembarangan, Nenek Fatma tuh orang baik, dia banyak membantu warga yang kesulitan," bela warga yang sedari tadi diam saja. Dia tidak terima jika ada yang menjelek-jelekkan orang yang berjasa di dalam hidupnya.
"Iya, tapi kebaikannya tercemar, karna ada perempuan gatal itu di rumahnya. Apa kalian tidak takut, suatu hari nanti suami kalian yang digoda oleh gadis beranak itu." Jamilah, ya, mulutnya kayak cabe rawit saja.Pedes banget."Jamilah, apa maksud Kamu? Nona Tata orangnya baik, dia itu santun dan ramah. Dia juga cantik, mana mungkin mau menggoda suami Kita yang cuma jadi kuli kebun," jujur warga yang berhati baik itu.
Dia termasuk warga yang senang akan kehadiran Shinta, sebab dengan hadirnya Shinta, suaminya lebih sering dapat pekerjaan. Padahal, dulu hanya seminggu dua atau tiga kali kerja, sekarang jadi setiap hari, karna lapangan pekerjaan semakin bertambah sejak kebun Fatma dikelola oleh Shinta.
"Karna kecantikannya itulah, dia memikat suami orang. Jangan-jangan dia juga hamil dari hasil selingkuhan sama suami orang. Makannya dia diusir dari rumah dan akhirnya terdampar di sini." Jamilah lagi-lagi membuat camilan gosip yang membuat lawan mainnya terlihat bodoh. Dua diantara warga itupun mulai terhasut. Hanya satu warga yang baik itulah, masih menganggap Shinta sebagai gadis yang baik.
"Jangan asal menyimpulkan, itu bisa jadi fitnah," tegur warga baik itu."Kalau kenyataan, apa kalian tidak takut? Anak-anak kalian atau suami kalian meniru perbuatan Tata? Secara-kan kalian jelas-jelas menganggap perbuatan Tata ini wajar. Anak haram kok diramaikan oleh seluruh kampung. Malu-maluin Pak Ustadz saja," kata Jamilah sambil mencomot satu gorengan yang dari tadi menggoda selera makannya.
"Hai, perempuan tidak tahu diri," bariton suara itu membuat Jamilah menjatuhkan gorengan yang hampir saja mendarat di mulutnya.
To be continueBagian 12"Hai, perempuan tidak tahu diri," bariton suara itu membuat Jamilah menjatuhkan gorengan yang hampir saja mendarat di mulutnya."Kalau Kau hanya ingin membuat masalah dan menggosip lebih baik cepat pergi dari sini! atau, aku akan berbuat hal yang kurang baik terhadap dirimu." Mata elang Udin memindai tubuh Jamilah. Mata itu bagaikan busur beracun yang siap membidikkan anak panahnya kapan saja."Maaf! Maaf saya tidak ber_." Mendadak Jamilah yang super jago bersilat lidah itu kehabisan stok kata-kata. Dia mundur ke belakang hingga mencapai motor yang tadi sempat dia tinggalkan. Sedangkan mata elang Udin semakin melebar. Membuat Jamilah gugup dan gemetar, bahkan dia kesulitan mencari kunci motornya. Dengan gugup dia meraba saku tapi tidak ada. Ternyata masih menempel di tempatnya."Cepat pergi atau_." Belum selesai Udin berucap, Jamilah segera kabur bersama motornya. Para ibu-ibu yang tadi melihat menahan tawa yang hampir saja meledak, untung mer
Bagian 13Delapan bulan telah berlalu.Saat itu, setelah luka bekas jahitannya mengering, Shinta mulai beraktivitas kembali membantu pembukuan toko. Shinta menemukan banyak kejanggalan tentang pendapatan dan pengeluaran. Sebab memang Nenek Fatma kurang memperhatikan hal yang seperti itu. Nenek Fatma hanya tahunya berjualan hingga barang habis, baru dia akan membeli lagi. Sehingga para pelanggan yang tidak mendapatkan barang dari toko Nenek Fatma, mereka langsung pindah ke toko lainnya untuk mendapatkan barang yang mereka perlukan. Alhasil, banyak pelanggan yang pindah sebab kecewa.Meski Shinta sudah membenahinya sewaktu hamil, tapi sepertinya tidak ada yang meneruskannya lagi di saat Shinta libur dua bulan untuk pemulihan tubuhnya. Sehingga toko terbengkalai lagi.Shinta lalu membuat pembukuan toko, mencatat semua pengeluaran juga pemasukan, sehingga barang-barang persediaan di dalam toko tetap stabil. Shinta gigih berjuang agar
Bagian 14"Bagaimana dengan stok bahan baku kita? Apakah masih bisa mencapai target?" Seorang pria mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jari-jarinya. Ada tiga orang tengah duduk di hadapannya. Dua jam yang lalu dia mendapat laporan dari kepala bagian produksi bahwa beberapa hari terakhir bahan baku tersendat sebab pengiriman bahan baku terkendala cuaca selain itu, hasil panen di beberapa tempat yang mengalami kegagalan karna faktor alam."Persediaan barang di gudang sudah menipis Pak. Dan supplier kita bilang jika pengiriman bahan masih membutuhkan waktu lima sampai satu minggu lagi." Seorang pria berkemeja putih itu menyampaikan informasi."Harga barang lagi bagus-bagusnya, dan permintaan konsumen meningkat Pak! Tapi kita kekurangan stok bahan baku.""Saya meminta kalian berkumpul di sini untuk mencari solusi, bukan hanya untuk membuat kepalaku semakin pusing." Gertak Adi selaku pemimpin utama di pabrik. Dia tidak menyangka akan mengalami kendal
Bagian 15Senyum terpancar jelas dari bibir Shinta. Dengan diantar oleh Udin, dia datang ke tempat yang telah diberitahukan oleh Budi. Sebuah kantor yang tidak terlalu besar, namun begitu bersih dan rapi. Halamannya di hiasi oleh taman yang begitu sedap dipandang."Masih seperti 10 tahun yang lalu," ucap Shinta tanpa sadar. Dia ingat jika dia dan teman-temannya pernah mengunjungi pabrik ini bersama guru saat masih sekolah. Industri makanan ringan ini terkenal akan cita rasa yang enak dan nikmat selain itu, pabrik ini juga lebih mengutamakan kebersihannya."Apa kau pernah kemari?""Iya, aku dan teman-teman satu kelas. Kami di beri peci bergambar logo pabrik itu," Shinta menunjuk logo yang terpampang begitu jelas di sana. "Tapi sepertinya logo itu telah berubah," ucap Shinta kemudian. Dia menunjuk sebuah bangunan yang berada di dalam pagar, yang jaraknya lumayan jauh dari tempatnya berdiri. Seorang satpam tampak duduk santai di dalam gerbang.&nb
Bagian 16"Maaf, Tuan! Adikku tidak sengaja." Aisyah memegang lengan Azam dan meremasnya pelan, agar acara menyalahkan itu tidak ada. Bukannya tidak mampu melawan, tapi Aisyah tidak mau menjadi pusat perhatian dengan menciptakan keributan di mall ITU.Pria berjas hitam, rapi dan bersih itu malah sibuk dengan benda pipih di. Dilihat dari baju yang melekat pada tubuhnya dari atas sampai bawah, sudah bisa dipastikan jika orang itu dari kalangan yang berada. Dia berulang kali menoleh ke kanan dan ke kiri celingukan seperti mencari
Bagian 17Seseorang yang kini tengah berada di dalam mobil. Pria itu semula hanya menatap lurus ke depan. Tapi kemudian tanpa sengaja dia menoleh ke kanan. Tatapannya tepat mengenai wajah cantik Shinta yang nampak memegang benda pipih di pipi sebelah kanan.*Benarkah apa yang aku lihat ini? Diakah itu? Tapi kenapa semuanya nampak berbeda. Dan laki-laki itu, siapa dia. Tidak mungkin! Shinta adalah gadis yang sederhana dan tidak pernah lepas dari kacamata. Tapi dia ... Dia begitu modis dan cantik. Tunggu! Wajah, ya wajah itu sangat mirip. Apakah ada orang yang begitu mirip atau memang orang yang sama."*"Tuan, silahkan!" ucap seorang pria yang tak kalah tampannya dari sang Bos. Pria yang duduk di bangku itupun tersentak, lamunannya hilang bersama dirinya pindah ke kursi roda, dibantu oleh sang asisten."Joe ... !" Belum sempat pria itu meneruskan kata-katanya Budi datang bersama dua karyawan lainnya."Selamat pagi menjel
Bagian 18"Shin Shin! Kumohon untuk kali ini dengarkanlah aku," Shinta memejamkan matanya saat tangannya dicekal oleh Ari. Tidak bisa dipungkiri jika rasa cinta itu masih ada. Entah kenapa rindu itupun semakin menggebu. Bahkan janjinya untuk membenci ayah dari anak-anaknya itu, tidak bisa dia tepati. Andai saja Shinta tidak ingat akan penderitaan yang dia alami, mungkin dia sudah menenggelamkan kepalanya di dada kekar mantan kekasihnya itu.Shinta menyapu kasar air mata yang hampir saja terjatuh dengan lengannya. "Maaf Tuan! Anda salah orang, aku Tata bukan Shin Shin, aku mohon lepaskanlah." pinta Shinta dengan lembut. Shinta menarik tangannya, tetap saja Ari masih bertahan dengan posisinya."Tolong!" lirih Shinta memelas, yang membuat Ari goyah dan melepaskan tangannya."Permisi!" ucap Shinta lalu pergi.Shinta mengusap ujung matanya yang berair. Mendongakkan kepalanya menatap langit yang tidak bersalah. Ingin rasanya melontarkan segala
Bagian 19"Mirna, Kau makanlah dulu, biar aku yang mengajak Aby." Udin menodongkan kedua tangannya. Bocah kecil itu seakan mengerti, mencoba meraih tangan UdinUdin memang selalu makan lebih cepat selesai daripada yang lainnya, mengambil alih tugas Mirna, dia tahu jika Mirna belum makan sebab mengurus si kembar. Udin melirik Anin yang tidur pulas di dalam boksnya."Tau banget kalau mau digendong sama om!" ucap Mirna mengelus rambut Aby."Dimana Shinta dan Aisyah?" tanya Udin setelah menimang Aby dalam gendongan. Sedangkan Anin sudah tertidur sejak satu jam yang lalu."Mereka pergi keluar, katanya ada keperluan sebentar!" jawab Azam yang masih sibuk dengan makanannya."Apa mereka sudah makan?""Katanya seh, mereka mau makan diluar sekalian menemui klien!" jawab Mirna lagi.Udin merasa heran kenapa Shinta tidak membawa si kembar ikut bersamanya? Entahlah, Udin menghilangkan rasa penasarannya dengan mengajak Aby