Bagian 23
Shinta semakin berani saja. Mengelus kepala Ari dan menekannya lagi, tentu saja Ari tidak menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Terlebih dia sudah menunggu lama dan Merindukan momen seperti ini bersama Shinta.
Ari mulai nakal, menjilati gunung kembar milik Shinta. "Ayo terus, iya lakukan itu. Aku sudah tidak kuat! Ahhhh!" Shinta bergeliat tak karuan dan mendesah merdu, membuat Ari semakin semangat untuk melakukannya.
"Shin Shin jangan salahkan aku jika malam ini aku tidak akan membiarkanmu tidur," seringai licik muncul di bibir Ari. Ari segera menanggalkan pakaiannya. Lupa sudah dengan kakinya yang masih sedikit terasa ngilu. Ari berharap terapi batin ini bisa mengembalikan sakit di kakinya dengan sempurna.
Ari mendongakkan kepalanya lalu beralih melumat bibir mungil Shinta yang langsung mendapat balasan. Keduanya saling mengulum dan berbagi air liur. Masing-masing saling memberi kenikmatan dan sentuhan-sentuhan yang membu
Bagian 24Dengan perlahan, Shinta membuka mata, pupilnya mengerjap beberapa kali untuk mengenali tempat yang menurutnya begitu asing."Aku dimana?" gumam Shinta sambil menggeliat pelan. Badannya terasa remuk dan pegal. Apakah yang terjadi semalam. Shinta merasakan nyeri di bagian bawahnya, seperti rasa sakit yang dia alami setahun yang lalu. Dia mulai mengingat apa yang terjadi sebelum dia tidak sadarkan diri."TIDAK!, Tidaaaàaaakkkkk!" Shinta meremas rambutnya kasar mendapati tubuhnya polos dalam balutan selimut. Air matanya tumpah tidak terbendung. Dia mengacak rambutnya frustasi."Aku kotor!" Shinta menangis sejadi-jadinya. Dia pun mengingat nasehat ibunya sebelum MP dengan Ari.*"Sebenarnya gak ada yang salah kalau kamu mau jadi diri sendiri, tapi kamu harus pandai melihat situasi dan karakter seseorang. Karena gak menutup kemungkinan jika sikap atau kebiasaan yang kamu miliki bisa membawa kerugian pada dirimu sen
Bagian 25Shinta kini termenung di depan meja riasnya, dia menyisir pelan rambutnya yang masih sedikit berantakan, sebab dia terburu-buru pulang dari hotel. Shinta juga membubuhkan make up untuk menutupi bekas cupangan yang membekas di lehernya. Shinta mengutuk dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga diri. Terlebih lagi, dia belum yakin sepenuhnya, jika yang tidur bersama dirinya semalam adalah mantan kekasihnya, ayah dari anak-anaknya.Dia masih teringat akan kata-kata Azam. Benar memang apa kata Azam. Kesalahan tidak hanya dengan meminta maaf. Lalu Shinta pun teringat kembali peristiwa tadi malam. Peristiwa yang sama yang pernah dialami setahun yang lalu. Kalaupun orangnya nanti sama, apakah dia harus memaafkan orang tersebut. Ataukah justru orang itu tidak akan meminta maaf. Atau benarkah yang melakukan hubungan
Bagian 26"Apa maksud kalian?" ucap Ari yang sudah terlanjur masuk ke dalam apartemen Arya. Ari ingin memastikan apa yang dia dengarkan."Kau tidak sopan sekali, masuk tanpa permisi," geram Arya."Salah sendiri password masih sama," sangkal Ari."Amara, jelaskan kepadaku apa yang kau katakan tadi, apakah benar Shinta telah pergi dengan keadaan hamil?" Amara terdiam. Dia melirik selembar kertas yang tergeletak di meja. Ari yang mengikuti gerakan mata Amara juga melihat kertas itu. Dengan cekatan Ari mengambilnya."Kenapa kalian tidak mengatakan hal ini kepadaku?""Kami juga baru menemukannya," kilah Amara bahkan dia nampak shock dengan kenyataan yang baru saja dia ketahui.Apakah kau melakukan itu dengan suka sama suka, atau kau memang memperdaya Shinta?" Pertanyaan menohok yang membuat Ari bungkam. Sejujurnya, Ari setengah memaksa Shinta dan memperdaya kep
Bagian 27Setelah mengantarkan Aisyah dan Azam pulang ke rumah terlebih dahulu, Shinta dan Udin kini melanjutkan perjalanan menuju pabrik."Barang sudah dikirimkan, tapi kenapa kita masih diminta untuk datang? Apakah ada kesalahan? Ataukah barang kita tidak sesuai dengan permintaan mereka?" tanya Shinta yang sambil memeriksa laporan yang dikirim oleh anak buahnya di desa. Semua data sudah menunjukkan jika sudah sesuai dengan permintaan."Kurang tahu, Ta!" jujur Udin. "Kita kesana saja dulu, dan positif thinking saja! Semoga tidak ada suatu hal yang buruk" ucap Udin berusaha tenang. Sebenarnya Udin juga tidak tahu banget tentang bagaimana berbisnis. Dia hanya tahu cara jual beli dan memasarkan barang dagangannya. Tapi sejak adanya Shinta, Udin mulai menyetujui tawaran Shinta untuk menjadi partner bisnis sekaligus supir pribadi Shinta. Dan menjual belikan barang dalam jumlah yang lebih besar."Kau nampak tegang sekali Ta." Shinta membenarkan di dalam
Episode 28Shinta masih betah di dalam mobil, melihat kondisi bagian luar pabrik yang lumayan lengang. "Udin, kira-kira apa yang akan dibahas nanti?" Sumpah, sebetulnya bukan itu yang mengganjal di hati Shinta. Dia merasa belum siap jika harus dipertemukan dengan kekasihnya kembali. Kalau bertemu, apa yang harus dia lakukan? Itulah yang membuatnya dilema saat ini."Tata, aku yakin semua baik-baik saja. Aku malah berharap pak Adi puas dengan kualitas barang yang kita kirimkan, sehingga pabrik menambah permintaannya." Berbeda sekali dengan Shinta, Udin kali ini begitu antusias. Pikirannya dikuasai oleh energi positif."Udin, apa kau yakin?""Tentu!"Udin turun dari mobil dengan semangat, sedangkan Shinta sebenarnya begitu gundah gulana. Entah kenapa bayangan pria yang tidur dengannya di kamar hotel selalu terlintas dipikirannya. Dan sentuhan-sentuhan itu, dia begitu mengenalnya, tapi mengapa Ar, meninggalkan dirinya send
Episode 29"Kenapa katamu?" lirih Shinta hampir tidak terdengar.Kau anggap aku ini apa Ar, kau memilih berkhianat dan membiarkan aku pergi tanpa ingin menghentikan langkahku waktu itu. Kau juga tak bicara apapun kepadaku saat kita bertemu di kafe. Dan setelah tadi malam, kau meninggalkanku di kamar hotel. Aku seperti jalang yang hanya dinikmati satu malam, lalu ditinggal pergi. Namun semua itu hanya mampu Shinta ucapkan di dalam hati."Kau sudah tahu jawabannya!" ketus Shinta yang kemudian pergi tanpa permisi. Sedangkan Ari masih diam mematung, mencoba mencerna kata-kata Shinta."Hai, Shinta, kau banyak melamun sekarang ya?"Udin mengelus rambut Shinta dengan lembut."Kau tanya apa tadi?""Aku lihat kau dan Tuan Ari keluar dari toilet. Dan kalian seperti berbicara serius. Apakah ada masalah antara kau dan dirinya? Apa dia berbuat sesuatu terhadapmu, sepertinya kau nampak tidak suka bertemu dengan dir
Episode 30.Ari berjalan pelan memasuki rumahnya, dia melewati ruang tamu begitu saja, sebab kondisinya memanglah sepi. Seorang pelayan nampak tergopoh-gopoh melewatinya begitu saja. "Bik, kenapa lari-lari," suara Ari menegur seorang pelayan yang sudah tua. Dia adalah Bik Irah, pelayan senior yang sudah mengabdi kepada keluarga Wijaya sebelum Ari dilahirkan."Anu Den, ini mau suruh orang untuk buat susu lagi buat si kecil, takutnya nanti kalau menangis!""Si kecil siapa Bik? Bukankah Amara belum melahirkan?" tanya Ari. Setahunya, saudara dekat mereka juga tidak ada yang memiliki anak kecil."Den Anton tadi pulang dari taman jalan-jalan dengan Nyonya, eh tak tahunya ketika sudah sampai di rumah, ada bayi perempuan di dalam mobilnya Den."Ari, mengernyit heran. "Bayi!" Bik Irah mengangguk mengiyakan."Bagaimana bisa?""Kurang tahu, Den! Yang pasti anak itu cantik banget, wajahnya mirip sama Den Ari da
Episode 31Sore itu, di sebuah taman kota, Aisyah dan Azam juga Mirna pergi ke taman untuk mencari udara segar. Menjelang sore seperti itu, keadaan taman cukup ramai. Banyak juga pedagang kaki lima menjajakan dagangannya di pinggir jalan taman.Beberapa keluarga juga menggelar tikar untuk mereka bersantai melepas penat juga aktivitas yang membuat urat saraf mereka tegang. Aby dan Anin bermain dengan riangnya. Anin yang sudah bisa berjalan terlebih dahulu, tidak mau diam di tempat, ingin selalu kabur."Azam, aku pergi ke sana sebentar ya, tolong kamu jaga Anin," ucap Aisyah sambil membawa Aby. Azam yang sedang asyik bermain game itupun hanya mengangguk. Sebab setahunya masih ada Mirna di dekatnya."Den Azam, aku ingin ke toilet sebentar Den, perutku sepertinya mules ini.""Iya, jangan lama-lama bik!" Azam memegang gadjet tapi juga memegang Anin. Namun sepertinya dia lebih sayang dengan gadjetnya daripada Ani