Selang beberapa jam aku sampai di Jakarta dan langsung menuju rumah Mama. Setelah sampai kuminta Mang Mansur untuk masuk bersamaku. Bu Erni asisten rumah tangga di sini, menyambut kedatangan dengan binar bahagia di wajahnya.“Ya Allah, Den. Akhirnya, Den Arga pulang juga. Apa kabar, Den?” tanya Bu Erni sambil meraba pipiku.“Alhamdulillah, Bu. Aku baik-baik saja. Gimana kabar semuanya?”“Baik, Den. Sudah lama sekali dari terakhir Den Arga kemari. Ibu sampai kangen pengen ketemu, Den Arga. Apalagi Nyonya, beliau suka melamun dan terlihat kesepian,” jelas Bu Erni sambil berkaca-kaca.Kupeluk asisten rumah tangga Mama itu, beliau sudah kuanggap ibu kandungku sendiri. Bu Erni lah yang mengasuhku sedari kecil, saat Mama selalu sibuk dengan arisan dan kegiatan sosialitanya.Selanjutnya, Bu Erni menyeka air matanya sesaat setelah melerai pelukan kami. Gegas dia memanggil Mama yang sedang duduk di taman belakang rumah, dekat kolam renang bersama Papa.“Nyonya, Tuan, ada Den Arga,” teriak Bu
Alquran surat An Nisaa ayat 3, Allah berfirman “Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu menikahinya), maka nikahilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat berlaku adil, maka (nikahilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.”🥀🥀🥀“Sebenarnya ada sesuatu yang aku sembunyikan dari kalian. Bahwa sebenarnya a-aku ... kalau aku sudah menikah lagi, Ma, Pa.”“Apa...?” Mama dan Papa terkejut karena pengakuanku. Mulutnya menganga tak percaya.“Jangan bercanda, Ga,” hardik Papa.“Iya, Ga. Kamu nikah lagi sama siapa?” tanya Mama dengan wajah yang masih terlihat syok.“Namanya Erika, Ma, Pa. Dia suster saat aku ditugaskan di desa terpencil dulu. Istriku itu tinggal di Bandung dengan orang tuanya sekarang,” jelasku dengan wajah menunduk.“Mama enggak habis pikir sama kamu, Ga. Bisa-bisanya kamu
“Kenapa Papa malah membela si Arum, sih?” tanya Mama tak terima.“Lho, memangnya apa yang Papa katakan salah? Sekarang Papa tanya sama Mama kalau misalkan Mama yang dimadu bagaimana? Apa yang dirasakan kalau Papa nikah lagi?” Kata-kata Papa membuat Mama bungkam seketika.Aku yang hanya bisa mendengar pertengkaran Mama dan Papa hanya menunduk dengan rasa bersalah di hati. Segalanya telah kacau. Hidup damai dan bahagia yang kuidam-idamkan sirna sudah.“Maafkan Arga, Pa,” sesalku. “Jangan minta maaf sama Papa. Cari istrimu sampai ketemu. Bagaimanapun akhir rumah tangga kalian. Sebaiknya diselesaikan dengan cara baik-baik. Kalau memang Arum tak ingin lagi bertahan, biarkan dia pergi, Ga. Papa kasihan sama dia, hidupnya sudah menderita, lalu sekarang kamu mau menambahnya dengan sakit yang sama? Bahkan mungkin saja itu lebih menyakitkan.”Benar juga kata Papa. Arum pasti merasa sakit hati mengetahui aku mengkhianatinya, lalu bagaimana caraku agar meminta maaf padanya? Sedangkan keberadaann
Setelah menutup panggilan dari Ibnu, aku termenung di pinggir ranjang, lalu mengusap-usap layar di ponsel. Kubuka galeri, mataku menangkap video cantik Arum. Wajahnya tampak bahagia. Dia tak henti-hentinya tersenyum dengan manis. Saat itu temanku memintanya menjadi model iklan kerudung dari butik miliknya. Mela temanku memang memiliki sebuah butik dan tempat perawatan kecantikan di kota ini. Usahanya sangat sukses. Kebetulan, Arum selalu kusuruh untuk memilih baju dan perawatan di sana. Kupikir memanjakan istri sudah menjadi kewajiban bagi setiap suami. Tak segan-segan aku selalu mengantar istriku serta menunggunya sampai selesai. Ketika suatu hari, brand ambassador usaha Mela tersebut tak bisa datang untuk syuting iklan produk kecantikan dan busana muslimah miliknya. Melihat wajah Arum yang cantik alami, dengan senyum manis yang menawan serta terdapat darah keturunan Arab. Membuat Arum berbeda dengan yang lain. Kulitnya yang putih mulus, mata bulatnya, serta alis yang tebal selalu m
Tiba-tiba terbersit rasa ingin tahu keadaan Arum. Apa dia tidur dengan nyaman? Apa dia bahagia sekarang? Atau mungkin masih selalu merindukanku seperti yang kurasakan saat ini? “Di mana kamu sayang?” gumamku dengan lirih sembari melamunkan Arum.Hingga, beberapa waktu kemudian, tak terasa mataku pun mulai terlelap disaat membayangkan keberadaan Arum istriku.**“Sayang, ini benar kamu?” tanyaku dengan bahagia. Akhirnya istriku itu kutemukan juga. Kudekati dia, mengecup keningnya cukup lama dan mencium bibirnya dalam. Sungguh, aku sangat merindukan Arum sekarang.Arum membalas apa yang kulakukan, kami bertukar napas cukup lama. Mungkinkah dia juga merindukanku?Kami melepaskan tautan di antara kami. Dia melerai pelukanku.“Sayang, Mas kangen. Kenapa kamu pergi tanpa ngasih tahu, Mas.” Kami saling berpandangan cukup lama. Dia tersenyum samar. Wajahnya terlihat sendu.“Mas cinta banget sama kamu. Jangan pergi lagi dari Mas. Kamu sangat berharga,” tuturku membuat dia mendongak semakin me
POV ArumHanya beberapa hari tinggal di Solo, khususnya kampung batik Laweyan ini membuatku merasa sudah betah. Bagaimana tidak, selain warganya ramah, suasana sangat damai serta unik. Terutama, arsitektur bangunan di kampung ini yang menurutku memiliki ciri khasnya tersendiri. Apalagi sejarah tempo dulu tentang pembuatan dan pemasaran batik, membuat kampung ini menjadi salah satu destinasi wisata di kota solo. Kampung ini terletak di sisi selatan Kota Solo, Jawa Tengah, berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo. Kampung Laweyan istimewa bukan semata-mata karena merupakan kampung tua yang eksotis, tapi juga karena menyimpan jejak panjang industri batik di Solo. Pada awal abad ke-20, Kampung Batik Laweyan pernah mengalami masa kejayaan sebagai kampung saudagar batik pribumi. Membuat kota ini terasa istimewa di mataku.Suasana kampung dengan rumah-rumah kuno dan gang-gang jalan yang dibatasi tembok-tembok putih tinggi mendominasi. Termasuk rumah kontrakan yang kutinggali ini persis sepert
“Makasih, ya, Rum. Kamu mau bantu aku. Kamu memang sahabat terbaikku,” ucap Shofie dengan riang.“Justru aku yang mau ucapin makasih sama kamu, Shof. Kamu udah ngasih aku kerjaan. Maaf, kalau aku terus merepotkanmu selama ini.”“Jangan minta maaf begitu kalau kamu masih nganggap aku teman. Kita ini sahabat, kan? Teman akan membantu di saat sedang kesusahan.”Ah, temanku yang satu ini memang orang paling baik yang pernah kukenal.Mendengar kata-kata Shofie membuat mata ini berkaca-kaca. Aku merasa begitu terharu dengan segala kebaikan yang Shofie berikan. Entah mengapa, aku merasa akhir-akhir ini semakin cepat emosional dan terbawa suasana. Sebenarnya ada apa dengan diriku ini?“Kamu udah bisa kerja mulai hari ini, Rum. Tiap hari aku akan ke sini buat cek laporan dari kamu, sambil makan malam bareng. Kalau di rumah aku suka kesepian,” ujar Shofie. Aku mengangguk dan mengikutinya masuk ke dalam sebuah ruangan di lantai atas.Ruangan kerja dengan segala pernak-pernik tempo dulu masih ter
Sudah waktunya aku menjemput Erika ke Jakarta, setelah sebelumnya kuberi tahu dia serta menyuruhnya untuk bersiap-siap karena aku takkan lama di Bandung.Aku hanya akan datang menjemput, pada hari itu juga kami harus langsung kembali ke Jakarta, sebab aku cuma memiliki satu hari untuk libur. Sebelum kusiapkan jadwal untuk bulan madu kami ke Bali sesuai keinginan Erika.“Sayang, Mas sebentar lagi sampai. Kamu siap-siap lagi jangan sampai ada barang-barangmu yang ketinggalan,” ucapku di telepon ketika aku mampir dulu ke SPBU untuk mengisi bahan bakar mobilku.“Iya, Mas. Sudah, kok. Aku tunggu, ya, Mas.” Terdengar dari sana Erika sangat antusias, mungkinkah istriku itu sudah tak sabar untuk kubawa pindah. Salahku dari awal tak membawa, serta menyuruhnya tinggal di Jakarta. Aku tak perlu repot-repot untuk bolak-balik pulang pergi Jakarta-Bandung dan sebaliknya. Semua itu sungguh merepotkan, persis seperti sekarang ini..Setelah sampai di rumah Erika, aku disambut oleh istri cantikku itu