Share

PART 10

Penulis: Aura Kisah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-12-17 09:54:44

     Saat mereka menikmati hidangan dengan kepiting Alaska, baik Ningrum maupun Radit hanya sekali-sekali membicara sesuatu hal. Dan itu pun didominasi oleh Ningrum. Entah mengapa, saat itu ia merasa jauh lebih dekat dengan bawahannya itu. Ia lebih sering melihat ke depan. Ia juga merasa, behwa ternyata Raditya  pria yang simpatik, juga tampan, tentunya. Hal yang selama ini seolah-olah luput dari penilaiannya.

     Saat keduanya sedang menikmati makan siang itu, kegiatan tangan Radit di atas piring tiba-tiba terhenti. Pandangan matanya terpaku pada dua tamu restoran yang saat itu mengambil meja di pojok lain ruangan restoran. Itu adalah Nagita bersama seorang laki-laki. Radit merasa tak asing dengan laki-laki yang datang bersama istrunya itu. 

     Tanpa diketahui oleh Ningrum, Radit terus mengarahkan pandangannya ke arah itu. Ketika tiba-tiba laki-laki itu melap bagian wajah Nagita menggunakan tisu, darahnya  berdesir cepat. Saat itu juga ia merasa telah dicurangi oleh Nagita. Selera makanya pun padam seketika. Ia melemparkan begitu saja garpu dan pisau yang dipegangnya di atas piring kepiting di hadapannya.

       Ningrum dibuat kaget dan spontan menatap wajah Radit. Dan spontan pula ia mengikuti arah pandangan matanya Radit. Ia melihat si pria meraih kedua tangan si wanita dan memain-mainkan jari jemarinya.

     “Siapa mereka, Pak Radit ...?”

     Raditya bukannya menjawab tetapi langsung berdiri dan melangkah ke arah kasir, untuk membayar makanan. Kemudian kembali lagi sambil berkata, “Ayo kita keluar dari restoran ini. Keluar lewat pintu kanan itu saja.”

      Ningrum yang masih diliputi keheranan cepat-cepat mengahiri makannya dengan menyedot pipet oranye juice-nya.

      “Maafkan saya atak ketidaknyamanan ini, Bu Ningrum,” ucap Radit ketika keduanya telah berada dalam kendaraan.

      “Iya, tak apa-apa, Pak Radit,” sahut Ningrum. “Hanya saya saya masih merasa heran, mengapa Pak Radit tiba-tiba seperti menahan emosi saat melihat pasangan pria dan wanita tadi. Siapa mereka?”

       “Dia Nagita, istri saya,” jawab Radit santai sembari memutar kunci kontak.

       Namun jawaban itu tak urung membuat Ningrum terperangah. “Jadi barusan ... istrinya Pak Radit? Lalu yang laki-laki siapa?”

     “Entah, Bu.”

     Tak ada lagi yang bersuara. Ningrum pun tak berani mengeluarkan komentar apa-apa selain menyandarkan kepadalnya pada sandaran sofa mobilnya lalu memejamkan matanya. Hanya saja, ia bisa merasakan bagaimana perasaan laki-laki di sampingnya saat itu. Di sisi lain, rasa kagumnya pun tumbuh atas kematangan mental bawahannya sehingga mampu menahan diri untuk tidak melakukan hal apa pun dan lebih memilih untuk menghindarinya.

       Radit tiba-tiba ingat, bahwa pria yang bersama Nagita di restoran itu adalah laki-laki yang pernah ia lihat di gerai perhiasan di sebuah mega mall di kawasan Senayan tempo hari.

      “Jangan-jangan kalung berliontinkan safir biru itu buat nagita ...? Oh tidak! Jika laki-laki benar kalung mewah itu buat Nagita, maka Nagita benar-benar telah bermain api di belakang aku!” geramnya.

     Dari kantor Raditya langsung pulang ke rumahnya. Ia sudah merasa hilang mood untuk menerima order dari calon penumpang ojengnya.  Bahkan ia off-kan aplikasinya.

     Sesampai di rumah, tanpa banyak bicara ia langsung masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu kamarnya dari dalam. Dengan masih menyimpan kecurigaan yang tinggi, ia langsung membuka laci-laci meja rias milik Nagita. Ia tak menemukan apa yang dicarinya di situ.

     Selanjutnya ia mengangkat kasur siapa tahu di disimpan di situ, tapi juga tak ada.  Saat ia menoleh ke lemarinya sang istri, kecurigaannya ada di situ. Lemari itu tertutup dan terkunci, namun anak kuncinya masih terpasang. Mungkin Nagita lupa mencabut dan membawanya seperti biasanya.

     Lemari besar yang terbuat dari kayu jati itu dibuka lalu mengangkat satu per satu lipatan pakaian pada tiap-tiap tingkatnya. Tak ada. Namun saat ia menyingkirkan bagian bawah pakaian di gantung di bagian sebelahnya, Radit melihat sebuah kotak perhiasan. Kotak itu dikeluarkannya dan di buka. Ada banyak perhiasan Nagita di situ, dan sudah pernah ia lihat. Di situ juga ada sebuah  wadah merah berbentuk  hati . Ia mengambilnya dan membukanya.

     Ketika melihat isinya, mata Radit langsung terbelalak. Ia pun geram, terlebih saat dilihat surat pembelian barang mewah itu, tanggal pembelian, serta tempat membelinya.

      “Keparat! Dia benar-benar telah bermain api di belakang aku!” teriaknya. Dan ...

     Bugghk ....!!

     Satu pukulan keras ia hantamkan pada tembok rumah. Sesaat kemudian ia mendengar ibu mertuanya, Bu Ratri, mengetuk pintu kamarnya sembari memanggil namanya berkali-kali.

     Radit memutar anak kunci dan membuka pintu kamar. Ibu mertuanya langsung bertanya, “Ada apa, Dit? Kamu lagi marah-marah, ya?”

     “Nagita telah menghianati aku, Bu!” ucap Radit tanpa melihat wajah ibu mertuanya. “Di luar dia bermain gila dengan laki-laki lain.”

    “Apa ...??” Kedua mata Bu Ratri membuklat sempurna. “Kamu jangan asal menuduh, Dit, tak baik! Menuduh istri berbuat curang itu dosanya sangat besar!”

     “Aku tidak menuduh, Bu, tapi melihatnya langsung dengan mata kepalaku sendiri! Tadi di restoran pas aku makan siang, dia datang ke tempat itu bersama seorang laki-laki. Laki-laki itu melap wajah Nagita dengan tisu dan mereka saling berpegangan tangan! Apakah itu perbuatan yang wajar bagi seorang wanita yang sudah bersuami, Bu!”

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 52

    Dengan berbagai pertimbangan, Nagita pun memutuskan untuk mengajak Radit untuk bicara. Akan tetapi, ketika ia hendak membuka mulutnya, laki-laki yang telah berstatus sebagai mantan suaminya itu tiba-tiba membalikkan tubuhnya, dan tidur miring memeluk guling dengan posisi membelakangi Noni dan dirinya. Nagita menghela nafasnya lalu mengecilnya nyala lampu tidur. Selanjutnya ia berusaha untuk memejamkan matanya. Saat itu jarum jam dinding telah menunjukkan pukul 00.22. Namun pada keesokan harinya ia masih memikirkan tentang rencananya itu. Setelah memikirkannya secara berulang-ulang, Nagita pun memutuskan untuk menelepon Radit. Ia menyampaikan keinginannya untuk bicara itu dengan sangat hati-hati. “Ya silakan bicara saja, insha Allah aku akan mendengarkannya?” sahut Radit. Saat itu kebetulan ia baru saja selesai melakukan pengecekan terhadap file-file laporan yang masuk pada hari itu yang tertera pada layar laptop di hadapannya. “Aku ingin bicara empat mata d

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 51

    Beberapa bulan kemudian Noni sudah menemukan kembali keceriaannya. Pihak tim dokter yang menanganinya sudah memperbolehkan ia untuk check out dari rumah sakit. Artinya sudah diperbolehkan untuk dibawa pulang ke Indonesia. Hanya saja, gadis kecil itu selanjutnya masih harus menjalani terapi-terapi khusus di rumah sakit Indonesia secara berkala, terutama untuk mengetahui perkembangan dari kondisi penyakitnya. Namun dokter di Beijing itu berpendapat, bahwa Noni akan mendapatkan kesehatan kesehatannya secara optimal seiring waktu. Setelah di Indonesia, gadis itu lebih banyak tidur bersama kedua orang tuanya, Radit dan Nagita. Ia sangat bahagia karena ia bisa kembali tidur di antara kedua orang yang paling disayanginya. Ia memang selalu rindu pada dongeng-dongeng yang selalu dituturkan oleh kedua orang tuanya itu untuk mengantarkannya ke dunia mimpi. “Oh ya, Sayang,” ucap Radit suatu malam pada Noni, sebelum ia menuturkan sebuah dongeng pada sang putrinya, “sembari menungg

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 50

    Beberapa menit kemudian terdengar ketukan di pintu. “Ya, silakan masuk,” ucap Radit. “Selamat siang, Mas,” salam Ningrum sembari menutup kembali pintunya. “Silakan duduk.” “Terima kasih.” Raditya menatap wajah wanita di depannya dan tersenyum. “Bagaimana keadaanmu hari ini?” tanya Raditya. “Alhamdulillah baik, Mas.” “Tadi malam Ning punya mimpi apa?” “Mimpi?” Kedua Ningrum saling merapat. Terasa ada semacam kejanggalan yang ia rasakan dalam pertanyaan itu. “Malah aku nggak sempet mimpi kayaknya, Mas. Tidur saja baru jam dua dini hari baru bisa terlelap, trus bangun subuh. Kenapa, Mas?” “Ntar kujawab pertanyaanmu, aku ingin lanjut bertanya dulu,” ucap Radit. “Kenapa tidurnya terlambat?” “Hm, nggak tau juga, Mas. Terasa gelisah saja, padahal aku sedang tidak memikirkan sesuatu apa pun yang sifatnya berat.” “Hm, berarti itu pengganti mimpinya!” celetuk Radit. “Maksud, Mas?” “Begini, tadi papaku video ca

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 49

    Kondisi Raditya sudah dinyatakan pulih seratus persen setelah beberapa bulan pasca operasi transplantasi. Kondisi Noni pun makin mengarah ke kemajuan. Hanya saja ia masih terus menjalani siklus kemoterasi. Namun tim dokter memprediksi, bahwa kesembuhan Noni bisa lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Sebuah keajaiban. Setelah benar-benar klir dinyatakan sembuh sempurna, Raditya diperbolehkan oleh sang ayah, Abdul Karim Pambudi, untuk kembali mengurus perusahaan. Ia tidak hanya menangani secara online, namun juga pulang ke Indonesia. Seminggu di Indonesia dan seminggu di Beijing secara rutin. Sementara Pak Abdul Karim lebih betah mengendalikan kerajaan bisnisnya di Beijing dengan dibantu oleh beberapa tenaga ahlinya yang didatangkan ke Beijing, walau sekali-sekali beliau datang ke Jakarta. Laki-laki paruh baya itu terlihat lebih betah, terlebih karena beliau di Beijing ia selalu ada Bu Ratri untuk temannya bercerita. Begitu pun Bu Ratri, terlihat selalu c

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 48

    Setelah dua minggu dalam masa menunggu, tim dokter memberikan kabar yang menggembirakan kepada Radit bahwa telah ada seseorang yang menyatakan siap untuk menjadi pendonornya. “Hanya saja,” kata sang dokter yang diterjemahkan oleh Nona Lie, “dengan alasan tertentu, sang pendonor meminta agar kami merahasiakan dulu identitasnya kepada Tuan Raditya.” “Mengapa seperti itu? Harusnya aku tahu siapa orang yang mau mengorbankan dirinya untuk menolomng hidup aku, Pak?” Radit justru menatap dan bertanya pada papanya. “Ya, seperti Pak Dokter barusan bilang, dengan alasan tertentu sang pendonor minta identitasnya untuk dirahasiapakan pada kamu. Papa kira nggak masalah. Mungkin itu berkenaan dengan privacy-nya sang pendonor?” Radit menoleh pada Nagita, “Apakah kamu yang akan melakukannya?” Nagita menggeleng, “Bukan, Mas. Lagi pula ... aku belum lama mendonorkan sumsum tulang kepada Noni. Apakah seseorang boleh mendonorkan bagian tubuhnya yang berbeda s

  • Sesungguhnya Aku Bukan Suami yang Miskin   PART 47

    Setelah semua perencanaan telah disiapkan secara matang, seminggu kemudian, penerbangan menuju Negeri Tirai Bambu pun dilakukan. Perjalanan selama lebih dari tujuh jam dari Bandara Soetta menuju Beijing Capital International Airport terasa cukup melelahkan. Setiba di Beijing, Radit dan Noni langsung melakukan chek in di rumah sakit yang dirujuk untuk melakukan pemeriksaan klinis pertama. Untuk Radit masih dalam tahap dilakukan general chek-up. Dari situ akan dimulai riset klinis untuk menentukan calon pendonor. Dan hasilnya akan segera keluar dalam beberapa hari ke depan. Sementara Noni, kondisinya memang drop, jadi harus langsung dilakukan perawatan yang intensif. Dari hasil test darah, darahnya lumayan naik. Tim dokter yang menanganinya menyarankan agar pasien dirawat inap supaya mendapatkan penanganan medis yang maksimal. Kondisi dropnya Noni dipicu juga oleh kecapaian akibat perjalanan udara yang cukup lama dan kondisi dari penyakit leukemia yang diderit

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status