“Ya, mencintai itu memang butuh ketulusan, kesabaran, juga pengorbanan,” jerit batin Raditya Pambudi. “Tapi, ketulusan, kesabaran, serta pengorbanan seperti apa lagi yang harus aku persembahkan kepada seorang istri yang tidak memberikan hal yang sama terhadap diriku, suaminya? Memang, aku nyaris tak pernah diperlakukan selayaknya seorang suami oleh wanita yang aku nikahi dan cintai itu. Di kala aku berusaha membahagiakannya dengan segenap jiwa dan ikhtiarku, dia malah dengan tanpa merasa berdosa justru menganggapku bukan siapa-siapa dalam kehidupannya. Walau berat dan seolah hidup dalam neraka, tapi aku mencoba bertahan, bersabar, dan tanpa lelah berdoa, semoga kelak ia menjadi istri terbaik dan calon bidadari syurga bagi aku dan anak-anaknya kelak, seperti yang kuimpi-impikan dahulu.” ***
View MoreNagita spontan menoleh. Noni memanggilnya. Gadis kecilnya, mengikutinya dari belakang bersama Bi Ipah, sang asisten rumah tangga yang akan mengantar dan menunggunya di sekolah TK-nya.
“Iya, Sayang, ada apa...?” tanya Nagita sembari sedikit membungkukkan tubuhnya agar ia bisa menatap wajah imut itu dengan sempurna dari dekat.
“Mama tak lupa kan hari ultah Noni besok?”
Kedua alis Nagita tertarik ke atas sehingga kedua bola matanya pun sedikit melebar.
“Oh iya ... tentu Mama ingat, dooong.”
“Tau nggak, Mam, Noni sudah cerita sama teman-teman Noni bahwa acara ultah Noni akan diadakan di sebuah kafe atau restoran,” ucap Noni girang dengan wajah polosnya.
“Noni ...!!” spontan Nagita meninggikan suaranya. “Kenapa kaulancang seperti itu? Mama ini lagi nggak pegang uang banyak. Kaukira ngadain pesta di kafe atau di restoran itu biayanya sedikit, heh!? Mama dan ... apalagi papamu, tak akan mampu memenuhi keinginanmu itu, ngerti!? Pesta ultahmu di rumah saja! Jangan manja, ah!”
“Ada apa ribut-ribut, Dik?” Raditya Pambudi tiba-tiba bertanya. Laki-laki muda itu baru keluar dari kamarnya dan bersiap untuk berangkat kerja.
Nagita langsung melipat kedua tangannya di depan dadanya sembari menghela nafas panjang. “Nih, Mas jangan lupa kalau besok Noni ulang tahun. Dia minta agar perta ultahnya diadakan di sebuah kafe atau restoran segala ...!” ucapnya dengan nada dan wajah sedikit sinis.
Radit seperti dibuat kaget dengan ucapan istrinya itu. Bukan kaget karena ucapan istrinya yang terakhir, tapi karena ia diingatkan tentang ultahnya Noni. Ia langsung menepuk dahinya sendiri. Lalu dengan sikap tenang dan penuh kasih sayang ia berlutut dan memegang kedua lengannya buah hatinya yang kecil.
“Maafkan Papanya ya, Sayang? Papa benar-benar lupa kalau gadis kecil Papa besok akan berulang tahun. Tapi jangan khawatir, keinginan putri cantik Papa akan terlaksana! Perta ultahnya Noni ingin diadakan di mana tadi ...?”
“Noni sudah bilang sama teman-teman Noni akan diadakan di sebuah kafe atau restoran, Papa,” sahut Noni. Wajahnya sedikit murung karena ucapan mamanya barusan.
Radit langsung tertawa bahagia. Tepatnya pura-pura terlihat bahagia, walau perasaannya degdegan luar biasa. Uang dari mana untuk mengabulkan keinginan putri kecilnya itu? Tetapi, karena memang selama ini perta ultahnya Noni selalu diadakan di rumah, maka ia merasa tak tega jika harus menolak keinginannya itu. Ia pun berkata, “Putri Papa yang cantik nggak usah khawatir. Papa dan Mama akan membuat ulang tahun putri Papa menjadi sangat meriah dan berkesan! Ya kan, Mam ...?”
Nagita menatap wajah Radit dengan sinis dan geram sesaat, sebelum dengan sikap santai ia ikut berjongkok di samping Noni. Pada saat ekor matanya kembali diarahkan lagi pada sang suami ia berbisik di samping telinga putri kecilnya, “Papamu yang akan membuat hari ulang tahunmu meriah dan berkesan, Sayang. Papamu harus memperlihatkan diri sebagai papa yang hebat di hadapan teman-temanmu besok sore! Besok putri mama yang cantik adalah orang yang paling berbahagian dalam pesta itu.”
Noni seperti kaget dan spontan menoleh ke wajah papanya, “Benarkan itu, Papa?”
“Hu’um. Tentu, Sayang.”
“Horeeeee ...!” Noni langsung berseru kegirangan. “Terima kasih ya, Papa. Noni akan mengundang semua teman-teman Noni diundang di acara ultahku besok. Horeee ....!”
“I-ya, Sayang, tentu. Tentu putri cantik Papa boleh mengundang semua teman-teman TK-nya. Bila perlu, berikut orang tuanya dan guru-gurunya Noni! Ups ...!”
Radit seperti tersadar dengan ucapannya.
Melihat gelagat itu, Nagita segera berkata pelan kepada Noni agar segera berangkat dulu ke sekolah dan meminta kepada Bik Ipah untuk mengantarkannya.
“Iya, Mama. Papa, Noni berangkat dulu, ya?” Noni mencium tangan Mama, Eyang Putri, dan papanya.
“I-ya, Sayang. Noni yang senang ya di sekolah?”
“Iya, Papa.”
Saat Bik Ipah telah keluar dari rumah bersama Noni, Radit segera menatap wajah Nagita, istrinya, dan berkata, “Dik, Mas kan nggak punya uang buat ngadain pesta ultah itu? Gajian kemarin kan sudah Mas setorkan pada ....”
“Sekalipun uang gajian Mas belum Mas setorkan ke aku pun, tentu belum cukup buat anggaran pesta itu, Mas!” potong Nagita. “Mas harus putar otak dong, bagaimana caranya untuk mendapatkan biaya pesta ultahnya Noni itu!”
“I-iya itu pasti. Mas akan berusaha untuk mencari, bagaimana pun caranya. Tapi maksud Mas, ya kau juga bantu Maslah untuk menanggung sebagian biayanya.”
“Tidak bisa, Mas! Kebutuhan rumah tangga kita sangat banyak. Aku juga punya keperluan mendadak yang tak bisa aku hindari! Masyak hanya buat biaya ultahnya Noni harus patungan juga? Mas itu jangan payah dong jadi seorang ayah! Lagi pula yang berjanji pada Noni barusan kan Mas?!”
“Benar itu, Nak Radit.” Bu Ratri yang tampaknya ikut mendengar dialog itu ikut bersuara. Wanita paruh baya itu seolah-olah sedang berkata pada layar TV Flat yang sedang dikemocengnya. “Nak Radit harus tampil dengan bangga sebagai seorang ayah di depan putrimu dan semua teman-teman putrimu.”
Lalu sembari menghentikan kegiatan ringannya itu ia menatap pada Radit dan lanjut berkata, “Dan kebanggaan itu hanya bisa kaurasakan jika semua lantaran kebahagiaan putrimu itu seratus persen berasal dari kamu. Dulu, almarhum papanya Nagita, beliau selalu tersenyum bahagia karena selalu dapat membahagiakan istrimu itu sejak kecil sampai besarnya.”
“Tuh, dengar kata Mama. Jadi suami dan ayah kok lemah. Kasih bangga ke’ pada anak dan istri! Huh ...!” sindir Nagita dengan wajah kurang ramah dan langsung melangkah ke arah pintu rumah.
Jika ia sudah berhadapan dengan kedua wanita itu, tentu Radit akan mati langkah tewas kutu. Maka hal yang paling bijak dan terbaik harus ia lakukan saat itu adalah menjawab: “Ba-baik, Bu, tentu saya telah bertekat untuk menjadi suami dan ayah yang baik. Okey, saya pamit berangkat kerja dulu ....”
“Eits, jangan lupa juga untuk membahagikan mertuamu ini, dong?!”
“Oh, tentu, Bu. Assalamualaikum.”
“Hmm, waalaikumsalam.”
Dengan berbagai pertimbangan, Nagita pun memutuskan untuk mengajak Radit untuk bicara. Akan tetapi, ketika ia hendak membuka mulutnya, laki-laki yang telah berstatus sebagai mantan suaminya itu tiba-tiba membalikkan tubuhnya, dan tidur miring memeluk guling dengan posisi membelakangi Noni dan dirinya. Nagita menghela nafasnya lalu mengecilnya nyala lampu tidur. Selanjutnya ia berusaha untuk memejamkan matanya. Saat itu jarum jam dinding telah menunjukkan pukul 00.22. Namun pada keesokan harinya ia masih memikirkan tentang rencananya itu. Setelah memikirkannya secara berulang-ulang, Nagita pun memutuskan untuk menelepon Radit. Ia menyampaikan keinginannya untuk bicara itu dengan sangat hati-hati. “Ya silakan bicara saja, insha Allah aku akan mendengarkannya?” sahut Radit. Saat itu kebetulan ia baru saja selesai melakukan pengecekan terhadap file-file laporan yang masuk pada hari itu yang tertera pada layar laptop di hadapannya. “Aku ingin bicara empat mata d
Beberapa bulan kemudian Noni sudah menemukan kembali keceriaannya. Pihak tim dokter yang menanganinya sudah memperbolehkan ia untuk check out dari rumah sakit. Artinya sudah diperbolehkan untuk dibawa pulang ke Indonesia. Hanya saja, gadis kecil itu selanjutnya masih harus menjalani terapi-terapi khusus di rumah sakit Indonesia secara berkala, terutama untuk mengetahui perkembangan dari kondisi penyakitnya. Namun dokter di Beijing itu berpendapat, bahwa Noni akan mendapatkan kesehatan kesehatannya secara optimal seiring waktu. Setelah di Indonesia, gadis itu lebih banyak tidur bersama kedua orang tuanya, Radit dan Nagita. Ia sangat bahagia karena ia bisa kembali tidur di antara kedua orang yang paling disayanginya. Ia memang selalu rindu pada dongeng-dongeng yang selalu dituturkan oleh kedua orang tuanya itu untuk mengantarkannya ke dunia mimpi. “Oh ya, Sayang,” ucap Radit suatu malam pada Noni, sebelum ia menuturkan sebuah dongeng pada sang putrinya, “sembari menungg
Beberapa menit kemudian terdengar ketukan di pintu. “Ya, silakan masuk,” ucap Radit. “Selamat siang, Mas,” salam Ningrum sembari menutup kembali pintunya. “Silakan duduk.” “Terima kasih.” Raditya menatap wajah wanita di depannya dan tersenyum. “Bagaimana keadaanmu hari ini?” tanya Raditya. “Alhamdulillah baik, Mas.” “Tadi malam Ning punya mimpi apa?” “Mimpi?” Kedua Ningrum saling merapat. Terasa ada semacam kejanggalan yang ia rasakan dalam pertanyaan itu. “Malah aku nggak sempet mimpi kayaknya, Mas. Tidur saja baru jam dua dini hari baru bisa terlelap, trus bangun subuh. Kenapa, Mas?” “Ntar kujawab pertanyaanmu, aku ingin lanjut bertanya dulu,” ucap Radit. “Kenapa tidurnya terlambat?” “Hm, nggak tau juga, Mas. Terasa gelisah saja, padahal aku sedang tidak memikirkan sesuatu apa pun yang sifatnya berat.” “Hm, berarti itu pengganti mimpinya!” celetuk Radit. “Maksud, Mas?” “Begini, tadi papaku video ca
Kondisi Raditya sudah dinyatakan pulih seratus persen setelah beberapa bulan pasca operasi transplantasi. Kondisi Noni pun makin mengarah ke kemajuan. Hanya saja ia masih terus menjalani siklus kemoterasi. Namun tim dokter memprediksi, bahwa kesembuhan Noni bisa lebih cepat dari yang diperkirakan sebelumnya. Sebuah keajaiban. Setelah benar-benar klir dinyatakan sembuh sempurna, Raditya diperbolehkan oleh sang ayah, Abdul Karim Pambudi, untuk kembali mengurus perusahaan. Ia tidak hanya menangani secara online, namun juga pulang ke Indonesia. Seminggu di Indonesia dan seminggu di Beijing secara rutin. Sementara Pak Abdul Karim lebih betah mengendalikan kerajaan bisnisnya di Beijing dengan dibantu oleh beberapa tenaga ahlinya yang didatangkan ke Beijing, walau sekali-sekali beliau datang ke Jakarta. Laki-laki paruh baya itu terlihat lebih betah, terlebih karena beliau di Beijing ia selalu ada Bu Ratri untuk temannya bercerita. Begitu pun Bu Ratri, terlihat selalu c
Setelah dua minggu dalam masa menunggu, tim dokter memberikan kabar yang menggembirakan kepada Radit bahwa telah ada seseorang yang menyatakan siap untuk menjadi pendonornya. “Hanya saja,” kata sang dokter yang diterjemahkan oleh Nona Lie, “dengan alasan tertentu, sang pendonor meminta agar kami merahasiakan dulu identitasnya kepada Tuan Raditya.” “Mengapa seperti itu? Harusnya aku tahu siapa orang yang mau mengorbankan dirinya untuk menolomng hidup aku, Pak?” Radit justru menatap dan bertanya pada papanya. “Ya, seperti Pak Dokter barusan bilang, dengan alasan tertentu sang pendonor minta identitasnya untuk dirahasiapakan pada kamu. Papa kira nggak masalah. Mungkin itu berkenaan dengan privacy-nya sang pendonor?” Radit menoleh pada Nagita, “Apakah kamu yang akan melakukannya?” Nagita menggeleng, “Bukan, Mas. Lagi pula ... aku belum lama mendonorkan sumsum tulang kepada Noni. Apakah seseorang boleh mendonorkan bagian tubuhnya yang berbeda s
Setelah semua perencanaan telah disiapkan secara matang, seminggu kemudian, penerbangan menuju Negeri Tirai Bambu pun dilakukan. Perjalanan selama lebih dari tujuh jam dari Bandara Soetta menuju Beijing Capital International Airport terasa cukup melelahkan. Setiba di Beijing, Radit dan Noni langsung melakukan chek in di rumah sakit yang dirujuk untuk melakukan pemeriksaan klinis pertama. Untuk Radit masih dalam tahap dilakukan general chek-up. Dari situ akan dimulai riset klinis untuk menentukan calon pendonor. Dan hasilnya akan segera keluar dalam beberapa hari ke depan. Sementara Noni, kondisinya memang drop, jadi harus langsung dilakukan perawatan yang intensif. Dari hasil test darah, darahnya lumayan naik. Tim dokter yang menanganinya menyarankan agar pasien dirawat inap supaya mendapatkan penanganan medis yang maksimal. Kondisi dropnya Noni dipicu juga oleh kecapaian akibat perjalanan udara yang cukup lama dan kondisi dari penyakit leukemia yang diderit
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments