Share

Bimbang

POV Ayumi

Lima belas tahun yang lalu

"Wah, inikah cewek yang dibilang sama Tiger, masih ingusan ternyata, gue pikir udah SMA, ternyata roknya masih dongker." 

Salah seorang dari mereka yang mengeroyokku, menilaiku dengan tatapan kurang ajar. Aku tahu, sebentar lagi akan menemukan bahaya. Akan tetapi aku tetap mencoba tegar berdiri di atas kakiku sendiri dan tak menampakkan rasa takut.

"Menjauhlah! Aku mau lewat." Kukayuh sepedaku kembali menyusuri jalan sepi yang di kiri dan kanannya adalah lahan kosong. Jarak rumah dan sekolah lebih dekat jika ditempuh dengan jalur ini.

Mereka anak SMA sebelah, biasa mangkal di sini. Akan tetapi, selama mereka tidak menganggu. Namun, saat pria beringas yang baru saja datang itu, mereka malah ikut-ikutan jahat.

"Tak semudah itu Nona Manis," sahut pria asing yang masih memakai seragam SMA itu, dia tak pernah kulihat, akan tetapi melihat gelagatnya, kuyakin dia anak yang bandel.

"Tak apa, rok masih dongker, tapi isinya wanita dewasa ... Hahahaha."

Dia tertawa. Diikuti oleh temannya yang lain. Kuabaikan mereka, akan tetapi pria itu malah menghalangi sepedaku. Aku bahkan tak berhasil menyelamatkan diri, saat mereka mengeroyokku dan membawaku ke tanah kosong. Mereka memaksaku meminum cairan yang telah mereka campur dengan sesuatu.

Hari ini, duniaku berakhir, enam orang pria menggilirku tanpa belas kasihan, meninggalkan luka yang tak hanya di tubuhku, tapi mematikan jiwaku untuk selamanya.

Setelah mereka selesai, mereka meninggalkanku dalam keadaan sekarat.

***

Penderitaan itu tak berakhir di sana. Walaupun orangtuaku berhasil memenjarakan mereka, namun jejak nista itu tumbuh dalam rahimku. Aku mengandung di usia yang sangat muda, empat belas tahun. Aku berulang kali ingin mengakhiri hidupku karena tak sanggup menahan semua rasa trauma dan malu.

Cita-citaku musnah sudah, tak ada lagi mimpi untuk menjadi koki di hotel berbintang. Tak ada lagi senyum cerah sehangat mentari, yang ada tangis kepiluan setiap kuterbangun di tengah malam.

Ayah membawaku ke sebuah klinik, mengeluarkan janin itu secara paksa dari tubuhku. Kami akhirnya memutuskan untuk pindah ke kota lain, memulai hidup baru di sana.

Setahun setelahnya, aku kembali ke bangku sekolah, tanpa ada satu orang pun yang tahu, aku adalah wanita yang hampir menjadi ibu.

Laki-laki, makhluk yang harus dibenci di dunia ini. Tak hanya mereka yang memperkosaku, tapi juga Ayah yang tak menghiraukan jeritan kesakitanku saat aborsi itu terjadi.

Hanya satu orang yang bisa mengerti dengan diriku, Laura. Tetangga sebelah rumah yang selalu menjadi teman setia siang dan malam. Dia bahkan mengatakan bahwa aku adalah wanita yang sangat baik dan hebat. Dia selalu ada setiap kali aku membutuhkannya.

***

"Kita sudah sampai." Suara Mas Adit menyentak lamunanku. 

Pria yang telah menjadi suami selama setahun itu, turun lebih dulu dan berjalan menuju rumah orangtuaku.

Aku berjalan malas mengikuti langkah Mas Adit. Tak seperti orang lain, pulang ke rumah adalah sesuatu yang sangat tak kusukai. Selain hubunganku dengan orangtuaku yang renggang, aku juga bosan mendengar ceramah  Ayah.

"Silakan duduk, bagaimana pekerjaanmu, Dit?" tanya Ayah ramah. Dia bahkan tak melirikku, anak yang dulu sangat dibanggakannya karena selalu juara, dan sekarang ternayata tak jadi apa-apa.

"Saya sehat, Om," sahut Mas Adit. Ibu muncul, dia menatapku sekilas, tanpa permisi, aku berlalu ke kamarku. Aku tak peduli mereka akan membicarakan apa. 

Kubuka kamarku, aroma parfum masih melekat di sini. Parfum yang disukai Laura dan tak disukai Mas Adit.

Entah berapa jam kemudian, pintu diketuk. Mas Adit muncul dengan wajahnya yang tenang seperti biasanya.

"Aku akan menginap di sini, bangunkan aku pagi-pagi sekali, besok hari Senin."

Mas Adit merebahkan tubuhnya seakan ranjang ini miliknya.

"Ayo tidur! Sudah jam sebelas."

Dia menarik tanganku, aku terjatuh dalam posisi tak siap, terjerembab ke pelukan Mas Adit.

***

POV Adit 

Aku terpaku dengan wajah yang berada hanya beberapa senti dari wajahku. Tatapan dingin seperti biasa, bibirnya yang merekah terkatup rapat. Rambut panjangnya menjuntai mengenai  wajahku. Wanita ini memiliki keindahan dan aroma yang memabukkan, sayangnya tidak normal.

Suara dengkusan kesal terdengar, seiring dia yang menggulingkan tubuhnya dan berbaring di sampingku. Aku tahu, dia kembali mengambil jarak, setelah malam pertama bagiku, dan entah malam ke berapa baginya, berlalu begitu saja. Tanpa kesan berarti.

"Lama sekali ngobrol dengan Ayah. Kalian membicarakan apa?" 

"Tak ada, hanya cerita ringan. Kenapa begitu penasaran?"

"Bukannya Mas mau memulangkan aku kembali pada Ayah dan Ibuku?"

Aku mengatupkan rapat mulutku, aku belum sempat bercerita banyak dengan Ayah Ayumi karena pria itu malah memintaku mendampinginya menonton bola. Ingin beranjak, tapi segan. Saat siaran itu selesai, aku bisa bernapas lega.

"Aku belum ingin membahas itu sekarang. Ayo tidur! Tak perlu waspada begitu, aku takkan menyentuhmu lagi."

Yumi menatapku dengan pandangan tak terbaca.

"Kau tahu, Yumi? Aku merasa ditipu. Aku mau bertanya padamu, aku pria ke berapa yang tidur denganmu?"

Mata Yumi melebar. Wanita ini pintar kembali menormalkan raut wajahnya.

"Tak perlu tahu, Mas."

"Apa? Tak perlu tahu?" Aku bangkit, mensejajarkan dudukku dengan Yumi yang bersandar ke sisi ranjang. Jawaban Yumi sangat menyakiti harga diriku. Jadi, dia tak menganggapku penting?

"Ada berapa kenyataan lagi yang akan kau tutupi, Yumi? Selain tak menyukai laki-laki, kau juga ...."

"Tidak perawan," sahutnya cepat. "Tak perlu sungkan. Tak perlu berpikir panjang, kau berhak mendapatkan yang lebih baik dariku."

"Dan setelah itu kau kembali dengan Laura?"

Yumi terdiam.

"Itu sama saja, aku memberikan kesempatan padamu untuk terus tersesat."

Yumi bisu lagi, wanita ini terlalu irit bicara.

"Aku belum bisa menceraikanmu, karena dalam dua bulan ke depan, aku harus memastikan bahwa kau tak mengandung."

Kututup wajahku dengan selimut, membelakangi Yumi yang masih asik dengan dunianya sendiri.

***

Niat Yumi yang ingin menginap tiga hari di rumah orangtuanya batal. Karena sanb Ibu gigih menyuruhnya pulang kembali bersamaku. 

Saat sampai di rumah, Yumi buru-buru menuju dapur. Apa lagi kalau bukan menyiapkan sarapan dan memasak untuk bekal makan siangku. Wanita itu cekatan menggunakan alat-alat masak, gerakannya gesit dan hasil masakannya enak.

"Tunggu lima menit, ikannya beku," serunya. Aku berada di belakangnya, hendak menuju ke kamar mandi. Dia mencoba mencongkel ikan Nila yang menyatu sama lain dengan ujung pisau. Mungkin karena tak sabaran, ujung pisau meleset mengenai telapak tangannya.

"Auuh!" Dia mendesis, sambil membuang pisau di tangannya ke westafel. Darah segar mengucur dari telapak tangannya yang terluka dalam.

"Tunggu di sini!"

Aku bergegas menuju kotak P3K. Mencari kain kasa, antiseptik dan plester.

Yumi hanya memandang tangannya yang terus mengucurkan darah. Kusingkirkan ikan beku itu, kupegang tangan Yumi dan mencuci tangannya sekilas. Wanita itu hanya menurut, bahkan saat aku memberi antiseptik dan membalut lukanya, dia hanya diam sambil memandangku dengan tatapan tak terbaca.

"Selesai," kataku. Kurapikan alat-alat itu di atas meja.

"Kenapa Mas peduli?"

Aku tersentak, saat tatapan Yumi penuh selidik. Kenapa peduli? Karena dia istriku.

"Apa pertanyaanmu harus kujawab?" Aku jengkel sendiri. Yumi mendekat, menyisakan sedikit jarak antara wajah kami. 

"Aku tak layak mendapatkan banyak perhatian, jangan membuatku berutang makin banyak padamu. Aku takut tak bisa membalasnya."

Aku geram, kutarik leher Yumi. Berbicara tepat di wajah dingin itu.

"Apakah ada utang piutang di antara dua orang yang sudah menikah? Aku baru tahu kau begitu picik." Aku menjauh, namun cekalan di lenganku menghentikan langkahku.

"Adit, jangan bermain-main dengan manusia yang haus perhatian, hatiku bisa tak tertolong."

Komen (3)
goodnovel comment avatar
Ati Husni
kasian benar nasib yumi, pasti trauma, ayo yumi jujur sm adit....
goodnovel comment avatar
ni'matul jannah
kasihan juga yumi..
goodnovel comment avatar
ni'matul jannah
banyak teka teki dalam hidup yumi. ayo luruskan mas Adit..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status