Share

Setan-Setan yang Merasuki Tubuh Suamiku
Setan-Setan yang Merasuki Tubuh Suamiku
Author: Amie_C.T

1. Kamu, bukan yang lain

"Aargh." Andira Alishba Beyza, gadis cantik 24 tahun, berkulit putih serta memiliki mata coklat dengan bulu mata lentik yang indah. Tiba-tiba saja dia mengerang saat merasakan tarikan tangan seseorang. 

"Ikut aku, sekarang!" Tanpa peduli akan terikan kesakitan Andira, dia terus saja menyeret Andira hingga ke sebuah ruangan. Brak, dia mendorong Andira hingga tubuh Andira membentur tembok.

"Tari! Apa yang kamu lakukan?" Ya, orang yang menyeret Andira adalah Tari. Wanita itu adalah senor di tempat Andira bekerja.

"Katakan padaku, apa hubunganmu dengan Bagas?" Wanita berwajah manis yang memiliki kulit coklat eksotis itu mencengkram lengan Andira dengan sangat kuat.

"Aargh, apa maksudmu?" Andira mengerang saat merasakan nyeri di lengan yang Tari cengkram.

Plak, sebuah tamparan mendarat di pipi mulus Andira. "Jangan banyak bicara, aku tahu kamu memang penggoda!" Plak, plak, plak. Tari menampar wajah cantik itu berkali-kali, tanpa memberi celah bagi sang empunya untuk sekedar melawan. Bahkan sampai tubuh Andira tumbangpun, Tari masih menindihnya dan memukulnya tanpa ampun. 

Bagas Adnan Bariq, pria 26 tahun yang berpostur tinggi dengan wajah tampan dan juga berkarisma. Dia melangkah cepat menyusuri lorong kantor tanpa menghiraukan beberapa pasang mata yang memandangnya penuh akan kekaguman. Tujuannya saat ini adalah ruang istirahat khusus karyawati. BRAKK, setelah sampai di ruangan tersebut, Bagas membuka kasar daun pintu itu. Kedua matanya menyisir seluruh sudut ruangan yang tampak sangat sepi. Dan benar saja, Bagas mendapati Andira, wanita yang sudah 1 bulan ini ia dekati, tengah berada di bawah kungkungan Tari Dalia Ezzah, rekan sekaligus sahabat baiknya. "Tari, apa yang kamu lakukan!" Bagas meluapkan emosinya kala mendapati wanita yang sangat ia cintai tengah dianiaya oleh sahabatnya sendiri. 

"B-bagas." Tari terkejut dan segara meringsut menjauh dari tubuh Andira yang sudah terkapar lemah di lantai.

Bagas segera berlari, merengkuh tubuh lemah Andira yang tergeletak di tanah. "Andira, kamu baik-baik saja?" Bagas mengusap lembut wajah Andira, helaian rambut yang tercecer di wajah Andira ia selipkan ke belakang telinganya.

"B-bagas, a-aku bisa jelaskan. Semua ini tidak seperti apa yang kamu lihat." Tari yang ketakutan mencoba untuk menjelaskan situasinya pada Bagas, namun Bagas tetap tak bergeming di tempatnya.

Andira menatap pria yang selama ini selalu ada untuknya, dia memberikan senyum manisnya pada Bagas sebelum akhirnya ia pingsan di dalam pelukan Bagas. Wajah yang penuh lebam dengan bibir sedikit robek karena pukulan Tari, membuat kondisi Andira saat ini sangat memprihatinkan.

"B-bagas, aku hanya memberinya sedikit pelajaran. Dia sudah berani mendekatimu dan mau merebutmu dari sisiku." Kilahnya. 

"Tutup mulutmu Tari! Aku tahu semuanya!" Bagas menatap tanjam ke arah Tari. Ya, sebelumnya Bagas sudah diberi tahu oleh temannya, kalau Tari menyeret Andira ke ruangan ini. Namun mereka tidak ada yang berani menolong karena kedudukan yang Tari miliki di perusahaan, salah-salah mereka akan bermasalah dengan pekerjaan mereka. "Satu lagi aku tegaskan, hubungan kita hanya sebagai teman. Tidak lebih! Jadi kamu tidak berhak manghalangiku untuk dekat dengan siapapun!" Hardiknya seraya mengangkat tubuh Andira. 

"Tapi aku mencintaimu Bagas." Tari berlari dan menahan lengan Bagas yang mengangkat tubuh Andira.

"Itu bukan cinta, melainkan obsesi. Aku tidak mencintaimu, yang aku cintai hanya Andira, bukan yang lain." Tegasnya. Bagas menampik kasar lengan yang Tari tahan dan berlalu tanpa menghiraukan teriakan Tari.

"Bagas, kamu salah. Aku sangat mencintaimu." Tariaknya. "Bagasss."

***

"Euugh." Andira melenguh pelan, sesekali ia meringis merasakan nyilu di sekujur tubuhnya. Perlahan ia membuka kedua matanya, menelisik seluruh ruangan yang terasa asing baginya. "Ini di mana?" Gumamnya, Andira berusaha untuk bangun namun sayang, kepalanya terlalu berat untuk sekedar duduk di ranjang.

"Kamu sudah sadar?"

Suara seorang pria yang sangat Andira kenali, menarik perhatiannya. Andira mengalihkan pandangannya ke arah sosok tersebut. "B-bagas". Serunya. 

"Hei, kamu baik-baik saja? Bagian mana yang sakit?" Bagas khawatir, dia menelisik seluruh tubuh Andira, berharap dia tak menemukan sesuatu yang mengkhawatirkan di sana. 

"Aku baik-baik saja." Jawabnya sembari menampilkan senyum termanisnya.

"Aku benar-benar tidak habis pikir dengan Tari. Apa yang sebenarnya ada di otaknya, kenapa dia bisa setega ini padamu." Bagas duduk di kursi samping ranjang Andira. 

"Sudah, tidak perlu di perpanjang. Mungkin dia hanya salah paham saja." Ucapnya. 

"Tidak, ini sudah termasuk penganiayaan. Kita tidak mungkin membiarkan ini." Bagas membenarkan posisi duduknya, berhadapan dengan Andira. 

Andira menggelengkan kepalanya. "Tidak. Berjanjilah padaku, kamu akan merahasiakan ini dan tidak perlu memperpanjangnya lagi. Aku tidak ingin menambah beban pada orang tuaku." 

"Tapi..." Bagas menap wajah Andira yang seakan memohon padanya. "Baiklah. Jika itu yang kamu mau." Bagas tersenyum, tangannya terulur membelai lembut pucuk kepala Andira. "Tidak salah aku menyukai wanita sepertimu." Tukasnya kemudian.

Andira menjauhkan kepalanya dari jangkauan tangan Bagas. Kedua alisnya saling bertautan, otaknya mencoba untuk mencerna perkataan Bagas saat ini. Meski dia sering mendapat perhatian lebih dari pria yang berada di hadapannya saat ini, tapi tidak sekalipun pria itu mengatakan persaannya secara terang-terangan seperti saat ini. 

Bagas dapat melihat sikap Andira yang berubah padanya. Kedua tangannya menangkup kedua pipi chuby Andira, memposisikannya saling berhadap-hadapan dengannya. "Jujur, apa yang dia katakan padamu?" Tanya bagas, namun Andira hanya menggelengkan kepala. "Lalu kenapa sikapmu berubah seperti ini?" Tanyanya kemudian. 

"Aku hanya tidak ingin disebut sebagai perebut kekasih orang." Ucap Andira lirih dan menundukkan wajahnya. 

"Hei, apa maksudmu? Dari awal sampai sekarang, di hatiku hanya ada kamu, bukan yang lain." Ucap Bagas tegas. 

Andira membulatkan kedua matanya, pandangannya menatap dalam kedua mata Bagas, mencoba untuk mencari kebohongan di sana ,namun nihil. Apa mungkin Tari berbohong padaku? Batinnya. 

"Apa Tari mengatakan kalau dia memiliki hubungan spesial denganku?" Tanya Bagas yang kemudian di angguki oleh Andira. "Percayalah, aku dan dia hanya sebatas teman. Tidak lebih." Tegasnya kemudian, namun Andira tetap dalam diamnya. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu. Kamu hanya cukup tahu perasaanku saja. Jika kamu belum siap, aku yang akan siap untuk menunggu jawabanmu."

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ar_key
keren banget ceritanya lanjut baca
goodnovel comment avatar
Wiselovehope
Selalu semangat menulis dan update ^^
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status