Share

2. Dipecat

2 hari berlalu, hari ini adalah kali pertama Andira bekerja kembali. Beruntung kedua orang tuanya tinggal di desa dan Andira tinggal seorang diri di kontrakan, jadi dia tidak perlu khawatir kedua orang tuanya menanyakan keberadaan dirinya saat dia dirawat di rumah sakit

"Andira, ikut saya ke ruangan!"

Andira menoleh ke arah sumber suara dan mendapati Fitriyah, atasannya yang memanggilnya. "Baik Bu." Jawabnya dengan sopan. Kemudian dia beranjak dari meja kerjanya dan mengikuti Fitriyah sesuai perintahnya. 

Di ruangan Fitriyah, Andira mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan dan ternyata di sana juga sudah ada Yeni, kepala ruangannya yang telah menunggu. Ada apa ini? Kenapa perasaanku tidak enak, batin Andira. Andira merasakan tatapan para atasannya tidak seperti biasanya, sepertinya telah terjadi sesuatu tanpa ia sadari. 

"Silahkan duduk." Titah Fitriyah.

Andira tersentak kaget saat suara Fitrinyah membuyarkan lamunannya. Kemudian dia duduk di kursi yang telah disediakan sesuai arahan atasannya. 

"Kamu tahu, kenapa kamu saya panggil ke sini?" 

Andira menggelengkan kepala, kerena pada kenyataannya dia memang tidak tahu apa yang telah terjadi hingga dia harus berhadapan dengan kedua atasannya saat ini. Entah kenapa, Andira merasa suara Fitriyah kali ini terdengar berbeda, seperti suara orang yang sedang menahan amarah. 

"Baiklah, saya tidak akan bicara panjang lebar. Yang pasti, sikap kamu selama ini telah melukai hati saya!" Sarunya. 

Andira membulatkan kedua matanya, dia bertanya-tanya sikap yang mana yang dia lakukan hingga membuat atasannya merasa sakit hati. "M-maaf bu, saya tidak mengerti." Ucapnya. 

"Tidak perlu banyak bicara, cukup tanda tangan saja di sini." Jawab Fitriyah ketus, dia memberikan selembar kertas lengkap dengan materainya beserta satu buah pulpen. 

Jantung Andira seakan berpacu

 semakin kencang, tatkala mendengar jawaban dari atasannya. Apa lagi dia melihat kertas yang diberikan Fitriyah itu bermaterai. "M-maaf, ini kertas apa bu?" Tanyanya. 

"Bukankah kamu bisa membaca." Jawabnya lagi, dingin. 

Andira mengangguk dan menuruti perintah Fitriah, dia merogoh kertas dan pulpen yang berada di hadapannya. 

"Saya yang bertanda tangan di bawah ini, nama Andira Alishba Beyza, usia 24 tahun, alamat di Jl. Semenanjung Riya Blok A no.1, posisi pekerjaan sebagai karyawan. Dengan ini menyatakan untuk istirahat sampai batas waktu yang tidak ditentukan."

Deg, hatinya bagai tersambar petir. Andira terkejut tatkala tahu atasannya menyuruhnya untuk menanda tangani surat pengunduran diri dari perusahaan. Apa yang terjadi? Kenapa aku harus mengundurkan diri? Apa aku telah melakukan satu kesalahan, kesalahan yang tidak pantas untuk dimaafkan? Banyak pertanyaan yang hadir dalam benak Andira saat ini. Dia tidak tahu apa yang harus dia lakukan saat ini. 

"Cepat tanda tangan!" 

Suara perintah sang atasan membuat Andira kembali tersadar dari lamunanya. Mau tidak mau dia menuruti keinginan atasannya itu. Dengan deraian air mata yang sudah membasahi kedua pipinya, Andira memberanikan diri untuk menggerakkan pupen di tangannya, meski dalam keadaan bergetar kerena menangis. Sebenarnya apa yang terjadi? Kenapa aku mendapat perlakuan berbeda dari yang lain? Andira membatin dalam hatinya.

Selesai menyematkan tanda tangannya di sampaing materai, dia di perintahkan untuk langsung pulang dengan membawa barang-barangnya sekaligus. Saat dia keluar dari ruangan atasannya, banyak teman-temannya yang menanyakan apa yang telah terjadi sampai dia dipanggil ke ruangan Bu Fitriyah. Apa lagi dia keluar dalam keadaan menangis. Andira tak mampu menjawab jika dia mendapat perlakuan yang tak adil di sana, saat ini dia hanya bisa menangis di pelukan teman-temannya. 

Dari kejauhan seorang wanita dengan kulit kecoklatan serta rambut pendek ikalnya, memperhatikan dengan senyum puasnya. "Ini belum seberapa Andira! Lihat saja apa yang akan aku lakukan padamu nanti." Serunya dengan senyum sinisnya. 

Andira menyusuri jalanan ibu kota dengan air mata yang membasahi wajahnya. Beruntung saat dia pergi, dia tidak bertemu dengan Bagas, jadi dia tidak perlu bingung untuk menyembunyikan wajahnya yang terlihat sembab.

Dering ponsel yang sejak tadi berbunyi, tidak ia hiraukan. Dia lebih memilih berkeliling menyusuri jalanan yang di penuhi dengan lalu lalang kendaraan. Lelah menyusuri jalanan ibu kota, kini ia memberhentikan motornya di sebuah pinggiran taman kota. Dia mendudukkan bokongnya di kursi yang berada di bawah pohon yang rindang. Dia menunduk dan menutupi wajahnya dengan kedua tangannya, dia menangis sejadi-jadinya meluapkan semua kesedihan dan rasa sakit hati dalam dirinya kerena perlakuan yang tidak adil yang baru saja ia dapatkan.

Dering ponsel kembali terdengar dari dalam tas selempangnya, menggangu luapan kesedihan yang ia tumpahkan. Dengan berat dia membuka tasnya dan mengamit ponselnya. Ternyata Bagas, pria yang baru 1 bulan ini dekat dengannyalah yang telah menelponnya.

Andira kembali mengabaikan panggilan itu, dia tidak ingin Bagas khawatir dengan dirinya. Hingga beberapa saat kemudian, panggilan itupun terputus. Dira menatap layar ponselnya yang terdapat puluhan panggilan tak terjawab serta puluhan pesan yang belum ia baca. Dia membuka kunci ponselnya untuk memeriksa siapa yang mencoba menghubunginya sebanyak ini dan ternyata semua panggilan dan pesan itu dikirm oleh Bagas.

"Haah." Andira menghela nafas, entah apa yang akan dia lakukan selanjutnya. Andira menatap langit yang terlihat menggelap karena tertutup awan.

"Sampai kapan kamu akan terus mengabaikan aku?"

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ar_key
paragraf di jeda dikit ya biar gak ngos-ngosan bacanya ...
goodnovel comment avatar
Wiselovehope
Seru (^^)/
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status