Share

3. "Iya"

"Sampai kapan kamu akan terus mengabaikan aku?"

Suara seseorang yang sangat Andira kenal membuayarkan lamunannya. "K-kamu..." Andira tak dapat meneruskan kalimatnya saat tiba-tiba ubuhnya di rengkuh dan di peluk sangat erat. 

"Menangislah, jangan pernah memendam masalahmu sendiri. Aku siap untuk menjadi tamengmu saat kamu ingin menangis." Ya, dia adalah Bagas, pria yang selama ini memberi perhatian lebih padanya. 

Entah kenapa, kata-kata Bagas membuat kedua matanya kembali berair. Andira melingkarkan kedua tangannya di pinggang Bagas, membenamkan wajahnya ke dalam dada bidang pria itu. Dia menangis, meluapkan semua sedih dan rasa sakit hatinya di dalam dekapan pria yang tadinya ingin sekali Andira hindari, saat ini justru tengah berada di dekatnya, bahkan memeluknya.

"Benar, menangislah." Ucap Bagas, tangannya membelai lembut rambut hitam panjang Andira yang tergerai sangat indah. "Maaf. Karena aku, kamu jadi begini."

"Apa yang kamu katakan?" Andira melepas pelukannya, lalu menatap dalam pria yang selalu ada di saat kapanpun ia membutuhkan seseorang sebagai sandaran. 

"Aku tahu, pasti ini terjadi karena aku." Seru Bagas yang menundukkan wajahnya.

Andra memberanikan diri untuk menggenggam tangan Bagas."Ini bukan salahmu. Ini semua takdir, jadi kamu tidak perlu menyalahkan diri sendiri seperti ini." Serunya kemudian. Tak dapat dipungkiri jika Andira sebenarnya juga menyukai pria yang ada di hadapannya saat ini, pria yang selalu ada untuknya. 

Perlahan Bagas mengangkat pandangannya, dia menatap kedua mata indah Andira. Sungguh, dia sangat beruntung bisa bertemu dan mencintai gadis sebaik Andira. "Aku janji akan membantumu untuk mencari pekerjaan." Ucapnya yang kemudian diangguki oleh Andira. 

"Terima kasih." Seru Andira tulus.

"Hei, tidak perlu begitu. Apa pun akan aku lakukan untukmu." Bagas memberanikan diri mencubit kedua pipi chuby yang selalu terlihat menggemaskan itu dan hal itu sukses membuat keduanya merona. "Hmm, apakah kamu masih belum siap untuk menjawab pertanyaanku?" 

Andira menautkan kedua alisnya. Pertanyaan yang mana, batinnya. 

Bagas menggaruk tengkuk kepalanya yang tak gatal saat melihat wajah kebingungan Andira. Masak iya aku harus mengatakannya lagi. Padahal waktu itu saja sudah berkeringat dingin, batinnya. "I-itu.." Serunya seraya menyatukan kedua telunjuk jarinya. Dari mana aku harus memulainya, pikirnya. Entah kenapa Bagas jadi lupa kata-kata yang akan dia ucapkan, padahal waktu itu dia sangat lantang mengutarakan perasaannya di rumah sakit.

"Iya." Jawab Andira tiba-tiba.

Bagas terkejut, dia membulatkan kedua matanya saat mendengar jawaban dari Andira. "Benar, iyaa?" Tanyanya untuk memastikan dan Andira tentu saja mengangguk. 

"Aargh." Karena sangat senang, Bagas kembali reflek mencubit kedua pipi menggemaskan milik Andira. 

"Eh, eh maaf sayang. Aku terlalu senang saat ini." Bagas gelagapan dan mengelus pipi Andira. Dia bahkan merutuki tangannya yang membuat kekasih barunya jadi kesakitan.

Andira mengangguk. Entah kenapa panggilan sayang yang di sematkan Bagas, membuat kedua pipinya kembali merona.

"Ayo aku antar pulang, nanti keburu hujan." Untuk pertama kalinya Bagas menggengam tangan Andira, meski sebenarnya jantungnya tengah berdisko ria dan membuat kedua otot kakinya serasa melemah.

"Tapi aku bawa motor sendiri." 

Bagas terdiam. Benar juga, batinya. "Tidak apa-apa, yang penting kamu aku antar pulang." Masa bodoh dengan dua motor itu, yang penting aku bisa mengantar kekasihku pulang seperti yang lain, pikirnya. 

"Terus kantor?" Andira kembali mengerutkan keningnya. Padahal ini masih jam kantor, kenapa Bagas sangat ingin mengantarnya pulang. 

"Aku sudah ijin sakit." Jawab Bagas dengan senyum manisnya. 

Andira menggeleng, kenapa Bagas bisa berubah konyol seperti ini. Padahal biasanya dia akan terlihat sangat berwibawa di kantor. Akhirnya kedunya melaju meninggalkan taman dengan motor masing-masing. 

***

Waktu kian cepat berlalu. Selang 3 bulan kabar di pecatnya Andira secara tidak adil pun kian tenggelam. Tapi tidak dengan hubungan Andira bersama bagas, keduanya sudah resmi menjalin hubungan sejak 3 bulan yang lalu dan sebentar lagi Bagas akan menunjukkan keseriusannya untuk melanjutkan hubungan mereka ke jenjang pernikahan. Andira juga saat ini sudah mendapat pekerjaan baru, dia menjadi sekretaris pribadi di salah satu perusahaan sejak 1 bulan yang lalu. Meski perusahaan itu tak sebesar perusahaan Andira dulu, tapi Andira cukup betah karena dia diperlakukan cukup baik di sana. 

Tari yang sejatinya juga masih memendam perasaan kepada Bagas, tidak dapat menahan amarahnya saat ia mendengar rencana pernikahan Andira dan Bagas yang akan di laksanakan 2 minggu lagi. Meski Tari dan Bagas kini tak saling sapa, tapi Bagas masih menghargai Tari sebagai seniornya dan mau memberikan undangan padanya. Namun Tari tidak terima, dia justru beranggapan jika Bagas tengah memenas-manasi dirinya dengan memberikan undangan tersebut. Terlebih, Bagas yang lebih memilih Andira dari pada dirinya. Tari memutuskan pergi ke sebuah desa yang terletak di pinggiran pantai sebelah timur kota untuk menemui seseorang. 

"Apa yang kamu inginkan?" Tanya mbah Kaji, pria tua yang berumur 65 tahun, dengan keriput yang memenuhi sekujur tubuhnya. Pakaian khas jawa yang melekat di tubuhnya, serta tudung kepala dengan motif batik membuat mbah Kaji terlihat seperti seorang bangsawan di jaman dulu. Dia sedang duduk bersila dengan baskom yang terbuat dari tanah liat yang berisikan arang menyala di dalamnya. Sesekali dia menaburi dupa ke atas arang tersebut hingga bau kemenyan menyeruak keseluruh penjuru ruangan. Tampah bambu berisi tujuh macam jenis bunga dengan berbagai warna, juga tersaji di hadapan mbah Kaji. 

Comments (2)
goodnovel comment avatar
Ar_key
keren .........
goodnovel comment avatar
Wiselovehope
Ayo lanjut (^^)/
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status