Share

Bab 7

Penulis: Violen
Vannisa memasukkan barang-barang yang dibelinya ke dalam rumah barunya, lalu merapikannya lagi, barulah dia kembali ke vila Keluarga Farhan.

Saat menyalakan lampu, dia melihat Andrian duduk di sofa dengan wajah muram memandangnya.

Dia mengganti sepatunya dan berjalan melewati Andrian tanpa niat untuk berbicara.

Namun Andrian tiba-tiba menarik tangannya dan melemparkannya ke sofa.

Lengan Vannisa yang terluka terbentur, dan dia langsung merasakan sakit sampai wajahnya memucat.

Namun Andrian yang sudah lama lupa bahwa Vannisa terluka, malah seperti biasanya, dengan wajah dingin dia langsung menyalahkannya, "Ada apa denganmu hari ini? Vannisa, kamu sudah merasa hebat sekarang sampai berani memblokirku? Lagipula, aku suruh kamu ke rumah sakit, kenapa kamu nggak pergi?"

Selama tiga tahun terakhir, setiap kali suasana hatinya buruk, dia selalu melampiaskannya pada Vannisa.

Hanya dengan memarahi, itu masih tergolong ringan.

Kadang-kadang dia bahkan tak bisa menahan diri sampai mendorongnya.

Yang paling parah, Vannisa pernah terbentur lemari, punggungnya memar dan harus berbaring tiga hari di tempat tidur.

Setelah itu, dia akan meminta maaf padanya, mengatakan bahwa semua itu bukan kesengajaan.

Vannisa juga tahu bahwa Andrian adalah seorang pasien, jadi dia memilih untuk memakluminya.

Tapi sekarang, dia sudah bisa berdiri lagi, dan bukan lagi Andrian yang dulu, yang hidup dalam keputusasaan.

Dia tidak akan mau mentolerir perlakuan seperti itu lagi.

Dengan suara dingin Vannisa berkata, "Kalau kamu bisa blokir nomor ponselku, kenapa aku tidak bisa blokir WhatsApp kamu? Lagipula, aku bukan pembantu Renisa, dia terluka bukan urusanku, aku tidak punya kewajiban merawatnya."

Andrian tidak mengerti kenapa Vannisa bilang dirinya memblokir nomor ponselnya.

Dia membuka daftar blokir di kontak ponselnya, dan baru sadar nomor Vannisa ada di sana.

Dia baru teringat, dulu memang pernah memblokirnya.

Alasannya sudah dia lupa.

Dengan rasa frustrasi, dia menggaruk kepalanya dan menatapnya dengan sedikit lelah.

Dulu, Vannisa selalu penurut dan patuh, tapi akhir-akhir ini dia benar-benar mulai membuat keributan. Saat ini dia mendadak teringat bahwa sudah beberapa hari dia tidak makan masakan buatannya, dan merasa sedikit rindu.

Dia bukan orang yang tidak bisa berpikir. Dia segera menyadari belakangan ini dia agak mengabaikannya.

Untuk membuatnya kembali fokus pada keluarga, melanjutkan tugas-tugas rumah tangga, nada bicaranya menjadi lebih lembut, "Kamu blokir aku di WhatsApp, itu berarti kita sudah impas. Soal Reni, kamu tidak perlu lagi menemani dia di rumah sakit, tapi kamu harus tetap menyiapkan tiga kali makan setiap hari dan membawanya ke sana."

Dia mengeluarkan satu kartu tambahan lagi lalu berkata, "Kamu sedang tidak enak hati, pergi saja beli beberapa baju, itu bukan masalah. Namun jangan bertengkar dengan Sinti, jangan sampai ngomong kasar yang bikin orang lain tertawa. Aku tidak pernah berpikir untuk cerai denganmu, jadi jangan pernah ungkit soal itu lagi."

"Kartu tambahan ini untuk kamu, limit empat ratus juta per bulan, anggap saja itu uang jajan. Ibu kamu sekarang memang tidak perlu biaya medis, tapi nanti masih butuh biaya nutrisi. Dengan kartu ini, kamu tak perlu lagi minta uang padaku."

Andrian tahu dia kekurangan uang.

Kalau diberi lebih banyak uang, dia pasti akan menurut.

Vannisa melihat kartu tambahan itu dan merasa sangat miris.

Tiga tahun ini, setiap kali dia minta uang padanya, Andrian selalu bersikap angkuh dan membuatnya merasa malu.

Sekarang, Andrian malah mau memberikan kartu tambahan untuknya? Sayangnya dia tidak mau lagi.

Kontrak tiga tahunnya sudah berakhir, penyakit ibunya juga sudah membaik, dia tidak membutuhkan Andrian lagi.

Sekarang, dia hanya ingin meninggalkannya!

Dia menolak kartu itu dan berkata sinis, "Tidak perlu, aku tidak membutuhkannya."

Andrian mengerutkan kening sambil menatapnya.

"Empat ratus juta tidak cukup? Kamu mau berapa?"

Dia merasa dirinya sudah cukup baik kepada Vannisa.

Meskipun tidak mencintainya, dia tetap bersedia menanggung biaya hidupnya dan biaya pengobatan ibu mertuanya.

Apa lagi yang membuatnya tidak puas?

Vannisa menjawab dengan nada dingin, "Aku tidak mau apa pun darimu, aku cuma mau cerai. Lagipula, kamu sudah tanda tangan perjanjian cerai, kita berpisah baik-baik saja."

"Perjanjian cerai apa?" Andrian bertanya dengan ragu.

Dia kapan pernah menandatangani perjanjian itu?

Vannisa tertawa sinis. "Kamu benar-benar nggak ingat? Waktu itu ... "

Belum selesai dia bicara, ponsel Andrian sudah berdering.

Saat Andrian mengangkat telepon, suara Sinti yang cemas terdengar di ujung sana. "Gawat, Kak, Reni pingsan."

Andrian langsung menunjukkan wajah panik.

"Kenapa bisa begitu? Tunggu sebentar, aku akan segera ke sana."

Tanpa menatap Vannisa, dia langsung membalikkan badan dan pergi.

Vannisa sudah tahu akan seperti itu.

Bagi Andrian, orang yang paling dipedulikan hanyalah Renisa.

Begitu dia pergi, Andrian bisa mewujudkan keinginannya untuk bersama Renisa.

Vannisa juga bisa melepaskan diri dari semuanya.

...

Andrian tidak pulang ke rumah selama seminggu.

Vannisa tentu juga tidak akan ikut campur urusannya dan mempermalukan diri sendiri.

Dia membuka WhatsApp di ponsel.

Tiba-tiba, Sinti mengunggah sebuah postingan di status.

Gambar yang disertakan adalah sebuah tiket pesawat.

Foto tiket pesawat itu disertai dengan tulisan: [Bahagia banget, bisa numpang fasilitas kakak dan kakak ipar ke Pulau Toya lihat aurora.]

Barulah saat itu Vannisa mengerti, ternyata Andrian dan Renisa sedang pergi liburan, pantas saja dia tidak pernah menyuruh asistennya mengingatkan Vannisa untuk mengantarkan makanan pada Renisa.

Vannisa sih sebenarnya tidak cemburu, hanya merasa Renisa cederanya kali ini terlalu ringan.

Di saat itu, Fika meneleponnya.

"Vanni, minggu depan ada pesta ulang tahun aku, kamu akan datang, kan?"

Vannisa terdiam sejenak, lalu mengiyakan, "Baik, aku akan datang."

Fika juga tidak buruk terhadapnya. Jadi sebelum perceraian, dia bersedia hadir sekali lagi di pesta ulang tahunnya.

Fika tersenyum bahagia, lalu tak bisa menahan rasa sedihnya, berkata, "Jujur, Vanni, aku benar-benar menyukaimu, sayangnya Andrian tidak tahu bagaimana menghargaimu."

Di hati Fika, meskipun latar belakang Vannisa agak berbeda, dia lebih sabar dan tahan uji dibanding Renisa, sehingga lebih cocok menjadi istri Andrian.

Namun, dia juga tak bisa melawan keinginan anaknya. Karena anaknya tidak bisa melepaskan gadis itu, dia pun hanya bisa membiarkan Vannisa pergi.

...

Hari kedua setelah Andrian dan Renisa pulang ke negara, bertepatan dengan pesta ulang tahun Fika.

Karena Andrian tidak pulang ke rumah, Vannisa langsung pergi ke rumah lama Keluarga Farhan.

Dia masuk ke ruang pesta dan melihat Andrian yang mengenakan setelan jas rapi, serta Renisa yang memakai gaun pesta warna krem dengan bahu terbuka.

Mereka saling merangkul mesra seperti pasangan sempurna.

Para tamu di sekeliling mereka mengerumuni dan berbicara, banyak yang memuji betapa serasinya mereka.

Mendengar perkataan mereka, senyum di wajah Renisa semakin merekah.

Sementara Vannisa berdiri diam di sudut pesta, tanpa maju ke depan.

Saat itu, Andrian melihatnya.

Dia mengerutkan kening, lalu berjalan mendekatinya.

"Kamu kenapa datang?"

Para tamu di pesta malam ini adalah tokoh-tokoh terkenal di Kota Yale, dan Andrian tidak ingin orang lain tahu bahwa Vannisa adalah istrinya.

Vannisa menjawab dengan nada datar, "Ibu yang menyuruhku datang."

Andrian dengan nada tidak sabar berkata, "Nanti setelah kamu mengucapkan selamat ulang tahun pada ibu, cepatlah pergi. Jangan sampai ada yang tahu siapa kamu sebenarnya."

Setelah memberikan perintah itu, dia segera melangkah cepat pergi.

Seseorang bertanya kepadanya, "Siapa itu Vannisa?"

Tapi Andrian hanya meliriknya sebentar, sebelum menjawab, "Asisten."

Vannisa tersenyum tipis.

Di dalam hati Andrian, dia merasa Vannisa tak pantas memegang status sebagai istrinya.

Hanya di beberapa acara keluarga atau jamuan makan yang hanya dihadiri teman-teman dekat Keluarga Farhan, dia akan mengajak Vannisa hadir dan mengakui dia sebagai istri Andrian.

Namun, di acara penting yang dihadiri banyak tamu seperti ini, dia tidak akan mengakui dia.

Saat itu, Renisa naik ke panggung dan memainkan sebuah lagu piano.

Suara piano mengalun merdu, membuat orang-orang di sekitar ramai memuji.

Setelah selesai memainkan piano, Renisa turun dari panggung dan menggandeng lengan Andrian.

Seseorang pun memuji, "Nona Renisa lulusan Akademi Musik Kerajaan Gordon ya? Benar-benar berbakat sekali!"

Renisa tersipu malu dan merapat diri ke sisi Andrian.

Pujian dari semua orang membuat wajah Andrian ikut tampak bangga dan bercahaya.

Di dalam hatinya, Renisa yang berasal dari keluarga terpandang, berwajah cantik, berpendidikan tinggi, dan berbakat seni adalah pasangan yang paling cocok baginya.

Sementara Vannisa hanya pantas melayani di rumah saja, membawanya keluar hanya akan mempermalukan dirinya.
Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 100

    Setelah berkata begitu, dia dengan genit mengedipkan mata pada Riski.Oktavia berdiri di sebelah dengan tangan disilangkan, memandang adegan di depan mata dengan penuh minat. Sudut bibirnya terangkat sedikit, memperlihatkan ekspresi setengah tersenyum dan setengah menyembunyikan sesuatu.'Aku memang pintar sekali, haha.'Liliyana memang jago dalam hal menjalin kedekatan.Apalagi Heriyanto benar-benar hebat, sampai bisa mengajak bos yang biasanya sibuk itu ikut datang.Siska mengedipkan sepasang matanya yang besar dan bening, dengan penuh rasa ingin tahu menatap Riski, lalu dengan suara manja bertanya, "Kakak Riski, apakah mereka ini teman-temanmu?"Sambil berkata begitu, pandangannya tak sengaja tertuju pada Vannisa yang berdiri di sebelah Liliyana, lalu mulai mengamati dari atas ke bawah.Tak bisa dipungkiri, di antara ketiga wanita itu, Vannisa memang paling menonjol. Wajahnya yang halus, aura lembut yang kuat, seperti bunga camellia yang kokoh membuat Siska merasakan ancaman yang be

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 99

    Heriyanto seolah-olah tidak menangkap isyarat dari Riski, malah tersenyum ramah dan menyapa Siska dengan nada riang, "Siska ya? Sudah bertahun-tahun berlalu, tapi matamu tetap cuma bisa melihat Riski yang pendiam ini. Aku sungguh tak mengerti, apa sih yang begitu menarik darinya sampai kamu segitunya jatuh hati?"Mendengar itu, pipi Siska langsung memerah malu. Dia segera mencubit lengan Heriyanto dengan manja dan berkata, "Kakak Heriyanto ... "Lalu seolah ingin segera membela Riski, dia buru-buru berkata, "Kakak Riski itu bukan pendiam!"Nada suaranya penuh rasa kagum dan pembelaan terhadap Riski.Heriyanto hanya tersenyum kecil lalu menambahkan, "Karena kamu sudah datang, biar Riski traktir kita makan siang, bagaimana?"Tentu saja Siska langsung mengangguk manis dan tersenyum ceria ke arah Riski.Namun, wajah Riski yang berdiri di samping mereka justru tampak tak begitu senang.Baru saja dia berharap Heriyanto bisa membantunya mengusir Siska, tapi tak disangka Heriyanto malah mengaj

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 98

    Berpikir sampai di situ, Vannisa tak bisa menahan untuk menghela napas pelan, dalam hati bertanya-tanya bagaimana cara terbaik menghadapi situasi rumit yang ada di depan matanya ... Saat itulah, Oktavia tak bisa menahan diri untuk mengedipkan mata.Oktavia diam-diam mengeluarkan ponselnya, lalu mengambil foto Vannisa yang sedang menghela napas dengan wajah penuh kesedihan dari samping.Kemudian, dengan cekatan dia menyentuh layar ponsel dan mengirimkan foto itu kepada Heriyanto.Belakangan ini, Heriyanto sering berkunjung ke kantor pengacara itu. Karena sifatnya yang ramah, ceria, dan humoris, dia cepat akrab dengan para pengacara di sana. Selain itu, dia juga dengan cepat tahu kalau Oktavia dan Vannisa adalah sahabat.Mendengar ini, Heriyanto pun punya ide. Dia ingin membantu Riski, adiknya yang pendiam untuk mendapatkan hati wanita.Setelah mendengar permintaan Heriyanto, Oktavia langsung setuju. Bos mereka di kantor hukum yang dijuluki Jomblo Abadi itu sebenarnya orang baik, dan V

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 97

    Pagi itu, Vannisa dan Liliyana sudah datang lebih awal ke studio untuk merapikan beberapa barang.Studio mereka berada di gedung yang sama dengan Kantor Pengacara Gemilang Mitra. Oleh karena itu, Liliyana pun mengajak Oktavia untuk makan siang bersama.Tak lama kemudian, Oktavia pun datang sesuai janji. Ketiganya pergi ke sebuah restoran yang nyaman dan memiliki suasana yang tenang tak jauh dari gedung kantor.Saat sedang makan, pandangan Oktavia beberapa kali jatuh pada Vannisa. Wajahnya tampak ragu, seperti ingin mengatakan sesuatu, tapi masih menimbang-nimbang.Akhirnya, dia membuka suara juga dan berkata, "Vannisa, kamu mungkin belum dengar, ya? Bos kami ternyata punya teman masa kecil yang dekat banget! Katanya hubungan mereka sudah terjalin dari lama dan kelihatannya cukup spesial juga!"Selesai berkata begitu, seolah ingin membuktikan ucapannya bukan sekedar gosip belaka, Oktavia dengan sigap membuka ponselnya. Dia menggulir layar cepat-cepat, lalu menunjukkan sebuah foto yang s

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 96

    Dia membuka bibir tipisnya dengan dingin berkata, "Aku sedang sangat sibuk. Kalau kamu tidak ada urusan penting, tolong segera pergi dari sini."Belum selesai berbicara, Riski sudah berbalik dan melangkah menuju kantornya dengan langkah pasti dan tegas, seolah tidak mau tinggal satu detik lebih lama.Namun, Siska tampak sama sekali tidak menyadari sikap dingin dan ketidaksabaran Riski. Dia dengan cepat mengejarnya.Wajahnya tersenyum cerah, mata indahnya berbentuk bulan sabit, dengan suara manja berkata, "Aih, tidak apa-apa kok! Aku cuma mau lihat kamu kerja sebentar saja, dan kita kan bisa makan siang bersama, kan?"Mendengar sikap penuh semangat dari Siska, hati Riski bukan malah tergerak, melainkan semakin merasa kesal.Riski benar-benar tidak mengerti mengapa wanita ini begitu gigih, padahal dia sudah berkali-kali menegaskan tidak ada hubungan asmara di antara mereka, tapi Siska terus tak mau menyerah.Saat itu, Riski hanya ingin segera bebas dari gangguan Siska, tapi Siska seolah-

  • Setelah Aku Pergi, Baru Kau Menangi   Bab 95

    Siska duduk santai di sofa ruang tunggu, tampak sangat nyaman dan rileks.Wajah cantik dan menawan itu tersungging senyum tipis yang menawan hati.Para pengacara yang berlalu lalang tak bisa menahan diri untuk melirik penuh rasa ingin tahu, membisikkan dalam hati siapa gerangan wanita asing ini.Namun, di bawah tatapan semua orang, Siska tetap bersikap sangat alami dan familiar.Dia tampak seperti pelanggan tetap di sini, setiap gerak-geriknya memancarkan kepercayaan diri dan ketenangan yang khas.Bahkan membuat orang-orang seolah-olah berpikir bahwa dia adalah penguasa dari kantor pengacara ini.Tak lama kemudian, resepsionis dengan senyum ramah menghampiri, membawa secangkir kopi hangat yang mengepul dan menyerahkannya pada Siska.Dia menerima cangkir itu dengan lembut, menyeruput sedikit, lalu dengan ramah memberikan saran kepada resepsionis, "Hmm ... kopinya agak terlalu manis. Aku lebih suka setengah gula, dan kalau bisa diberi es batu, rasanya jadi lebih segar. Tolong perhatikan

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status