Share

Setelah Mahkotaku Kau Renggut Paksa
Setelah Mahkotaku Kau Renggut Paksa
Author: Safiiaa

Bab 1

Author: Safiiaa
last update Last Updated: 2025-08-14 12:18:58

Bab 1

"Jangan bahas soal jodoh, Bu. Nur ini sudah kotor. Sudah bagus begini saja. Mana ada laki-laki yang mau sama wanita korban pemerkosaan? Ngga hamil aja udah untung." Perempuan berambut sebahu itu menghentikan suapannya. Ia berujar dengan dada yang penuh sesak.

Air mulai mengalir menggenangi kelopak mata perempuan yang sedang duduk di meja makan itu. Bayang-bayang kejadian lima tahun lalu kembali terlintas dalam kepalanya. Wajahnya menunduk, membiarkan air itu berjatuhan. Nasi lauk sambal paru kesukaannya mendadak terasa hambar.

Bayangan kejadian lima tahun lalu terus saja berputar dalam kepala Nuraini. Hamparan sawah yang membentang menjadi saksi kejadian mengerikan itu. Jerit suaranya memanggil siapapun yang lewat tapi tak ada yang datang menolong, hingga lelaki yang entah siapa itu dengan teganya merusak mahkota yang telah dijaga dengan baik oleh Nuraini.

Jangan mengira kalau Nuraini berpakaian ketat, apalagi terbuka. Kesialan tak memandang itu. Pakaiannya tertutup, hanya saja rambut yang panjang lagi hitam legam serta poni lempar samping yang menghiasi wajahnya menjadi daya tarik tersendiri baginya. Wajah oval dengan bulu mata lentik menghiasi rautnya yang bersih membuat siapapun yang melihat pasti akan memujinya. Cantik.

Kotor, rusak, tak punya masa depan, malu dan hal menyakitkan lainnya spontan terlintas dalam kepala Nuraini. Ia tak punya daya melawan lelaki yang ada di atasnya saat itu. Wanita yang baru saja pulang kerja itu hanya bisa pasrah pada Tuhan yang terasa tak adil padanya.

Nuraini berusaha mengatur napasnya. Trauma itu tak bisa dibiarkan berlarut dalam hati. Dirinya berusaha menerima, mengikhlaskan takdir yang rasanya perih, sesuai dengan pesan psikolog yang ia hubungi secara online kala itu.

Seharusnya Nuraini melapor setelah kejadian naas yang menimpanya. Tapi orang tuanya berpikir seribu kali. Jika dilaporkan, maka kabar itu akan menjadi konsumsi publik dan berimbas pada mental yang makin sulit untuk disembuhkan. Tentunya rasa malu yang akan ditanggung semakin besar jika banyak yang tahu.

"Mau sampai kapan hidup sendiri? Masa lalu sudah jauh ke belakang, jangan lagi jadi penghalang kebahagiaan mu kedepannya. Kamu berhak bahagia, apapun keadaanmu. Suatu saat akan datang laki-laki yang mau menerima kamu apa adanya." Wanita tua itu berucap sambil menatap jarum ditangannya. Jemarinya dengan lihai memasukkan jarum ke dalam gabungan dua kain yang ada di tangan tanpa peduli bagaimana reaksi lawan bicaranya.

"Kalau gitu doain aja, Bu." Nuraini menjawab setelah menghela napas panjang. Suara serak bekas tangisan tak membuat wanita yang melahirkannya itu menoleh sedikit saja.

"Kalau soal doa kamu ngga usah khawatir. Setiap selesai sembahyang Ibu selalu doain kamu. Tapi ya entah gimana kok kamu masih ketiban sial aja," jawab Salamah, wanita yang telah melahirkan dan merawat Nuraini hingga kini.

Nuraini tak lagi memperhatikan ibunya. Ia memilih bangkit dari duduknya, lalu pergi ke dapur membuang sisa makanan yang tak lagi berminat untuk dilahap.

Tangis Nuraini kembali berderai setelah ia sampai kamar. Mulutnya ditutup dengan bantal, lalu berteriak sekencangnya. Hatinya perih, dadanya sakit, pikirannya kacau. Rasa itu yang selalu hadir saat ibunya membahas soal jodoh.

Siapa yang mau menjadi korban pele cehan? Tak ada. Bahkan orang tak waras pun rasanya tak akan mau.

Namun, jika Tuhan sudah menunjuk wajah, siapa yang bisa menolak? Demikian dengan Nuraini. Ia hanya bisa pasrah menerima takdir yang terpaksa ditelan dengan lembut.

Setelah melepas bantalnya, Nuraini tak sengaja melihat sebuah foto yang menyembul dalam buku diary yang menjadi teman berkeluh kesah. Foto seorang lelaki yang bahkan hingga kini masih menjadi satu-satunya pemenang dalam hatinya.

Namun, setelah kejadian malam itu, Nuraini memutus hubungan melalui pesan.

[Maaf, Mas. Aku tidak bisa melanjutkan hubungan kita. Sebaiknya kamu cari wanita yang lebih baik dari aku]

Setelah pesan itu terkirim, Nuraini menghilang. Ia mengasingkan diri, berusaha mengubur semua masa lalu dan membuka lembaran baru di tempat yang baru. Dan sekarang ia terpaksa kembali karena kondisi ibunya yang makin rapuh.

Foto itu kembali diletakkanya di tempat semula. Menatap wajah dalam foto itu hanya membuat hatinya kembali sakit. Cinta yang sedang tumbuh subur mendadak harus dimusnahkan tanpa sisa. Tanpa peduli pada pemilik hatinya yang sedang berbunga-bunga.

Nuraini membuang napas kasar. Hidup ini, tak seindah dongeng dalam buku yang dulu kerap ia baca. Nyatanya, hidupnya bahkan jauh dari kata bahagia. Disaat teman sebayanya sudah bahagia dengan keluarga kecilnya, Nuraini masih saja sibuk dengan deritanya.

Gunting di atas nakas menjadi tujuan Nuraini setelah bangkit dari duduknya. Ia mengarahkan gunting itu pada rambut yang mulai tumbuh panjang. Gadis yang sedang sibuk dengan traumanya itu meraih rambut yang sedang dikucir, lalu mengarahkan guntingnya ke sana.

Tanpa pikir panjang, Nuraini memangkas habis rambutnya. Tak peduli pada model apalagi tren, sakit hatinya hanya bisa dilampiaskan pada bagian tubuh yang dulu selalu dielu-elukannya.

"Habis saja, tak perlu panjang apalagi tampil cantik kalau hanya menjadi penyebab derita." Nuraini menatap pantulan wajahnya di cermin meja rias. Tatapannya tajam pada sosoknya yang ada dalam kaca di depannya. Jika saja bisa, ia ingin menghancurkan wajahnya itu.

Setelah rambutnya terpangkas, Nuraini menghela napas panjang dan dalam. Lega? Mungkin. Bebannya terasa berkurang setelah melampiaskan amarahnya pada rambut yang kini selalu dipangkas pendek meskipun sebenarnya rambut itu akan lebih indah jika dibiarkan tumbuh.

Nuraini menghindari tatapannya dari bayangan dirinya dalam cermin. Ia enggan mengaca, jika hanya luka yang tampak di wajahnya.

Sebuah kerudung segitiga yang menggantung di atas stand hanger segera diraih oleh Nuraini dan dikenakannya dengan rapi, menutupi hiasan kepala yang dulu selalu dielu-elukan.

"Mau kemana, Nur?" tanya ibunya saat melihat sang putri meraih kunci dengan pakaian panjang yang menutup seluruh badannya.

"Mau cari jodoh yang menerima korban pemerkosaan!" jawab Nuraini asal. Ia melenggang begitu saja tanpa mempedulikan reaksi ibunya.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Setelah Mahkotaku Kau Renggut Paksa   Bab 5

    Bab 5Janu mengambil satu botol air kemasan yang ada di showcase minuman. Kemudian ia berjalan keluar showroom menuju wanita yang sedang berteduh di bengkel miliknya. Ada beberapa karyawan yang sedang sibuk dengan pekerjaan mereka tapi Janu abai. Ia sibuk dengan apa yang ada dalam pikirannya.Hati Janu berdebar kencang ketika jarak semakin terpangkas. Entah mengapa respon badannya seperti itu, berbeda ketika ia berjumpa dengan wanita lain yang baru ia temui, baik customer showroom atau pelanggan bengkel. Ini membuat hati Janu makin penasaran dengan sosok tersebut.Langkah Janu meragu setelah melihat tubuh wanita yang sedang berjongkok sambil menutup wajahnya dengan kedua tangan di sudut bangunan. Akan tetapi, hal itu tak menyurutkan langkahnya. Ia harus memastikan dengan mata kepalanya sendiri dan melihat dari jarak dekat agar bisa memastikan."Mbak, permisi," ucap Janu sopan. Sekuat tenaga ia menutupi debar dalam dadanya yang saling berlompatan.Wanita itu membuka tangannya yang menu

  • Setelah Mahkotaku Kau Renggut Paksa   Bab 4

    Bab 4Safitri menatap wajah sang suami dengan tatapan memohon. "Untuk bilang pada Ibu bahwa aku tak punya rahim pun aku tak berani, Mas. Apa salahnya kita yakinkan dia agar mau menerima permintaan tolong kita? Dia yang merasa tak pantas memiliki pasangan pasti akan tahu rasanya jadi aku."Safitri berusaha mengutarakan maksud ucapannya pada sang suami. Ia khawatir jika Janu tak setuju dengan usulannya. Lalu, pada siapa lagi ia berharap bantuan? Sementara hatinya sudah sangat ingin menimang dan mencurahkan kasih sayangnya pada sang buah hati."Tidak, Sayang. Kita bisa cari cara yang lain. Tidak dengan cara ini, apalagi perempuan itu. Kita ngga kenal siapa dia dan bagaimana keluarganya," sergah Janu tak setuju. Ah tidak, bukan tak setuju, ia hanya sedang menutupi gelisah dalam hatinya. "Tapi, Mas-" Fitri menghentikan ucapannya saat Janu kembali beranjak, mengabaikan ucapan sang istri yang masih dirundung pilu. Akhirnya, Safitri terpaksa mengikuti langkah sang suami menuju mobil mereka

  • Setelah Mahkotaku Kau Renggut Paksa   Bab 3

    Bab 3Safitri menatap wajah di depannya dengan tatapan dalam, seakan memohon kerelaan hati Nuraini agar mau menuruti keinginannya."Traumamu masih bisa disembuhkan tapi rahimku tak mungkin kembali." Safitri terisak. Kepalanya menunduk merasai nyeri yang menghantam dadanya. Kenyataan itu, cukup mengguncang hati dan jiwanya.Juna sudah berusaha menguatkan Fitri, tapi mendengar omelan mertuanya tiap hari membuat hatinya terus saja merasa bersalah. Memangnya siapa yang mau rahimnya diangkat sementara ia baru saja menikah? Tidak ada."Aku turut prihatin Mbak," ucap Nuraini lirih. Tapi ... aku—" Ucapan Nuraini terhenti sebab suara yang terdengar"Sayang," panggil sebuah suara yang membuat dua wanita di depan sana menoleh bersamaan.Fitri mengusap wajahnya dengan cepat. Ia tak mau membuat sang suami cemas karena wajahnya basah oleh air mata. Sekuat tenaga Janu telah membuatnya bahagia, meskipun nyatanya usaha Janu itu tak sepenuhnya berhasil. Tangis itu masih ada. Suara-suara menyakitkan yan

  • Setelah Mahkotaku Kau Renggut Paksa   Bab 2

    Bab 2"Sudah tiga tahun menikah, kamu ngga juga punya anak. Program juga ngga kunjung hamil. Terus diam saja begini? Kamu anak laki-laki satu-satunya, apa iya ngga ingin punya keturunan?""Ibu ini ngomong apa! Ya jelas kepengan lah. Tapi namanya belum dikasih ya mau gimana lagi?""Kalau diam aja ya gimana bisa cepet dikasih? Sudah periksa tapi ngga hasil, harusnya ganti metode yang lain. Jangan diam aja nunggu. Ibarat orang kalau ngga kerja ya gimana mau punya uang? Harusnya istrimu itu sadar diri, kalau ngga bisa kasih keturunan biar izinkan kamu nikah lagi! Biar ngga buang-buang waktu!""Ya masak Janu usaha harus bilang sama Ibu? Ibu cukup bantu doa aja, jangan banyak menuntut nanti yang ada Janu malah stres."Tak lagi menghiraukan ibunya, Januar masuk ke dalam kamar. Ia menghindari perdebatan yang mungkin saja bisa menjadi luka baru untuk sang istri. Jangankan istrinya, mendengar kalimat tadi sudah cukup menyayat hatinya sendiri.Namun, langkah Janu terhenti saat melihat sang istri

  • Setelah Mahkotaku Kau Renggut Paksa   Bab 1

    Bab 1"Jangan bahas soal jodoh, Bu. Nur ini sudah kotor. Sudah bagus begini saja. Mana ada laki-laki yang mau sama wanita korban pemerkosaan? Ngga hamil aja udah untung." Perempuan berambut sebahu itu menghentikan suapannya. Ia berujar dengan dada yang penuh sesak.Air mulai mengalir menggenangi kelopak mata perempuan yang sedang duduk di meja makan itu. Bayang-bayang kejadian lima tahun lalu kembali terlintas dalam kepalanya. Wajahnya menunduk, membiarkan air itu berjatuhan. Nasi lauk sambal paru kesukaannya mendadak terasa hambar.Bayangan kejadian lima tahun lalu terus saja berputar dalam kepala Nuraini. Hamparan sawah yang membentang menjadi saksi kejadian mengerikan itu. Jerit suaranya memanggil siapapun yang lewat tapi tak ada yang datang menolong, hingga lelaki yang entah siapa itu dengan teganya merusak mahkota yang telah dijaga dengan baik oleh Nuraini.Jangan mengira kalau Nuraini berpakaian ketat, apalagi terbuka. Kesialan tak memandang itu. Pakaiannya tertutup, hanya saja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status