Beranda / Romansa / Setelah Menonton Video / 3. Siapa yang Hamil?

Share

3. Siapa yang Hamil?

last update Terakhir Diperbarui: 2025-01-14 14:35:50

"Emang ada apa? Siapa yang hamil?" mama juga tiba-tiba muncul dari belakang Mayang. Aku semakin panik saja, tetapi aku berusaha tenang sambil memikirkan alasan siapa yang hamil.

"Kurir paket langganan mas David, istrinya hamil dan katanya ngidam foto sama mas David, jadinya saya sampaikan pesan itu, Bu, Mbak." Aku akhirnya bisa menghela napas setelah sekian detik menahan napas. Sri langsung menjawab dengan tema yang masuk akal.

"Oh, yang namanya Budi itu ya?"

"Bukan, Bu, namanya Mamat. Mari saya permisi." Aku tersenyum pada mama dan istriku. Kurir langganan ku adalah Budi, kalau Mamat, aku beneran gak tahu siapa.

"Ma, saya masuk dulu ya. Pengantin baru ini belum pernah masuk soalnya." Guyonanku membuat mama tertawa, sedangkan Mayang ikut tersipu malu. Aku pun menggandeng Mayang masuk ke kamar.

Acara belah durian berjalan cukup alot karena Mayang sempat kesakitan. Namun, aku membujuk dan akhirnya bisa, meski bulir air mata itu keluar juga dari sudut matanya. Keadaan yang sama dengan Sri waktu itu. Aku lekas menggelengkan kepala begitu bayangan Sri dan aku malam itu, melintas di kepala.

"Kenapa, Mas?" tanyanya terheran.

"Eh, gak papa. Maaf ya, udah bikin kamu sakit." Aku mengusap peluh di keningnya.

"Namanya juga asli ting-ting, pasti sakit, Mas. Tapi gak semua juga keluar bercak darah ya. Jangan salah tafsir. Nanti aku jelaskan secara medis ----"

"Gak usah dijelaskan ibu dokterku. Kamu memang yang terbaik." Aku mengecup keningnya. Setelah itu, aku bergegas masuk kamar mandi. Cukup lima menit saja karena aku lelah dan ingin tidur. Kulihat Mayang sudah duduk di pinggir ranjang sambil menutupi tubuhnya.

"Kenapa?" tanyaku khawatir. Wajahnya tampak tidak baik-baik saja.

"Terlalu sakit, Mas, aku gak bisa jalan." Mayang menangis sesegukan, tetapi ia menahan suaranya. Aku segera menggendong istriku untuk ke kamar mandi.

"Apa bisa sendiri mandinya?" Mayang mengangguk.

"Tapi nanti gendong lagi ke ranjang ya. Sediakan juga bajuku ya, Mas." Aku mengangguk. Hati ini kembali kebat-kebit. Berarti rasanya benar-benar sakit. Sri pun begini, tetapi ia tetap berjalan keluar kamar. Ya ampun, aku benar-benar bisa gila jika mengingat Sri terus.

"Mas, aku sudah selesai." Aku kembali menggendong Mayang sampai ke tempat tidur, lalu aku membantunya memakaikan baju.

"Mas, aku haus dan lapar. Minta Sri bawakan ke kamar kita ya. Aku gak bisa jalan ke dapur." Aku mengangguk kaku. Inilah yang aku khawatirkan bahwa aku harus bertemu Sri. Jika tahu jantungku terus berdetak cepat begini bila mendengar nama Sri, lebih baik aku pulang ke rumah mama Nindi.

"Mas, ayo! Lagi melamun apa?" aku menggaruk rambut yang tidak gatal, lalu bergegas ke dapur.

Tidak ada Sri, mungkin sedang menggosok di kamar belakang.

"Sri!" Panggilku, tetapi tidak ada sahutan, tapi aku mendengar suara Sri seperti sedang bercakap-cakap. Aku mengendap-ngendap ke kamar belakang untuk menguping.

"Iya, Kang, saya gak papa. Saya juga sejak awal sudah bilang, hubungan ini terlalu dipaksakan, apalagi dengan status saya dan jarak kita jauh sekali. Gak mungkin Kang Farhan yang calon tentara menikahi janda seperti saya. Selamat untuk pertunangannya ya, Kang. Namanya suster Arini ya?" kulihat dari jendela Sri sedang mengusap air matanya. Namun, ia menahan isakannya. Berarti Sri punya kekasih.

"Iya, Kang, saya gak papa. Doa saya yang terbaik untuk Kakang. Udah dulu ya, Kang, majikan saya ada di belakang." Sontak aku berbalik. Sri tahu aku menguping? Ya ampun, malu sekali.

"Ada apa, Mas?" tanya Sri yang menghampiriku keluar dari kamar setrika.

"Oh, -itu, istri saya mau makan."

"Oh, baik, akan saya siapkan." Sri sama sekali tidak berani beradu kontak mata lebih dari dua detik denganku, sehingga aku pun harus tahu diri. Bagus jika Sri menganggap yang kemarin terjadi diantara kami adalah sebuah kesalahan semata.

"Tadi pacar kamu?" tanyaku. Sri tidak menyahut. Tangannya dengan gesit memasukkan aneka lauk ke dalam piring. Sri hapal jika Mayang tidak terlalu banyak makan nasi, tetapi lebih banyak sayuran dan jus buah.

"Kamu udah punya pacar?" tanyaku lagi.

"Mas, ini makanan untuk Mbak Mayang. Mari, saya pamit dulu mau lanjut setrika. " Aku menahan tangan Sri, tetapi seketika itu juga aku melepaskannya karena Sri terkejut.

"Aku benar-benar minta maaf, Sri."

"Iya, Mas, udah berkali-kali minta maaf dan sudah saya maafkan." Sri kembali ke kamar, sedangkan aku naik ke kamarku yang ada di lantai dua. Istri cantikku rupanya tertidur. Aku bangunkan ia untuk makan. Lebih tepatnya aku menyuapinya makan. Sikap romantis ini memang sering aku lakukan sebagai bentuk sayangku padanya.

"Makasih, Mas." Mayang mengecup bibirku cepat, setelah ia meneguk habis satu gelas air putih. Istriku masuk ke kamar mandi, cukup lama. Aku membukan M-banking, lalu mentransfer sejumlah uwang untuk Sri dengan nama penerima ibunya. Aku benar-benar tidak tahu harus bagaimana menebus kesalahanku pada ART-ku itu.

Pintu kamar mandi terbuka. Mayang keluar dari sana dengan langkah yang masih belum sempurna. Aku ikut berbaring di sampingnya. Mayang mengambil ponselnya.

"Mas, kamu transfer ke siapa? Notif M-banking masuk ke nomorku. Widiasih? Siapa Widiasih?" aku mendelik terkejut.

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Setelah Menonton Video   79. Menjenguk Bayi

    Somay gondrongPecel lele stasiun SenenNasi uduk tanah abangAsinan BogorAlpukat mentega metik langsung di kebunAneka kukisRendang asli dari PadangAku merasa sedikit sakit kepala saat membaca list makanan yang diinginkan istriku. Ini tidak mudah, tapi akan aku usahakan terpenuhi. "Mas, gimana?" tanyanya manja sambil menyandarkan kepalanya di lenganku. "Sayang, ini sih, kecil. Kemarin temenku ada yang istrinya hamil, ngidam suaminya lompat ke jurang dan harus dilakukan kalau nggak, istrinya yang mau lompat." Sri terbahak sambil memukul gemas lenganku. "Ih, serem banget, Mas. Ini gak sulit kan?" tanyanya lagi. "Tidak sayang. Ini sangat mudah. Tapi gak mungkin semua dapat hari ini, Sayang. Harus pesen tiket ke Padang dulu kan?""Dua hari ya. Rendang Padang boleh besok, sisanya hari ini. Anggap saja ini rapelan dengan kembar. Waktu hamil kembar, saya kan sendirian." Aku bergeser ke kanan untuk menatap wajah istriku. Aku membingkai wajahnya dengan kedua tanganku. "Siapa suruh ka

  • Setelah Menonton Video   78. Resep Obat

    "Maaf ya, Sayang." Lagi dan lagi aku mengecewakan istriku. Sungguh malu rasa hati, tapi mau bagaimana lagi. Aku sudah rajin olahraga raga, sudah makan makanan yang benar, menjauhi junkfood dan juga tidak merokok. Kenapa masih saya terlalu fast respon? "Gak papa, Mas. Adanya emang gitu." Sri tersenyum mafhum. Ia seperti baik-baik saja, tapi aku tidak tahu di dalam hatinya seperti apa. Masa sudah bangun, malah jadi pengangguran. Ya ampun, bikin rusak harga diriku saja! "Iya, Mas minta maaf ya. Mas gak tahu lagi mau gimana?" "Gak papa, Mas. Mungkin olah raganya digencarin lagi. Biar baru bangun, gak langsung pengen rebahan lagi." BT sekali rasanya. Sudah enam bulan berlalu dan aku masih belum sembuh juga. Sudah konsultasi ke dokter, hasilnya masih sama. Apa minum obat kuat? "Sayang, hari ini aku mampir ke dokter Arman ya." Sri menuangkan teh ke dalam cangkirku."Bapak sakit apa?" tanya Aji yang duduknya persis di sampingku. "Bapak pusing, mau minta obat ke dokter. Jadi pulangnya ma

  • Setelah Menonton Video   77. Cuma Sebentar

    Malam ini rasanya berbeda. Aku menghitung sudah tiga bulan lebih tujuh hari menikah dengan Sri, tetapi kali ini Sri yang akhirnya mau menolongku. Benar kata mama, usaha ini bukan hanya dari aku sendiri saja, tetapi support istriku juga penting. Syukurlah Sri orang yang nurut sama orang tua, sehingga ia patuh. Patuh untuk mencoba saran dari mamaku dan juga mak Yah. "Jika sakit, aku akan berhenti," bisikku di telinga Sri. Wanita itu menggelengkan kepala sambil menutup mata. Sejak awal matanya terus terpejam, bukan karena ia jijik, tapi karena ia malu. Sepanjang aktivitas kami pun, rona merah di pipinya tak lekang. Aku bisa merasakannya karena pipi itu menghangat. Sebagai awalan sudah cukup. Dedeknya bisa bangun, hanya saja tidak bisa lama. Aku menarik selimut untuk menutupi tubuh istriku yang masih polos. "Segitu aja ya, Mas?" aku merasa harga diriku kembali dihempaskan ke got. Tidak ada yang salah dari pertanyaan Sri, aku juga paham. "Iya, untuk saat ini segitu dulu, Bu, soalnya di

  • Setelah Menonton Video   76. Suami Gak Berfaedah

    "Hati-hati ya.""Iya, Mas, makasih udah anter saya." Sri menciyum punggung tanganku. Aku menghela napas kasar saat harus melepaskan Sri kuliah offline hari ini. Padahal aku gak papa kalau Sri tidak sarjana. Aku tetap menghargainya dan sayang sebagai ibu anak-anakku, tapi Sri tetap ingin kuliah. Ia bahkan sangat semangat. Bagaimana nanti kalau di kampus ada mahasiswa yang naksir Sri? Atau gimana kalau ada dosen yang naksir dia? Bisa saja kan? Ditambah aku belum bisa memberikan nafkah batin untuk istriku, makin takut saja jadinya.Aku memutuskan tidak langsung berangkat ke sekolah milikku, tetapi aku masuk ke area parkir kampus. Ya, aku ingin tahu kelas Sri dan teman-temannya. Ruangan kelasnya ada di lantai dua. Aku pun bergegas ke sana. Namun, langkahku terhenti saat melihat Sri sedang bercakap-cakap dengan lelaki muda berkaca mata. Terlihat tampan dan gagah. Mau apa lelaki itu? Aku mengendap-endap mendekat ke arah keduanya. Sri tersenyum, lelaki itu terpesona. Apa ia tidak tahu Sri i

  • Setelah Menonton Video   75. Nonton Video Lagi

    PoV David"Halo, Her, lu masih nyimpen vide0 yang waktu itu?""Gak tahu deh, kayaknya udah aku hapus. HP juga udah gue ganti, kenapa emang?""Ck, gue perlu nih! Belum ada tanda-tanda gue sembuh.""Ya ampun, kasihan sekali kita.""Ya, elu masih bangun, gue? Lelap banget. Aduh, gue gak enak banget sama istri. Kirimin lagi deh! Cari di gdrive!""Oke, Oke, nanti gue cari.""Jangan nanti, gue perlunya sekarang." "Ih, bawel! Iya, gue cari!"Sambungan itu langsung diputuskan oleh Heru. Sri masih ada di dalam kamar mandi, sedang bersih-bersih sebelum tidur. Untung saja anak-anak sudah mau tidur di kamar berdua, sehingga aku dan Sri tidak harus satu kamar dengan anak-anak. Hanya saja, bila malam tiba, aku bingung mau bicara apa lagi dengan Sri. Mau melakukan apa karena kami sama-sama terbatas. Sri terbatas dengan trauma, lalu aku terkendala sakit dari bagian paling penting dalam hidupku sebagai seorang lelaki. "Mas." Aku menoleh dengan terkejut. Sri rupanya sudah selesai mengganti pakaiannya

  • Setelah Menonton Video   74. Pengantin Baru

    "Mas, ada apa? Lagi melamun apa?" tanya sang Istri sambil menggerakkan telapak tangannya di depan wajah David. Pria itu tersentak. Di dalam bayangannya, Sri memakai baju terbuka dan sedang duduk di pangkuannya. Mereka berciyuman dengan sangat bergairah, tapi ternyata.... "Mas, kenapa?" tanya Sri lagi. "Ah, gak papa, Sri. K-kamu sudah selesai di kamar mandi?" Sri mengangguk. Wanita itu langsung naik ke ranjang yang masih dipenuhi kelopak bunga. "Mau langsung tidur?" tanya David lagi. Sri mengangguk, lalu detik kemudian ia menguap lebar. "Sini, Mas! Kita tidur!" Sri menepuk sisi sampingnya. Meminta David untuk berbaring juga. Akhirnya David ikut saja. Jika di dalam hayalannya ia begitu berani menyentuh Sri, sebaliknya Sri pun juga senang dengan sentuhannya, maka di saat nyata seperti ini, nyalinya tidak sebesar gairahnya. Apalagi Sri memakai pakaian lengkap. Pasangan piyama dengan celana panjang. "Kamu beneran udah ngantuk?" tanya David lagi. "Belum terlalu, Mas, cuma capek aja."

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status