Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 15
Ingin Kupeluk Dan Tak Kulepas Lagi
Aku berjalan menyusuri jalan raya dengan langkah gontai. Suasana malam hari yang kian pekat ditambah dengan makin sedikitnya pengendara yang lalu lalang membuat malam ini kian mencekam. Terlebih aku berjalan di kegelapan malam hanya seorang diri. Bertemankan suara semilir angin yang kian dingin menusuk kulit.
Tak ada yang menemani. Tak ada satu pun yang mengantarku hingga kaki ini lelah melangkah. Rasa takut kembali menyelimuti diri ini.
Di trotoar jalan raya, aku limbung. Menunduk meratapi nasib yang kian menyedihkan. Lelah dengan semua ini. Belum cukup beban yang kupikul soal biaya rumah sakit putriku, ditambah dengan perlakuan kasar pengunjung tempat karaoke dan ditambah lagi dengan kehadiran Mas Damar yang secara tiba-tiba.
Seharusnya aku bahagia bisa bertemu dengan Mas Dama
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 16Ungkapan HatiAku kembali dari loket pembayaran dengan pikiran penuh tanda tanya. Siapa yang sudah membayar sisa tagihan rumah sakit ini. Bukan untuk apa-apa, hanya ingin mengucapkan terima kasih saja, juga aku doakan yang terbaik untuk yang telah menolong. Ingin membalas pun aku tak punya apa-apa, hanya punya mulut untuk berdoa memohon kebaikan untuk siapapun orang itu.Kususuri sepanjang lorong rumah sakit ini dengan perasaan tak menentu. Rasa syukur mendominasi perasaan yang tak menentu itu. Biarlah siapapun itu, semoga Allah balas kebaikannya seribu kali lipat dari yang sudah ia berikan untuk keluargaku."Bagaimana Nduk? Siapa yang sudah melunasi sisa tagihannya?" tanya ibu saat aku sudah kembali ke kamar Rani. Ibu dan Rani sudah bersiap untuk pulang. Segala barang bawaan sudah ibu rapikan, hanya tinggal menunggu surat kontrol untuk Ra
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 17Sertifikat."Ibu-ibu ke sini mau jenguk anak saya apa mau ngrumpi?" pungkasku saat ibu-ibu itu masih berbisik-bisik di halaman rumah membahas apa yang dikatakan Arum."Iya, nih! Jadi jenguk nggak sih, malah ngerumpi sendiri!" sela Mbak Sari, istri Mas Halim."Apapun pekerjaan saya, itu urusan saya. Kalau mau jenguk anak saya silahkan masuk, tapi kalau mau ngerumpi biar saya tutup pintunya.""Iya, iya, Mbak! Kami masuk! Sensi amat!" desis Arum yang kemudian mendahului para tetangga yang lain masuk ke ruang tamu."Ada tamu rupanya, mari masuk ibu-ibu," ucap Ibu yang baru saja keluar dari kamar Mas Bima menuju ruang tamu."Makasih, Bu." Mbak Sari mengikuti Arum masuk ke dalam rumah. Kemudian diikuti oleh ibu-ibu yang lainnya, termasuk Mbak Darmi pemilik war
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 18Nasi Sudah Menjadi Bubur"Jangan begitu, Bu. Ibu tak adil padaku!" sergah Mas Seno. Ibu hanya diam di tempat, sama sekali tak menggubris apa yang diucapkan olehnya."Sebagai seorang suami, seharusnya kamu bisa menasehati istrimu! Bukan kamu yang mengikuti apa maunya seperti kerbau dicocok hidungnya! Ibu kecewa sama kamu!" ucap ibu tegas."Aku cinta istriku, Bu! Aku mau membahagiakannya!" racaunya lagi. Mas Seno telah dibutakan oleh cinta sehingga tiap permintaan istrinya selalu ia turuti."Cinta kamu bilang? Cinta sama istrimu sampai kamu mengorbankan hak saudaramu? Kamu jahat! Ibu tak pernah mendidikmu untuk menjadi lelaki seperti ini!" pekik ibu."Bahkan ibu tak mempermasalahkan jika ia tak bisa memberimu keturunan, tapi tidak dengan mengorbankan hak saudaramu!" sambung ibu lagi. Dada
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 19Amukan Di Pagi Hari."Bu, sudah enakan badannya?" tanyaku saat ibu menghampiriku di dapur. Setelah saat subuh tadi, aku pergi ke tukang sayur, belanja beberapa menu masakan. Mumpung masih ada sedikit rejeki, aku ingin memasak untuk keluarga di rumah. Bukan makanan mewah, hanya sedikit berbeda dari biasanya yang lebih sering makan dengan mi rebus dan telur."Sudah sehat. Kemarin ibu hanya syok saja. Ngga habis pikir sama si Seno itu." Tangan ibu mengambil alih pisau yang kupegang saat kutinggal untuk menggoreng lauk."Maklum saja, Bu. Namanya cinta, ya begitulah." Aku berucap sambil tersenyum. Tak bisa dipungkiri, begitulah cinta membutakan mata manusia."Cinta ya cinta, tapi logika harus jalan. Kalau nggak mampu membahagiakan ya jangan memaksakan diri, apalagi sampai mengambil hak saudaranya," sungut ibu. M
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 20Dua Gadis Kecil."Mas Bima!" teriakku saat melihat pintu kamar Mas Bima berubah posisi dari yang tadinya terbuka menjadi lebih rapat dengan kusen pintu. Segera kuletakkan Rani di atas lantai, lalu aku bergegas menuju kamar Mas Bima."Mas!" teriakku lagi saat melihat tubuhnya terkulai di lantai. Badannya lemas dengan air liur yang sudah mengalir dari sudut bibirnya.Kurengkuh kepalanya dalam pelukanku. Kupeluk erat kepala yang matanya sudah terpejam itu. Air mataku pun tak kuasa kutahan. Kubiarkan ia mengalir dengan sendirinya melihat keadaan di depanku ini. Suami yang sungguh mencintaiku mengapa kini engkau menjadi seperti ini.Ibu dan yang lainnya pun segera mengikutiku masuk ke dalam kamar. Melihat apa yang terjadi dengan Mas Bima."Bima kenapa, Nduk?!" teriak ibu kaget melihat Mas Bi
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 21Maafkan Saya Ibu."Bu, pesan nasi bungkusnya dua ya?" ucapku pada ibu penjual yang sedang sibuk di dalam ruangan. Mendengar ucapanku ibu penjual segera datang menghampiriku."Iya, Bu." Ibu penjual segera membungkuskan nasi pesananku.Setelahnya aku kembali menemani dua anak gadis ini minum es di teras warung. Sebenarnya aku sendiri sedang haus makanya mengajak mereka berdua untuk sejenak beristirahat di warung ini sambil bercerita banyak tentang kehidupan mereka berdua hingga menjadi pemulung seperti itu."Rumahmu di mana?" tanyaku penasaran."Di daerah situ, Bu. Kami tinggal di rumah peninggalan ayah," jelas gadis yang lebih tinggi sambil menunjuk sebuah perkampungan di seberang sungai, Dina namanya."Hanya tinggal bertiga dengan ibumu saja?"&nb
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 22Ada Apa Itu?Entah harus bagaimana aku menebus kesalahan yang kulakukan pada ibu ini. Bukan inginku mendapat musibah seperti ini, tetapi apa daya jika musibah datang menghampiri.Seketika aku teringat soal kartu nama pemberian Mas Damar kemarin. Lebih baik aku pergi ke kantornya sekarang saja agar lebih cepat aku bekerja untuk mendapat penghasilan. Atau meminta bayaran di muka lebih dulu agar bisa dipakai untuk menggantikan uang Ibu yang hilang. Biarlah kubuang rasa maluku agar kami bisa segera mendapatkan uangnya."Maafkan aku Ibu, akan kuganti secepatnya," ucapku sambil berdiri. Mengabaikan kondisi ibu yang masih memejamkan mata di atas sandaran kursi yang didudukinya.Aku berjalan dengan cepat menuju jalan raya. Menunggu angkutan umum untuk membawaku ke kantor milik Mas Damar. Beruntung kartu nama pember
Setelah Sepuluh Tahun Pernikahan 23Bimantara Setya."Masih betah ngejomlo?" tanya Farid padaku saat main ke rumah. Ia adalah sahabat yang sudah seperti saudara bagiku."Masih belum nemu," jawabku sekenanya. Aku tidak semangat jika dia membahas soal jodoh karena aku sedang tidak ingin menikah."Coba lihat deh!" pintanya sambil membuka layar ponselnya. Ia menunjukkan sebuah gambar padaku. Gambar gadis desa yang sedang makan bersama teman-temannya. Terlihat dari cara pakaiannya yang biasa seperti khas gadis desa. Dalam gambar gadis itu memakai rok lebar selutut juga memakai blous lengan tiga per empat. Rambutnya ia biarkan tergerai indah dengan senyumnya yang menawan.Kurebut paksa ponsel milik Farid. Aku terpana melihat wajah gadis dalam gambar ini. Mataku tak mampu berkedip beberapa saat, tak percaya dengan apa yang kulihat.&nbs