Terbangun dari tidurnya, Stela Wen berteriak sangat kencang hingga bergema ke seluruh ruangan. Stela Wen nampak panik saat mendapati dirinya tengah bertelanjang di balik selimut. Dalam keadaan panik, Stela menarik selimut dan meremas dengan kuat bagian tepiannya. Pandangannya menoleh ke kanan dan kiri memastikan sedang berada di mana saat ini.
"Kenapa aku ada di sini?" Stela Wen menggigit bibir dan beberapa kali mengintip ke balik selimut--memastikan dirinya benar-benar telanjang atau tidak.Stela Wen mendadak ketakutan. "Di mana bajuku?"Stela Wen merangkak turun dari atas ranjang dengan melingkarkan kuat selimut besar tersebut. Pandangannya tengah berkeliling mencari keberadaan bajunya.Tidak ada. Gaun berwana merah yang semalam membalut tubuhnya raib entah di mana. Masih dalam keadaan panik, Stela Wen sampai mengobrak-abrik kamar besar nan luas yang sama sekali tidak ia kenali."SIAL!" maki Stela Wen. "Ini pasti karena aku mabok!" Stela Wen menggeram sambil mengentak-hentakkan kakinya dengan frustrasi."Ya Tuhan, aku harus bagaimana?" Stela Wen mulai menangis. Ia terjatuh terduduk di atas lantai sambil mencengkeram kuat selimut yang masih menutupi tubuhnya.Setelah semalam hatinya hancur karena ditinggal suami berselingkuh, kini Stela Wen harus dibuat gelisah dan bingung karena tidak tahu apa yang sudah terjadi semalam usai dirinya dalam pengaruh alkohol."Sebaiknya aku segera pergi!" Stela Wen bangkit lalu mengusap wajah dengan satu tangannya.Karena sudah bingung harus bagaimana, pada akhirnya Stela Wen memberanikan diri membuka sebuah lemari besar dengan ukiran klasik di setiap tepiannya. Saat dua pintu lemari itu terbuka, dua bola mata Stela spontan membelalak sempurna sampai tidak sadar selimut yang menutupi tubuhnya merosot jatuh ke lantai. Dua tangan Stela Wen kini tengah mendarat menutup bibirnya yang terbuka lebar."I-ini … ini pakaian pria se-semua?" Stela Wen terbata-bata."Oh astaga!" Stela kemudian tersadar lalu segera menarik selimut tersebut kembali.Stela mulai panik lagi. Ia semakin takut dan bingung. Seluruh lemari berisi pakaian pria, itu tandanya semalam ia bersama pria asing di kamar ini."Aaaaaa!!" Stela Wen spontan berteriak lalu mengatup kembali bibirnya rapat-rapat."Aku harus bagaimana?" Stela menggigit bibir bawah. "Siapa pria yang bersamaku semalam?""Tidak, aku tidak boleh diam saja." Stela buru-buru menarik satu kemeja berwarna putih, lalu memakainya dengan cepat.Kemeja yang kini sudah ia pakai, menutup tubuhnya hingga sampai di bawah lutut. Itu menandakan kalau pemilik kemeja tersebut pastinya berpawakan tinggi tegap."Aish, apa yang sudah aku pikirkan!" Stela Wen menjitak kepalanya yang tiba-tiba malah memikirkan sosok pria pemilik kemeja tersebut.Selesai merapikan rambut dan penampilannya yang sempat kacau, kini Stela Wen buru-buru keluar dari kamar. Sesampainya di luar, Stela Wen baru menyadari kalau tempat yang sedang ia pijak adalah sebuah rumah mewah. Dan Stela dibuat terkejut lagi saat tiba-tiba ada dua orang pelayan wanita mendekat ke arahnya."Nona sudah bangun?" salah satu dari mereka bertanya.Stela Wen yang bingung nampak mengerutkan dahi. Dua pelayan itu semakin membuat pikiran Stela Wen kacau."Si-siapa kalian?" tanya Stela Wen."Kami pelayan di rumah ini," jawab mereka bersamaan.Rumah siapa ini? Stela Wen kian bingung. Rumahnya begitu besar dan mewah. Interiornya sangat megah dan riasan di dalamnya begitu modern. Tidak sadar, Stela Wen sampai menyapu pandangan ke seluruh ruangan."Maaf, Nona. Apa Nona mau sarapan?" tawar pelayan tersebut membuyarkan lamunan Stela Wen.Stela Wen buru-buru menggeleng. "Aku mau pergi saja dari sini. Di mana pintu ke luarnya?"Dua pelayan tersebut saling pandang untuk sesaat sebelum kemudian mempersilahkan Stela Wen pergi.Stela Wen ingin berhenti mengingat-ingat kejadian semalam yang membuat dirinya sampai bisa berada di kamar asing tanpa busana. Stela yang kini sama sekali tidak memiliki uang, hanya bisa berjalan menyusuri trotoar tanpa alas kaki. Busa dikatakan, nasib Stela Wen benar-benar sial.Meski sudah berjalan sejauh mungkin, tidak ada satu orang pun yang berinisiatif menolongnya. Kehidupan di kota ini memang lebih banyak orang memilih acuh dari pada ikut campur urusan orang lain."Apa dia sudah pergi?" tanya Peter sesampainya di rumah."Sudah, Tuan. Nona Stela Wen saya biarkan pergi sesuai perintah Tuan," jawab pelayan tersebut.Tidak bertanya lagi, Peter berjalan menaiki anak tangga. Ia berjalan sambil melonggarkan dasi yang masih melingkar di lehernya. Kemudian Peter merogoh saku celananya untuk mengambil ponsel."Apa kau mengikutinya?" tanya Peter pada seseorang di balik ponsel. "Ikuti sampai dia benar-benar sudah aman."Tut! Ponsel terputus dan Peter melemparnya ke atas kasur."Hanya karena wanita itu, aku sampai merasa cemas." Peter menjatuhkan diri di atas sofa.Perasaan kadang tidak bisa ditebak. Pun dengan perasaan Peter pada Stela Wen. Cih! Wanita bodoh yang memiliki pria brengsek!Peter duduk setengah membungkuk sambil memijat kepalanya yang terasa pening."Apa aku terlalu bodoh?" gumam Peter sambil menatap ranjang yang semalam ada seorang wanita terbaring di atasnya. "Dia wanita bersuami, bagaimana aku bisa tertarik padanya?"Tidak ingin larut dalam pikirannya yang kacau, Peter kemudian memutuskan untuk berendam di bak mandi.Di sisi lain, kini Stela Wen sudah sampai di rumah ke dua orang tuanya. Melihat tampilan Stela Wen, tentunya membuat sang ibu bertanya-bertanya."Ada apa dengan bajumu?" tanya Janete. "Kenapa kau terlihat kacau?" Ia mulai curiga.Stela Wen acuh dan masuk ke dalam rumah begitu saja. "Tidak ada apa-apa."Janete menutup pintu lalu menyusul Stela Wen. "Apa kau bertengkar dengan suamimu?" tanya Janete."Tidak, Ibu," desah Stela Wen. "Aku hanya salah pakai baju tadi. Aku buru-buru kesini karena ingin mengambil baju lamaku untuk pergi diner bersama suamiku."Meski jawaban Stela Wen sangat melenceng jauh dari kenyataannya, tapi Janete tetap percaya."Stela, kau di sini?" Ayah muncul dari dalam kamar. "Ada apa dengan tampilanmu?" Bukan hanya Janete yang heran melihat tampilan Stela Wen tapi Bowen juga."Tidak ada apa-apa, ayah," jawab Stela Wen yang kemudian melangkah menuju kamarnya yang sudah berbulan-bulan tidak ia kunjungi."Ada apa dengan dia?" tanya Bowen Wen pada istrinya. "Aneh sekali."Janete duduk di sofa. "Mungkin semalam dia habis bercinta dengan suaminya lalu paginya datang kesini lupa berganti pakaian."Bowen Wen tertawa kecil. "Benar juga kau.""Sungguh pikiran yang kacau!" cerocos Stela Wen setelah mendengar percakapan kedua orang tuanya itu.Sambil berganti pakaian, Stela Wen masih saja nyerocos hal macam-macam."Memang baru saja bercinta, tapi bukan denganku. Melainkan dengan wanita jalang yang gila!" Stela Wen melempar kemeja putih itu ke sembarang tempat."Mereka dengab tega bermain cinta di belakangku. Sementara aku … hiks."***"Kenapa baru pulang?" tanya Alex bernada jengkel.Sedari pagi Alex sudah menahan rasa lapar, tapi sang istri justru menghilang entah kemanaStela Wen masuk ke dalam rumah. "Maaf, aku dari rumah ayah," jawabnya acuh.Alex brdecak lalu menysul. "Aku kelaparan, sementara kau baru pulang. Dasar istri tidak berguna!"Stela Wen menarik napas sesaat sebelum menoleh. Ingin rasanya menonjok pria tersebut dengan kepalan tangan lalu berteriak dengan kencang. Namun, tidak Stela Wen lakukan dan hanya desahan pelan yang keluar dari mulutnya"Aku baru sekali ini tidak menyiapkanmu sarapan, dan kau langsung marah-marah." Stela Wen menatap Alex dengan sesal.Tidak mau disalahkan, Alex kembali berkata, "Tugas istri adalah melayani suami. Akan sangat tidak sopan kalau kau sampai tidak memasakkanuntukku, meski hanya sekali."Stela Wen tersenyum getir. Dia meminta dilayani, tapi dia sendiri malah melayani wanita lain. Dan untuk soal memasak, kenapa tidak cari pembantu saja kalau memang tidak sabara
Untuk sementara, Stela Wen lupa dengan kelakuan buruk sang suami. Bukan karena bodoh, tapi terkadang rasa cinta yang bisa menepiskan segalanya termasuk sebuah kesalahan.Pagi ini, sesuai ajakan Alex, Stela Wen sudah bangun lebih awal. Dia mandi dan segera merapikan diri sebelum suaminya terbangun."Aku lebih cantik, harusnya kau tidak tergoda oleh wanita itu," gumam Stela Wen saat bercermin.Stela Wen mengenakan pakaian casual yang senada dengan kulitnya yang putih bersih. Blus berwarna peach dipadukan dengan rok satin dengan brukat melingkar di setiap ujungnya."Lihatlah, aku juga bisa berdandan dengan cantik. Untuk apa kau bercinta dengan Emma?" Stela Wen tersenyum getir saat teringat kembali dengan kejadian malam itu.Hoaaaam …Stela Wen menoleh saat mendengar lenguhan itu. Di atas ranjang, sang suami tengah menguap dan menggeliat."Kau sudah bangun?" sapa Stela Wen sambil berjalan mendekat.Alex mengangkat tubuh dan tertuduk. Ia mengucek mata sesaat sebelum akhirnya membul
"Kau sudah oke kan?" tanya Jacob saat sudah duduk di kursi sebuah restoran bersama Stela Wen.Stela Wen mengangguk.Tidak lama kemudian pesanan pun datang. Mereka tidak melanjutkan obrolan melainkan menikmati makan siang lebih dulu. Barulah setelah makan habis tak tersisa dan hanya menyisakan minuman saja, Jacob yang masih khawatir buka suara lagi."Menurutmu, apa mereka sudah menjalin hubungan yang lama?" tanya Jacob.Stela Wen mendesah dan angkat bahu. "Aku tidak bisa memastikan. Hanya saja, sudah dua bulanan ini Alex lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Mungkinkah …"Jacob menyesap minumannya lalu mengecap-ngecap bibirnya. "Bisa jadi. Aku masih tidak habis pikir Emma bisa berbuat demikian. Kurasa dia tidak punya otak."Stela Wen terdiam lalu meneguk minumannya hingga habis. "Aku juga bingung. Aku hanya kecewa karena semua kuketahui saat Anniversary satu tahun pernikahanku."Jacob nampak ikut prihatin. "Lalu, setelah ini apa yang akan kau lakukan?""Entahlah." Stela
Stela Wen semakin terlihat frustrasi. Selain memikirkan perselingkuhan sang suami, ia juga mendadak teringat dengan kejadian malam itu. Kejadian di mana ia terbangun berada di kamar asing.Mungkinkah ada hubungannya dengan pria itu?Aaaaaarg! Stela berteriak hingga membuat Jacob menangkup kedua telinga.“Baby, Please! Kau membuatku terkejut.” Jacob mengerutkan wajah. “Berhentilah memikirkan suami gila mu itu!”Stela Wen menjatuhkan diri di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Ia menyembunyikan wajah beberapa saat sebelum kemudian memiringkan wajah ketika merasa engap.“Sekarang semua keputusan ada di tanganmu, Honey.” Jacob berdiri di samping ranjang dengan tatapan prihatin. “Aku pulang dulu.”Stela Wen tidak terbangun saat Jacob pamit untuk pergi. Ia terlalu lemas dan malas walau hanya sekedar menopang tubuhnya sendiri.Sampai di depan pintu ruang tamu, Jacob bertemu dengan Angela dan mertua Stela Wen. Sepertinya mereka baru saja pulang dari shopping. “Banci, sedang apa kau
Malam hari, Stela Wen gagal menenangkan pikirannya. Masalah rumah tangganya kini benar-benar sudah sangat mengganggu. Jika dipikir-pikir, kini Stela Wen tahu kenapa sudah berapa bulan ini Alex selalu acuh. Ya, ternyata karena ada wanita lain di dalam hidupnya.Stela Wen kini tengah terduduk di sudut taman kota. Ia duduk di bawah sinar rembulan yang begitu terang. Suasana larut malam yang syahdu, nyatanya membuat hati ini semakin perih.Tengok kanan kiri, jalanan juga terlihat sunyi. Ya, tentunya sesunyi hati Stela Wen saat ini.“Aku masih mencintainya, bagaimana kalau sudah begini?” Stela mendongak memandangi langit bertabur bintang.Kemudian Stela menunduk lagi. Ia termenung memandangi kedua kakinya yang menjuntai menyentuh rerumputan.“Dasar wanita bodoh!”Lagi-lagi suara serak itu berdengung di telinga Stela Wen lagi. Stela Wen mengangkat kepala lalu memutar pandangan. Kini, di sampingnya berdiri sosok pria berbalut kaos biru dengan topi melingkar di atas kepala.“Kenapa kau
“Dari mana kau!” bentak Alex saat Stela Wen baru saja masuk kamar.Karena sudah merasa lelah, Stela Wen hanya menghela napas dan melengos. Alex lantas mendekat dan meraih tangan Stela Wen.“Aku tanya, kenapa kau diam saja?”Stela Wen menepis dan berdecak. “Bukankah kau sendiri yang tidak mau bicara? Kenapa sekarang kau bertanya?”Alex menguatkan rahang lalu terdengar helaan napas. “Aku minta maaf,” katanya kemudian.Stela menoleh dan menatap diam wajah sang suami. “Untuk apa?”“Semuanya.” Alex meraih tangan Stela hingga posisinya saling berhadapan.Yang namanya wanita memang tidak bisa dipungkiri jika menyangkut soal perasaan. Jika masih ada rasa cinta, memandang wajah pun langsung mulai luluh.“Apa kau mengakui tentang perselingkuhanmu dengan Emma?” tanya Stela.Alex melepas genggaman tangan, lalu mundur dan duduk di tepian ranjang. Stela yang awalnya sudah mulai luluh, kini kembali merasakan kecewa. Apalagi racauan kedua orang itu saat di atas ranjang hampir setiap hari mel
Suasana di ruang makan kali ini tidak sepi seperti biasanya. Tuan David dan Nyonya Jane kini tengah kembali ke negaranya untuk menengok sang putra. Jika mereka berdua senang, tidak untuk Peter. Ia tahu apa tujuan ke dua orang tuanya datang.“Ibu akan suka jika kau menikah dengan Lizy,” kata Jane sambil mengunyah makanan.“Ayah juga setuju,” sambung David.Peter meletakkan sendok di atas piring lalu meneguk minumannya hingga hampir habis. Dalam benaknya, ia malas sekali jika membicarakan tentang wanita itu.“Apa kalian tidak tahu bagaimana perbuatan Lizy?” tanya Peter.David dan Jane saling pandang sesaat.“Apa maksudmu?” tanya Jane.“Ibu mau menikahkanku dengan Lizy, tapi ibu belum tahu seperti apa perlakuan dia di luar sana. Apa ibu mau putra ibu ini menderita?” Peter bergantian menatap wajah ayah dan ibunya.David tersenyum tipis usai menghela napas. “Kalau menurutmu Lizy memang tidak baik, maka kenalkan wanitamu sendiri pada ayah dan ibu.”Jane mengangguk setuju.Peter be
“Kapan kita akan bercinta di rumahmu?” tanya Emma sambil mengusap dada Alex yang tak tertutup sehelai benang pun.“Sebentar lagi, Sayang,” jawab Alex sambil memiringkan badan.Keduanya masih terbaring di atas ranjang. Di balik selimut yang tebal, kini keduanya sama sekali tidak memakai apa pun. Bercinta di belakang sang istri, sepertinya sudah menjadi rutinitas untuk Alex.Setiap Emma merayu, Alex tidak akan bisa menolak. Tampilannya yang feminim, tentu sangatlah menggairahkan. Setiap kali Emma bertemu dengan Alex, ia selalu mengenakan pakaian yang sedikit terbuka. Rok span di atas lutut, lalu dipadukan dengan T-sirt yang ketat pula. Belum lagi bibirnya yang merona, pasti mengundang setiap pria untuk segera mengecup dan melumat habis.“Apa kau juga hebat saat bersama Stela?” tanya Emma.Emma hanya ingin memancing dan melihat reaksi Alex.Alex terdiam. Ia seperti menimang jawaban yang pas. Pertanyaan dari Emma sangat sensitif karena memang itu seharusnya menjadi masalah pribadi.