"Kenapa baru pulang?" tanya Alex bernada jengkel.
Sedari pagi Alex sudah menahan rasa lapar, tapi sang istri justru menghilang entah kemanaStela Wen masuk ke dalam rumah. "Maaf, aku dari rumah ayah," jawabnya acuh.Alex brdecak lalu menysul. "Aku kelaparan, sementara kau baru pulang. Dasar istri tidak berguna!"Stela Wen menarik napas sesaat sebelum menoleh. Ingin rasanya menonjok pria tersebut dengan kepalan tangan lalu berteriak dengan kencang. Namun, tidak Stela Wen lakukan dan hanya desahan pelan yang keluar dari mulutnya"Aku baru sekali ini tidak menyiapkanmu sarapan, dan kau langsung marah-marah." Stela Wen menatap Alex dengan sesal.Tidak mau disalahkan, Alex kembali berkata, "Tugas istri adalah melayani suami. Akan sangat tidak sopan kalau kau sampai tidak memasakkanuntukku, meski hanya sekali."Stela Wen tersenyum getir. Dia meminta dilayani, tapi dia sendiri malah melayani wanita lain. Dan untuk soal memasak, kenapa tidak cari pembantu saja kalau memang tidak sabaran? Stela Wen baru menyadari kalau memang selama ini Alex selalu menuntut segala hal.Cih! Kebusukan itu tertutup rapi karena rasa cinta Stela Wen yang begitu besar.Meski enggan, tapi Stela Wen tetap melakukan tugasnya. Ia beranjak menuju dapur dan membuatkan sang suami sarapan. Sejujurnya, Stela Wen sedang menghindar. Ia tidak sanggup lama-lama berdiri di hadapan Alex. Kejadian malam itu, sungguh sangat menyayat hati.Masih dalam kesedihan yang tersembunyi, kakak iparnya yang bernama Angela datang."Semalam kau tidak pulang, kemana kau pergi?" tanya Angela dengan ketus.Angela kemudian duduk usai mengambil gelas. Ia menuang air putih sambil memandangi Stela Wen yang sedang mengambil beberapa sayuran di dalam kulkasAngela meneguk habis minumannya lalu meletakkan gelas di atas meja cukup keras. "Kau tuli ya!" seloroh Angela. "Aku tanya, kenapa kau diam saja.""Untuk apa aku menjawab?" Stela Wen berdiri lalu meletakkan beberapa sayur dan lauk mentah di atas meja dapur.Angela mendecih. "Sombong sekali kau! Aku hanya tidak suka istri adikku tidak tahu aturan."Dengan enteng, Stela Wen menyahut. "Siapa yang kau maksud tidak tahu aturan? Aku?" Stela balas mendecih."Istri mana yang tidak pulang ke rumah tanpa berpamitan?" kata Angela. "Kupikir kau memang wanita jalang!""Jaga ucapanmu!" spontan Stela Wen meloyot dan mengacungkan pisau yang sedang ia gunakan untuk memotong sayur.Angela memutar bola mata seolah tak mengidahkan perkataan Stela Wen. Setelah meneguk satu gelas air putih lagi, Angela kemudian beranjak."Dasar wanita jalang!"Merasa kesal, Stela Wen mencengkeram kuat gagang pisau hingga tak terasa sudah membuat potongan sayur menjadi hancur. Napasnya yang berderu, coba Stela Wen atur ambil menarik napas beberapa kali."Sabar Stela Wen. Kau harus tenang. Siapkan saja dirimu untuk membongkar kebusukan suamimu." Stela Wen menyemangati diri.Kalimat lirih itu hanya sebatas semangat saja. Stela Wen tak sekuat itu untuk mengungkap perlakuan suami di belakangnya selama ini. Selain masih ada rasa, Stela Wen juga tidak ada pilihan untuk melawan. Toh selama ini Alex selalu memenuhi kebutuhannya. Sejujurnya ia juga perhatian meski terkadang ada bentakan karena hal sepele.Mungkin terima saja untuk sesaat.Satu jam kemudian, makanan pun sudah tersaji di atas meja. Semua sudah lengkap seperti biasanya. Ada sop dan juga ayam panggang."Istriku memang pandai memasak," puji Alex sambil menatap bergantian menu makanan yang tersaji di atas meja.Sebatas pujian begitu saja, Stela Wen sudah merasa bahagia. Namun, senyum tipis saat ini seketika senyap saat Stela Wen kembali teringat sosok sahabatnya yang dengan tega menusuknya dari belakang.Tidak lama kemudian, Angela ikut bergabung. Wanita itu memang selalu acuh di hadapan Stela Wen. Tidak lama kemudian munculah May, ibu mertua Stela Wen.Ini sudah jam sembilan, Stela Wen baru sadar kalau ternyata seisi rumah ini memang hanya memanfaatkannya. Kenapa Stela Wen baru menyadarinya?"Apa mereka semua menganggapku budak di rumah ini?" batin Stela Wen. "Cih, jika bukan karena kejadian semalam, mungkin aku masih akan tetap mengangguk iya saat mereka menyuruhku." Stela Wen masih bergumam di dalam hati sambil melirik ke arah mereka bergantian."Semalam kau tidak pulang, dari mana saja kau?" tanya May.Alex yang baru saja menelan sesuap nasi ikut menyahut, "Iya, aku sampai lupa bertanya hal ini. Kau dari mana?"Stela Wen mendongak dan menatap ke arah sang suami. "Kau ingin tahu semalam aku di mana?" Ia balik bertanya."Hei! Dia itu suamimu, tentu saja dia harus tahu," ketus Angela"Pelankan suaramu, Angela," pinta Alex. "Stela Wen, kau tidak apa-apa kan?" tanya Alex saat mendapati Stela Wen termenung.Stela Wen tersenyum. Ia kembali menatap Alex. "Aku berdandan cantik semalam. Aku menyewa sebuah restoran untuk memperingati aniversary pernikahan kita yang ke satu tahun."Degh! Alex spontan menjatuhkan sendok ke atas piring. Pria itu tertegun menatap ke arah Stela Wen dengan bingung. Angela Dan May hanya diam tidak mau ikut campur."Ma-maaf, aku tidak ingat," sesal Alex.Jika saja Stela Wen tidak tahu apa yang dilakukan Alex bersama Emma, mungkin hatinya saat ini tidak terlalu dongkol. Makan pun rasanya tidak selera lagi."Aku sudah kenyang. Aku masuk ke kamar dulu." Stela Wen mengusap bibirnya dengan tisu lalu bangkit.Alex yang merasa bersalah, segera pergi menyusul sang istri."Mereka itu kenapa?" tanya May acuh."Biarlah, namanya juga orang labil," sahut Angela enteng.Angela kembali menikmati makanannya. Ia terlihat tersenyum tipis seperti telah mengetahui sesuatu."Kenapa kau senyum-senyum sendiri?" tanya May."Siapa? Aku tidak senyum-senyum sendiri." Angela mengelak.Beralih ke kamar, Stela Wen sedang berada di kamar mandi. Alex yang merasa bersalah, duduk di tepi ranjang menunggu sang istri."Bagaimana aku bisa lupa?" batin Alex. "Kalau saja bukan karena dirayu Emma, mungkin aku tidak lupa. Sial!"Beberapa kali Stela Wen membasuh wajahnya. Ia sedang mencoba menyembunyikan matanya yang merah dengan alasan terkena air terlalu banyak. Sambil mengelap wajahnya, Stela Wen kemudian beranjak ke luar."Maafkan aku," kata Alex Ia sudah berdiri dan menghampiri Stela Wen. "Aku sungguh lupa."Stela Wen memaki dalam hati. "Tentu saja kau lupa. Kau sedang bercinta dengan Emma."Masih sibuk mengelap wajah di depan cermin, kini Alex sudah memeluk Stela Wen dari arah belakang. Ia mendaratkan dagu di atas pundak Stela Wen. Sesaat mata keduanya saling pandang dari pantulan cermin."Sebagai permintamaafanku, aku akan mengajakmu ke suatu tempat. Bagaimana?"Setidaknya, wajah masam yang mucul pada diri Stela kini mulai berubah menjadi senyuman.***Untuk sementara, Stela Wen lupa dengan kelakuan buruk sang suami. Bukan karena bodoh, tapi terkadang rasa cinta yang bisa menepiskan segalanya termasuk sebuah kesalahan.Pagi ini, sesuai ajakan Alex, Stela Wen sudah bangun lebih awal. Dia mandi dan segera merapikan diri sebelum suaminya terbangun."Aku lebih cantik, harusnya kau tidak tergoda oleh wanita itu," gumam Stela Wen saat bercermin.Stela Wen mengenakan pakaian casual yang senada dengan kulitnya yang putih bersih. Blus berwarna peach dipadukan dengan rok satin dengan brukat melingkar di setiap ujungnya."Lihatlah, aku juga bisa berdandan dengan cantik. Untuk apa kau bercinta dengan Emma?" Stela Wen tersenyum getir saat teringat kembali dengan kejadian malam itu.Hoaaaam …Stela Wen menoleh saat mendengar lenguhan itu. Di atas ranjang, sang suami tengah menguap dan menggeliat."Kau sudah bangun?" sapa Stela Wen sambil berjalan mendekat.Alex mengangkat tubuh dan tertuduk. Ia mengucek mata sesaat sebelum akhirnya membul
"Kau sudah oke kan?" tanya Jacob saat sudah duduk di kursi sebuah restoran bersama Stela Wen.Stela Wen mengangguk.Tidak lama kemudian pesanan pun datang. Mereka tidak melanjutkan obrolan melainkan menikmati makan siang lebih dulu. Barulah setelah makan habis tak tersisa dan hanya menyisakan minuman saja, Jacob yang masih khawatir buka suara lagi."Menurutmu, apa mereka sudah menjalin hubungan yang lama?" tanya Jacob.Stela Wen mendesah dan angkat bahu. "Aku tidak bisa memastikan. Hanya saja, sudah dua bulanan ini Alex lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Mungkinkah …"Jacob menyesap minumannya lalu mengecap-ngecap bibirnya. "Bisa jadi. Aku masih tidak habis pikir Emma bisa berbuat demikian. Kurasa dia tidak punya otak."Stela Wen terdiam lalu meneguk minumannya hingga habis. "Aku juga bingung. Aku hanya kecewa karena semua kuketahui saat Anniversary satu tahun pernikahanku."Jacob nampak ikut prihatin. "Lalu, setelah ini apa yang akan kau lakukan?""Entahlah." Stela
Stela Wen semakin terlihat frustrasi. Selain memikirkan perselingkuhan sang suami, ia juga mendadak teringat dengan kejadian malam itu. Kejadian di mana ia terbangun berada di kamar asing.Mungkinkah ada hubungannya dengan pria itu?Aaaaaarg! Stela berteriak hingga membuat Jacob menangkup kedua telinga.“Baby, Please! Kau membuatku terkejut.” Jacob mengerutkan wajah. “Berhentilah memikirkan suami gila mu itu!”Stela Wen menjatuhkan diri di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Ia menyembunyikan wajah beberapa saat sebelum kemudian memiringkan wajah ketika merasa engap.“Sekarang semua keputusan ada di tanganmu, Honey.” Jacob berdiri di samping ranjang dengan tatapan prihatin. “Aku pulang dulu.”Stela Wen tidak terbangun saat Jacob pamit untuk pergi. Ia terlalu lemas dan malas walau hanya sekedar menopang tubuhnya sendiri.Sampai di depan pintu ruang tamu, Jacob bertemu dengan Angela dan mertua Stela Wen. Sepertinya mereka baru saja pulang dari shopping. “Banci, sedang apa kau
Malam hari, Stela Wen gagal menenangkan pikirannya. Masalah rumah tangganya kini benar-benar sudah sangat mengganggu. Jika dipikir-pikir, kini Stela Wen tahu kenapa sudah berapa bulan ini Alex selalu acuh. Ya, ternyata karena ada wanita lain di dalam hidupnya.Stela Wen kini tengah terduduk di sudut taman kota. Ia duduk di bawah sinar rembulan yang begitu terang. Suasana larut malam yang syahdu, nyatanya membuat hati ini semakin perih.Tengok kanan kiri, jalanan juga terlihat sunyi. Ya, tentunya sesunyi hati Stela Wen saat ini.“Aku masih mencintainya, bagaimana kalau sudah begini?” Stela mendongak memandangi langit bertabur bintang.Kemudian Stela menunduk lagi. Ia termenung memandangi kedua kakinya yang menjuntai menyentuh rerumputan.“Dasar wanita bodoh!”Lagi-lagi suara serak itu berdengung di telinga Stela Wen lagi. Stela Wen mengangkat kepala lalu memutar pandangan. Kini, di sampingnya berdiri sosok pria berbalut kaos biru dengan topi melingkar di atas kepala.“Kenapa kau
“Dari mana kau!” bentak Alex saat Stela Wen baru saja masuk kamar.Karena sudah merasa lelah, Stela Wen hanya menghela napas dan melengos. Alex lantas mendekat dan meraih tangan Stela Wen.“Aku tanya, kenapa kau diam saja?”Stela Wen menepis dan berdecak. “Bukankah kau sendiri yang tidak mau bicara? Kenapa sekarang kau bertanya?”Alex menguatkan rahang lalu terdengar helaan napas. “Aku minta maaf,” katanya kemudian.Stela menoleh dan menatap diam wajah sang suami. “Untuk apa?”“Semuanya.” Alex meraih tangan Stela hingga posisinya saling berhadapan.Yang namanya wanita memang tidak bisa dipungkiri jika menyangkut soal perasaan. Jika masih ada rasa cinta, memandang wajah pun langsung mulai luluh.“Apa kau mengakui tentang perselingkuhanmu dengan Emma?” tanya Stela.Alex melepas genggaman tangan, lalu mundur dan duduk di tepian ranjang. Stela yang awalnya sudah mulai luluh, kini kembali merasakan kecewa. Apalagi racauan kedua orang itu saat di atas ranjang hampir setiap hari mel
Suasana di ruang makan kali ini tidak sepi seperti biasanya. Tuan David dan Nyonya Jane kini tengah kembali ke negaranya untuk menengok sang putra. Jika mereka berdua senang, tidak untuk Peter. Ia tahu apa tujuan ke dua orang tuanya datang.“Ibu akan suka jika kau menikah dengan Lizy,” kata Jane sambil mengunyah makanan.“Ayah juga setuju,” sambung David.Peter meletakkan sendok di atas piring lalu meneguk minumannya hingga hampir habis. Dalam benaknya, ia malas sekali jika membicarakan tentang wanita itu.“Apa kalian tidak tahu bagaimana perbuatan Lizy?” tanya Peter.David dan Jane saling pandang sesaat.“Apa maksudmu?” tanya Jane.“Ibu mau menikahkanku dengan Lizy, tapi ibu belum tahu seperti apa perlakuan dia di luar sana. Apa ibu mau putra ibu ini menderita?” Peter bergantian menatap wajah ayah dan ibunya.David tersenyum tipis usai menghela napas. “Kalau menurutmu Lizy memang tidak baik, maka kenalkan wanitamu sendiri pada ayah dan ibu.”Jane mengangguk setuju.Peter be
“Kapan kita akan bercinta di rumahmu?” tanya Emma sambil mengusap dada Alex yang tak tertutup sehelai benang pun.“Sebentar lagi, Sayang,” jawab Alex sambil memiringkan badan.Keduanya masih terbaring di atas ranjang. Di balik selimut yang tebal, kini keduanya sama sekali tidak memakai apa pun. Bercinta di belakang sang istri, sepertinya sudah menjadi rutinitas untuk Alex.Setiap Emma merayu, Alex tidak akan bisa menolak. Tampilannya yang feminim, tentu sangatlah menggairahkan. Setiap kali Emma bertemu dengan Alex, ia selalu mengenakan pakaian yang sedikit terbuka. Rok span di atas lutut, lalu dipadukan dengan T-sirt yang ketat pula. Belum lagi bibirnya yang merona, pasti mengundang setiap pria untuk segera mengecup dan melumat habis.“Apa kau juga hebat saat bersama Stela?” tanya Emma.Emma hanya ingin memancing dan melihat reaksi Alex.Alex terdiam. Ia seperti menimang jawaban yang pas. Pertanyaan dari Emma sangat sensitif karena memang itu seharusnya menjadi masalah pribadi.
Peter kembali dengan membawa paperbag berisi snak ringan. Ia masuk ke dalam rumah langsung disambut dua pelayan yang tadi mengepel lantai atas.“Ada apa?” tanya Peter.“Itu, Tuan.” Kedua pelayan bingung dan saling sikut.Peter menaikkan satu alisnya. “Itu apa?”“No-Nona Stela menangis.”Peter spontan berdecak dan berlari menaiki anak tangga. Ia terlihat cemas jika sudah menyangkut tentang Stela Wen. Pasalnya, tadi saat Peter meninggalkannya ke supermarket, Stela sudah terlihat lebih tenang, kalau dia menangis lagi pasti karena teringat suaminya itu.Benar saja, saat Peter membuka pintu kamar, Stela terlihat sedang duduk dengan kedua kaki terlipat. Rambutnya yang panjang terlihat menutupi wajahnya yang menunduk. Pundaknya naik turun sesenggukan karena tangis.“Kau menangis lagi?” Peter mendekat.Stela Wen mendongakkan wajah. Sungguh wajah cantik itu terlihat begitu kacau. Peter meletakkan belanjaannya di atas meja dekat ranjang, lalu ia duduk di hadapan Stela.“Apa kau mau ber