Untuk sementara, Stela Wen lupa dengan kelakuan buruk sang suami. Bukan karena bodoh, tapi terkadang rasa cinta yang bisa menepiskan segalanya termasuk sebuah kesalahan.
Pagi ini, sesuai ajakan Alex, Stela Wen sudah bangun lebih awal. Dia mandi dan segera merapikan diri sebelum suaminya terbangun."Aku lebih cantik, harusnya kau tidak tergoda oleh wanita itu," gumam Stela Wen saat bercermin.Stela Wen mengenakan pakaian casual yang senada dengan kulitnya yang putih bersih. Blus berwarna peach dipadukan dengan rok satin dengan brukat melingkar di setiap ujungnya."Lihatlah, aku juga bisa berdandan dengan cantik. Untuk apa kau bercinta dengan Emma?" Stela Wen tersenyum getir saat teringat kembali dengan kejadian malam itu.Hoaaaam …Stela Wen menoleh saat mendengar lenguhan itu. Di atas ranjang, sang suami tengah menguap dan menggeliat."Kau sudah bangun?" sapa Stela Wen sambil berjalan mendekat.Alex mengangkat tubuh dan tertuduk. Ia mengucek mata sesaat sebelum akhirnya membulatkan dua bola matanya ketika melihat tampilan Stela Wen."Kau cantik sekali," puji Alex dengan seutas senyum."Apa biasanya aku tidak cantik?" batin Stela Wen."Bangunlah, aku sudah menyiapkanmu sarapan," kata Stela Wen kemudian.Alex segera merangkak turun dari atas ranjang. Ia memberi satu kecupan di bibir Stela Wen sebelum pergi ke kamar mandi. Harusnya ini menjadi kecupan yang membahagiakan, tapi entah kenapa rasanya begitu hambar. Bayangan perselingkuhan itu tidak mudah untuk dilupakan.Setelah pintu kamar mandi tertutup dan Alex masuk ke dalamnya, Stela Wen beralih ke arah lemari. Ia hendak menyiapkan pakaian untuk sang suami. Sekitar tiga menit dan suaminya tak kunjung keluar dari kamar mandi, Stela Wen memilih pergi ke ruang makan dulu."Pagi, Bu." Stela Wen menyapa ibu mertua yang sudah lebih dulu sarapan bersama May.May dan Angela melirik ke ara Stela Wen. "Mau pergi ke mana kau? Kenapa rapi sekali?" tanya Angela."Pekerjaan rumahmu banyak, ibu tidak mengizinkanmu pergi," sambung May acuh.Stela Wen meletakkan kardus susu yang hendak ia tuang ke dalam gelas menggunakan sendok. "Tapi, Bu, aku ada rencana dengan Alex. Alex mengajakku pergi hari ini.""Mana mungkin," tapis May "Putraku sangat sibuk di kantor. Dia tidak mungkin ada waktu untuk mengajakmu ke luar."Benar saja, begitu Alex datang, dia tidak memakai baju yang Stela Wen siapkan di atas ranjang. Ia justru memakai setelan kemeja dan sepatu pantofelnya. Tak lupa juga tas kerjanya yang ia jinjing"Lihat, benar apa kata itu. Alex hari ini sibuk kerja." Angela mencibir."Bukankah kita akan pergi?" tanya Stela Wen sambil menatap Alex heran. "Aku sudah siap-siap dari pagi."Tanpa raut rasa bersalah, Alex meletakkan tas kerjanya di atas meja lalu mengusap pipi Stela Wen. "Maaf, sayang. Aku lupa kalau hari ini ada pertemuan dengan klien dari luar negeri.""A-pa?" Stela Wen ternganga. "Ta-tapi aku …""Lain kali saja ya, aku sedang buru-buru." Seperti tidak peduli dengan raut sendu wajah sang istri, Alex beranjak pergi begitu saja usai menjabret tas kerjanya.Dua orang yang masih duduk di ruang makan terdengar cekikikan menertawai Stela Wen."Apa yang kalian tertawakan!" bentak Stela Wen sambil menggebrak meja.Angela dan May sampai tersentak kaget."Lama kelamaan tingkah kalian bikin aku muak!" Stela Wen mendecih lalu melengos dan berlari masuk kamar."Dasar wanita gila!" seloroh Angela sambil mengusap dada. "Dia membuatku kaget.""Maklum, dia itu sedang stres!" sambung May.Di dalam kamar, Stela Wen menggeram kuat ia menarik selimut yang semula tertata rapi di atas ranjang hingga tergelar sembarang di atas lantai. Stela menangkup wajah lalu mendongak ke langit-langit."Aku sudah muak!" teriak Stela Wen. "Aku tidak terima kau memperlakukanku seperti ini terus."Setelah merapikan tampilannya yang sempat berantakan karena melampiaskan amarah, Stela Wen meraih ponsel dan tas selempangnya. Ia kemudian beranjak pergi tanpa berpamitan pada penghuni rumah."Mau pergi ke mana kau!" teriak Angela saat Stela Wen sampai di ambang pintu."Bukan urusanmu!" sahut Stela Wen tanpa menoleh.Stela Wen melangkah dengan cepat hingga menjauh dari rumah tersebut. Ia pergi dengan mengendarai motor matiknya."Sebaiknya aku menemui Jacob." Stela Wen membelokkan mobilnya menuju sebuah restoran.Sampai di sana, Stela Wen buru-buru masuk ke dalam. Dia tahu orang yang harus di temui saat merasa sedih."Stela?" pekik Jacob begitu Stela Wen masuk ke ruangannya tanpa permisi."Jacob …" Stela Wen menghambur menghampiri Jacob sambil menangis.Jacob yang bingung, mendorong pelan tubuh Stela Wen hingga pelukan terlepas. "Ada apa?"Sebagai sahabat Stela Wen sejak kecil, Jacob tentu akan sangat khawatir jika sesuatu terjadi padanya. Meski Jacob terlahir sebagai sosok pria berkepribadian wanita, tapi percayalah, dia sungguh tulus saat menjalin persahabatan dengan Stela Wen."Apa yang terjadi? Katakan padaku?" Jacob menangkup pipi Stela Wen. "Apa ipar dan mertuamu menyakitimu?"Stela Wen menggeleng kuat. Hari-hari Stela Wen memang selalu dibuat jengkel oleh dua orang itu, tapi kali ini bukanlah tentang mereka."Lalu apa?" Jacob mengguncang kedua pundak Stela Wen pelan. "Kau jangan membuarku khawatir, Stela."Stela Wen kembali sesenggukan dan menjatuhkan ujung kepala di dada Jacob. "Dia, dia … dia menduakanku." Stela Wen menangis tersedu-sedu."Aku mencintainya, tapi kenapa begini?""Tunggu!" Jacob mendorong lagi tubuh Stela Wen lalu menatapnya tajam. "Maksudmu Alex berselingkuh?"Stela Wen mengangguk. "Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri. Alex … dia bercinta dengan Emma""APA!" Jacob sontak membelalak dan berteriak.Mendengar teriakan Jacob yang terkejut, Stela Wen menangis semakin jadi. Jacob yang semakin khawatir dan sedikit panik, segera menenangkan."Maaf, aku minta maaf. Aku hanya kaget," kata Jacob sambil mengusap pundak Stela."Dia jahat padaku. Aku harus bagaimana?" Stela memelas semakin membuat Jacob tidak tega."Sekarang, lebih baik kau tenangkan dirimu dulu. Kalau kau sudah tenang, kau bisa pikirkan cara untuk berbuat."Stela Wen mengusap air matanya. Ia sedikit tersenyum saat menatap Jacob yang juga tersenyum padanya. Beberapa detik kemudian, Stela Wen bergeser dan duduk sambil bersandar."Dua hari ini hidupku terasa kacau," desah Stela Wen.Stela Wen termenung sambil mengingat kembali malam itu. Bukan malam di mana sang suami bercinta dengan wanita lain, tapi mengingat bagaimana dirinya terbangun dalam keadaan telanjang di sebuah kamar mewah."Stela."Tidak mengingat sama sekali kejadian malam itu selain dirinya mabuk bersama satu pria. Mungkinkah pria bringas itu? Ah, tentu saja bukan. Stela Wen terus memutar otak."Stela.""Oh, maaf. Aku melamun." Stela berkedip cepat. "Aku hanya sedang mencoba mengingat sesuatu."***"Kau sudah oke kan?" tanya Jacob saat sudah duduk di kursi sebuah restoran bersama Stela Wen.Stela Wen mengangguk.Tidak lama kemudian pesanan pun datang. Mereka tidak melanjutkan obrolan melainkan menikmati makan siang lebih dulu. Barulah setelah makan habis tak tersisa dan hanya menyisakan minuman saja, Jacob yang masih khawatir buka suara lagi."Menurutmu, apa mereka sudah menjalin hubungan yang lama?" tanya Jacob.Stela Wen mendesah dan angkat bahu. "Aku tidak bisa memastikan. Hanya saja, sudah dua bulanan ini Alex lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Mungkinkah …"Jacob menyesap minumannya lalu mengecap-ngecap bibirnya. "Bisa jadi. Aku masih tidak habis pikir Emma bisa berbuat demikian. Kurasa dia tidak punya otak."Stela Wen terdiam lalu meneguk minumannya hingga habis. "Aku juga bingung. Aku hanya kecewa karena semua kuketahui saat Anniversary satu tahun pernikahanku."Jacob nampak ikut prihatin. "Lalu, setelah ini apa yang akan kau lakukan?""Entahlah." Stela
Stela Wen semakin terlihat frustrasi. Selain memikirkan perselingkuhan sang suami, ia juga mendadak teringat dengan kejadian malam itu. Kejadian di mana ia terbangun berada di kamar asing.Mungkinkah ada hubungannya dengan pria itu?Aaaaaarg! Stela berteriak hingga membuat Jacob menangkup kedua telinga.“Baby, Please! Kau membuatku terkejut.” Jacob mengerutkan wajah. “Berhentilah memikirkan suami gila mu itu!”Stela Wen menjatuhkan diri di atas ranjang dengan posisi tengkurap. Ia menyembunyikan wajah beberapa saat sebelum kemudian memiringkan wajah ketika merasa engap.“Sekarang semua keputusan ada di tanganmu, Honey.” Jacob berdiri di samping ranjang dengan tatapan prihatin. “Aku pulang dulu.”Stela Wen tidak terbangun saat Jacob pamit untuk pergi. Ia terlalu lemas dan malas walau hanya sekedar menopang tubuhnya sendiri.Sampai di depan pintu ruang tamu, Jacob bertemu dengan Angela dan mertua Stela Wen. Sepertinya mereka baru saja pulang dari shopping. “Banci, sedang apa kau
Malam hari, Stela Wen gagal menenangkan pikirannya. Masalah rumah tangganya kini benar-benar sudah sangat mengganggu. Jika dipikir-pikir, kini Stela Wen tahu kenapa sudah berapa bulan ini Alex selalu acuh. Ya, ternyata karena ada wanita lain di dalam hidupnya.Stela Wen kini tengah terduduk di sudut taman kota. Ia duduk di bawah sinar rembulan yang begitu terang. Suasana larut malam yang syahdu, nyatanya membuat hati ini semakin perih.Tengok kanan kiri, jalanan juga terlihat sunyi. Ya, tentunya sesunyi hati Stela Wen saat ini.“Aku masih mencintainya, bagaimana kalau sudah begini?” Stela mendongak memandangi langit bertabur bintang.Kemudian Stela menunduk lagi. Ia termenung memandangi kedua kakinya yang menjuntai menyentuh rerumputan.“Dasar wanita bodoh!”Lagi-lagi suara serak itu berdengung di telinga Stela Wen lagi. Stela Wen mengangkat kepala lalu memutar pandangan. Kini, di sampingnya berdiri sosok pria berbalut kaos biru dengan topi melingkar di atas kepala.“Kenapa kau
“Dari mana kau!” bentak Alex saat Stela Wen baru saja masuk kamar.Karena sudah merasa lelah, Stela Wen hanya menghela napas dan melengos. Alex lantas mendekat dan meraih tangan Stela Wen.“Aku tanya, kenapa kau diam saja?”Stela Wen menepis dan berdecak. “Bukankah kau sendiri yang tidak mau bicara? Kenapa sekarang kau bertanya?”Alex menguatkan rahang lalu terdengar helaan napas. “Aku minta maaf,” katanya kemudian.Stela menoleh dan menatap diam wajah sang suami. “Untuk apa?”“Semuanya.” Alex meraih tangan Stela hingga posisinya saling berhadapan.Yang namanya wanita memang tidak bisa dipungkiri jika menyangkut soal perasaan. Jika masih ada rasa cinta, memandang wajah pun langsung mulai luluh.“Apa kau mengakui tentang perselingkuhanmu dengan Emma?” tanya Stela.Alex melepas genggaman tangan, lalu mundur dan duduk di tepian ranjang. Stela yang awalnya sudah mulai luluh, kini kembali merasakan kecewa. Apalagi racauan kedua orang itu saat di atas ranjang hampir setiap hari mel
Suasana di ruang makan kali ini tidak sepi seperti biasanya. Tuan David dan Nyonya Jane kini tengah kembali ke negaranya untuk menengok sang putra. Jika mereka berdua senang, tidak untuk Peter. Ia tahu apa tujuan ke dua orang tuanya datang.“Ibu akan suka jika kau menikah dengan Lizy,” kata Jane sambil mengunyah makanan.“Ayah juga setuju,” sambung David.Peter meletakkan sendok di atas piring lalu meneguk minumannya hingga hampir habis. Dalam benaknya, ia malas sekali jika membicarakan tentang wanita itu.“Apa kalian tidak tahu bagaimana perbuatan Lizy?” tanya Peter.David dan Jane saling pandang sesaat.“Apa maksudmu?” tanya Jane.“Ibu mau menikahkanku dengan Lizy, tapi ibu belum tahu seperti apa perlakuan dia di luar sana. Apa ibu mau putra ibu ini menderita?” Peter bergantian menatap wajah ayah dan ibunya.David tersenyum tipis usai menghela napas. “Kalau menurutmu Lizy memang tidak baik, maka kenalkan wanitamu sendiri pada ayah dan ibu.”Jane mengangguk setuju.Peter be
“Kapan kita akan bercinta di rumahmu?” tanya Emma sambil mengusap dada Alex yang tak tertutup sehelai benang pun.“Sebentar lagi, Sayang,” jawab Alex sambil memiringkan badan.Keduanya masih terbaring di atas ranjang. Di balik selimut yang tebal, kini keduanya sama sekali tidak memakai apa pun. Bercinta di belakang sang istri, sepertinya sudah menjadi rutinitas untuk Alex.Setiap Emma merayu, Alex tidak akan bisa menolak. Tampilannya yang feminim, tentu sangatlah menggairahkan. Setiap kali Emma bertemu dengan Alex, ia selalu mengenakan pakaian yang sedikit terbuka. Rok span di atas lutut, lalu dipadukan dengan T-sirt yang ketat pula. Belum lagi bibirnya yang merona, pasti mengundang setiap pria untuk segera mengecup dan melumat habis.“Apa kau juga hebat saat bersama Stela?” tanya Emma.Emma hanya ingin memancing dan melihat reaksi Alex.Alex terdiam. Ia seperti menimang jawaban yang pas. Pertanyaan dari Emma sangat sensitif karena memang itu seharusnya menjadi masalah pribadi.
Peter kembali dengan membawa paperbag berisi snak ringan. Ia masuk ke dalam rumah langsung disambut dua pelayan yang tadi mengepel lantai atas.“Ada apa?” tanya Peter.“Itu, Tuan.” Kedua pelayan bingung dan saling sikut.Peter menaikkan satu alisnya. “Itu apa?”“No-Nona Stela menangis.”Peter spontan berdecak dan berlari menaiki anak tangga. Ia terlihat cemas jika sudah menyangkut tentang Stela Wen. Pasalnya, tadi saat Peter meninggalkannya ke supermarket, Stela sudah terlihat lebih tenang, kalau dia menangis lagi pasti karena teringat suaminya itu.Benar saja, saat Peter membuka pintu kamar, Stela terlihat sedang duduk dengan kedua kaki terlipat. Rambutnya yang panjang terlihat menutupi wajahnya yang menunduk. Pundaknya naik turun sesenggukan karena tangis.“Kau menangis lagi?” Peter mendekat.Stela Wen mendongakkan wajah. Sungguh wajah cantik itu terlihat begitu kacau. Peter meletakkan belanjaannya di atas meja dekat ranjang, lalu ia duduk di hadapan Stela.“Apa kau mau ber
Pagi menjelang, Stela Wen terbangun dengan mata membengkak. Tubuhnya masih lemas karena semalam tidak makan apa pun. Sambil mencoba membuka matanya yang berat, Stela meregangkan badannya ke kanan dan ke kiri bergantian.“Astaga!”Saat Stela menyibakkan selimut, ia baru tersadar kalau dari semalam ia tidur tidak memakai baju. Kejadian malam itu seperti terulang kembali, hanya bedanya kali ini Stela Wen masih mengenakan pakaian dalam.“Semalam aku ngapain?” Stela mencengkeram ujung selimut di depan dada.“Kau sudah bangun?”Suara berat itu mengejutkan Stela Wen. Ia sampai terkesiap dan sedikit mundur hingga ke sudut ruangan.Peter berjalan mendekat“Maaf yang semalam,” kata Stela lirih. “Sepertinya aku sudah mengacaukan ranjangmu.” Stela melirik pakaiannya yang masih tergeletak di atas lantai.Peter angkat bahu dan sama sekali tidak menoleh. Ia berjalan ke arah lemari handuk. Usai mengambilnya, Peter segera masuk ke dalam kamar mandi.Ketika pria itu sudah tak terlihat, Stela W