Share

Bagian 7

Malam hari, Stela Wen gagal menenangkan pikirannya. Masalah rumah tangganya kini benar-benar sudah sangat mengganggu. Jika dipikir-pikir, kini Stela Wen tahu kenapa sudah berapa bulan ini Alex selalu acuh. Ya, ternyata karena ada wanita lain di dalam hidupnya.

Stela Wen kini tengah terduduk di sudut taman kota. Ia duduk di bawah sinar rembulan yang begitu terang. Suasana larut malam yang syahdu, nyatanya membuat hati ini semakin perih.

Tengok kanan kiri, jalanan juga terlihat sunyi. Ya, tentunya sesunyi hati Stela Wen saat ini.

“Aku masih mencintainya, bagaimana kalau sudah begini?” Stela mendongak memandangi langit bertabur bintang.

Kemudian Stela menunduk lagi. Ia termenung memandangi kedua kakinya yang menjuntai menyentuh rerumputan.

“Dasar wanita bodoh!”

Lagi-lagi suara serak itu berdengung di telinga Stela Wen lagi. Stela Wen mengangkat kepala lalu memutar pandangan. Kini, di sampingnya berdiri sosok pria berbalut kaos biru dengan topi melingkar di atas kepala.

“Kenapa kau selalu muncul di manapun aku ada?” Stela Wen sudah berdiri dan menggertak. “Apa kau seorang penguntit!”

Peter mendengkus dan mengibas tangan lalu duduk dengan santainya. Melihat hal tersebut, Stela merasa geram.

Saat Stela Wen hendak protes, Peter lebih dulu mengangkat satu jari ke arah Stela dan mendesis. “Diam, duduk saja sini. Kalau kau marah-marah, nanti cepat tua.”

“Urusan apa kau mengaturku!” gertak Stela. “Aku tidak mengenalmu. Jadi, berhentilah muncul tiba-tiba di hadapanku!”

“Hei ...” Peter berdiri dan mendekati Stela. Badannya mencondong hingga wajahnya sejajar dengan wajah Stela.

Merasa risi, Stela mendesis lalu mundur menjauh. “Menjauhlah!”

“Dengar ...” Peter mendekat lagi. “Meski kita tidak saling mengenal, tapi kita sudah bersentuhan. Jadi ...”

“Jadi apa!” teriak Stela Wen. Napasnya sudah terdengar memburu. “Jangan asal bicara kau! Sejak kapan kita saling bersentuhan?”

Peter menyeringai. “Jadi kau tak ingat? Kau pikir yang menelanjangimu malam itu siapa?”

“A-apa?” Stela ternganga dan matanya berkedut-kedut.

“Hei kau!” Stela Wen melotot dan berjinjit. “Kau jangan main-main denganku ya! Sembarangan kalau bicara.”

Peter melengos lalu bersandar pada pohon palem. Ia memutar topinya ke belakang lalu kembali menatap Stela Wen.

“Memang siapa yang asal bicara? Kau harus ingat, aku adalah orang yang sudah menyelamatkan hidupmu dari pria brengsek itu.”

Stela Wen tertegun. Ia memutar kembali ingatannya tentang kejadian di kelab waktu itu. Mau diingat sampai kepala meledak, tetap saja yang Stela ingat hanyalah saat dirinya mulai mabuk dan diganggu pria asing. Setelahnya Stela sama sekali tidak ingat apa pun.

“Ah sudahlah! Aku tidak ingat apa pun! Jadi lupakan saja.” Stela menggelengkan kepala sambil mengibas tangan.

“Hei, tidak semudah itu, Baby!” Peter menjawil dagu Stela sambil mengedipkan satu matanya.

Stela spontan menepis dan menyingkir.

“Kau harus tahu, kau itu sudah mengotori ranjangku!” sambung Peter lagi.

Stela Wen kembali dibuat ternganga. Ia benar-benar sudah muak dengan semua yang sudah terjadi, tapi dirinya sendiri tidak tahu apa yang sebenarnya sudah terjadi. Ini seperti Stela sudah melakukan sesuatu tanpa kesadarannya.

Pada akhirnya Stela Wen teringat saat ia terbangun di sebuah kamar asing yang sangat mewah.

“Jadi, itu kamar pria ini?” batin Stela Wen. “Oh astaga! Aku telanjang, itu artinya aku ... Aaaaarg!”

Teriakan mendadak itu membuat Peter menundukkan kepala dan menutup telinga dengan ke dua tangan.

“Kau ini apa-apaan sih!” sungut Peter.

“Dasar kau!” Stela Wen mendekat lalu mencengkeram kerah kaos Peter dengan kuat. “Berani sekali kau menodaiku! Brengsek!”

Bugh! Stela Wen menendang kaki Peter dengan kuat hingga membuat Peter membungkuk dan menekuk satu kakinya.

“Sialan kau!” umpat Peter. “Jelas-jelas kau yang salah, kenapa aku yang sial!”

Stela Wen mendesah dengan mulut terbuka. Ia ingin sekali berteriak dengan semua ini. Pria di hadapannya saat ini menambah pikirannya semakin kacau.

“Kau itu siapa?” Stela Wen kembali menatap Peter. “Kenapa kau harus muncul di kehidupanku yang sedang penuh masalah, ha?”

Stela mengacak rambutnya yang panjang dan menghentak-hentak kaki beberapa kali.

“Sudahlah, tidak perlu berlebihan begitu.” Peter berdiri tegak sambil berkacak pinggang. “Kau itu hanya sedang stres mengurusi suami yang berselingkuh.”

Mulut Stela kembali terbuka lebar dan mendesah lagi. Ia semakin tidak mengerti dengan semua ini. Siapa pria ini, Stela Wen curiga kenapa bisa tahu mengenai rumah tangganya.

“Sekali lagi aku tanya, kau itu siapa? Kenapa selalu muncul di hadapanku. Dan ada apa urusanmu denganku?” Stela bertanya dengan perlahan dan coba lebih tenang.

Peter tersenyum. “Nah, begitu kan enak.”

Peter kemudian melepaskan topi dan menyibakkan rambut ke belakang, lantas duduk. “Duduklah, kita bicarakan baik-baik.”

Menarik napas dalam-dalam, Stela pun akhirnya ikut duduk. “Katakan sekarang!”

Peter kembali menyibakkan rambut lalu topi yang sudah dilepas ia letakkan di atas kepala Stela Wen.

“Apaan sih!”

“Diamlah! Pakai saja.”

Stela Wen mendesah pasrah. Dia memilih nurut supaya pria di sampingnya ini segera mengatakan apa maunya.

“Demi kenyamanan sesama, aku ingin kita membuat kesepakatan.” Peter mulai bicara.

“Kesepakatan apa maksudmu?” sahut Stela Wen ngegas.

“Relaks ...” Kata Peter.

“Jelaskan dulu siapa kau ini? Aku bahkan tidak tahu namamu. Dasar pria tidak jelas!”

Peter tertawa kecil. “Jadi kau mengajakku berkenalan?”

“Oh astaga!” Stela Wen menepuk jidatnya.

Pembicaraan mulai tidak jelas. Sudah beberapa menit, tapi Stela tak kunjung mendapatkan penjelasan yang sesuai.

“Aku pergi saja.” Stela berdiri dan melempar topi yang ia tepat di dada Peter. “Sangat tidak jelas!”

“Tunggu!” Peter meraih tangan Stela. “Kau masih punya hutang denganku. Jadi jangan seenaknya kabur.”

“Apa lagi ini?” Stela mendesah berat. “Kenapa ada urusan hutang segala?”

“Kau sudah membuat ranjangku kotor, jadi aku minta pertanggung jawabmu. Kau juga secara tidak langsung sudah membahayakanku karena aku harus menolongmu dari pria asing.”

“Lalu?”

“Tentu saja aku minta balasan,” kata Peter santai.

“Balasan apa maksudmu?”

“Kau harus gantian menolongku.”

Stela Wen menaikkan satu alisnya sambil menggarung kepala. “Baiklah, apa yang harus aku lakukan?”

Peter meringis, membuat Stela Wen geregetan.

“Cepat katakan!”

“Temui aku di restoran dekat alun-alun, besok.”

Hanya itu yang Peter katakan. Setelahnya ia pergi begitu saja meninggalkan Stela yang terlihat mulai menahan amarah. Begitu panjang waktu yang ia habiskan di taman ini, tapi sama sekali tidak mendapat penjelasan sama sekali.

Saat mobil belum melaju, Peter membuka kaca jendela dan memanggil Stela. “Jangan lupa. Kalau kau sampai lupa, aku akan mengatakan pada suamimu apa yang sudah kita lakukan di ranjang waktu itu.”

“A-apa?”

Stela ternganga lemas. Ia terduduk dan diam sesaat lalu tiba-tiba menghentak-hentakkan kakinya sambil menjerit.

“Kenapa jadi ribet seperti ini!” pekik Stela Wen. “Aku harus sedih, marah atau apa? Ya Tuhan!”

***

Komen (1)
goodnovel comment avatar
Qistina Izz Rayyan
cerita ok walaupun agak serabut
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status