INICIAR SESIÓNSetelah acara makan malam selesai, Margaret dan Maxim menikmati acara minum teh dan memakan kue kering buatan Bibi Erika. Baru kali ini Maxim mengikuti perbincangan hangat orang-orang tua yang pembahasannya begitu ringan, namun terdengar menyenangkan hingga Margaret tersenyum manis dan sangat bahagia. Setelah acara itu selesai dan malam telah datang, Maxim dan Margaret pun masuk ke dalam kamar mereka untuk beristirahat. Margaret duduk di tepi ranjang sambil mengusap perutnya. "Apakah dia baik-baik saja," lirih Margaret. "Aku merasa—" "Mengapa, Sayang?" Margaret mendekatinya. Laki-laki itu duduk di belakangnya dan mengusap perut Margaret dari belakang. "Aku merasakan ada gerakan kecil," jawabnya lirih. Maxim tidak bisa merasakannya. Laki-laki itu mengecup pipi Margaret sekilas. "Sudahlah, cepat istirahat." Margaret berbaring dan ia menatap Maxim yang masih duduk di sampingnya, menatapnya sambil mengelus kening Margaret dengan penuh perhatian dan kasih sayang. "Maxim
Suasana malam hari yang nyaman dan tenang. Maxim berdiri di teras samping rumah milik Nenek Bellinda. Laki-laki itu memperhatikan gelapnya pemandangan di sekitar sana. Hanya ada lampu-lampu bercahaya kuning, di sepanjang tepi jalan dan aliran anak sungai. Suara-suara nyaring serangga yang berbunyi, dan gemericik air pegunungan yang terdengar jelas di antara embusan angin sejuk yang membuat Maxim merasakan ketenangan yang tidak pernah ia rasakan. "Tuan Maxim, di mana Margaret?" Suara lembut dan serak tua itu membuat Maxim menoleh. "Margaret sedang tidur, Nyonya," jawabnya. "Aku akan membangunkannya nanti." Bellinda mengangguk. "Nenek sudah meminta Bibi Erika untuk memasakkan makanan kesukaannya. Dia pasti sangat senang," ujar wanita tua itu. Maxim hanya tersenyum lembut dan tulus. Setelah itu, Bellinda duduk di sebuah kursi kayu, di samping Maxim yang kini ikut duduk di sana. "Tuan Maxim ... Margaret adalah cucuku satu-satunya. Sejak dia berusia menginjak empat belas ta
Hari ini menjadi hari yang Margaret tunggu sejak semalam. Setelah hampir satu bulan, ia kembali pulang ke Yards bersama Maxim dan menghabiskan waktu di sana untuk beberapa hari. Sepanjang perjalanan, Margaret menikmati pemandangan indah jalanan-jalanan desa. Pepohonan Yang daunnya mulai menguning, memerah, hingga cokelat dan berguguran di sepanjang jalan. Anak-anak sungai yang jernih, dan juga udara kawasan itu yang terbilang sangat segar. "Wahh, pohon Chestnutnya..." Wajah Margaret berbinar-binar saat melihat pepohonan Chestnut di sekitar sana tampak menunjukkan waktunya panen. "Kita sebentar lagi sampai," ujar Maxim pada gadis itu. "Heem. Aku sudah mengabari Bibi Erika kalau aku akan pulang," ujar Margaret. "Aku berharap ... Nenek menyambutku dengan hangat seperti dulu-dulu." Maxim tersenyum lembut. "Jangan khawatir, Sayang." Tak berselang lama, mobil berwarna hitam itu berhenti di depan gerbang kayu pekarangan rumah Bellinda Florence. Rerumputan di hamparan pekaranga
Saat malam tiba, Margaret mengganti pakaiannya dengan gaun tidur panjang. Gadis itu berdiri di depan meja riasnya dan menggerai rambutnya yang kini sepanjang paha. Dari belakang, Margaret merasakan Maxim yang tiba-tiba memeluknya dan menghirup aroma wangi rambut panjangnya. "Jangan memotong rambutmu, Sayang," bisik laki-laki itu. "Kau sangat cantik saat rambutmu digerai seperti ini." "Oh ya?" Margaret tersenyum lembut. "Ya," gumamnya lirih, Maxim menjejakkan bibirnya di kulit leher halus dan putih milik Margaret. "Apalagi, saat rambut panjangmu berserakan di atas bantal, dan kau mendesahkan namaku—""Maxim!" Margaret memukul lengan laki-laki itu dan mendongak menatapnya dengan alis bertaut. Laki-laki itu terkekeh gemas. Alih-alih menanggapinya serius, Maxim justru mengecup singkat bibir Margaret. Ia berdiri menatapnya sambil melingkarkan kedua tangannya di tubuh mungil gadis itu. "Aku sudah meminta seseorang untuk mengurus berkas pengajuan pernikahan kita. Sebelum hari itu data
Hari demi hari berjalan dengan cepat. Pagi tadi, Maxim mendapatkan kabar dari Pengacara Clinton bahwa surat perceraiannya dengan David telah diproses. Hingga kini Margaret datang ditemani oleh Maxim, mereka tiba di pengadilan di kota Fratz untuk mengambil akta cerai."Maxim, setelah ini kita langsung pulang," ucap Margaret saat mereka keluar dari dalam gedung pengadilan. Gadis itu memeluk berkas perceraiannya. Maxim tersenyum dan mengangguk. "Iya," jawabnya. Namun, tiba-tiba saja ponsel milik Maxim berdering. Maxim melirik Margaret, seolah memberikan isyarat padanya untuk menjawab panggilan itu terlebih dahulu. Maxim pun segera menjauh dari Margaret. "Puas sudah bercerai denganku, Jalang Miskin?!" Suara bariton angkuh dan kasar itu terdengar di telinga Margaret. Gadis itu menatap dingin ke arah David yang berjalan mendekatinya bersama Papanya. Brian menatap Margaret dengan geramnya. "Kau jangan senang dulu, Linton. Maxim pasti akan membuangmu cepat atau lambat!" desis laki-lak
Pukul setengah tujuh pagi, Maxim pergi kembali ke Fratz bersama Margaret. Mereka akan pergi ke toko oleh-oleh untuk membeli kacang Almond dan Chestnut panggang yang Margaret inginkan. Meskipun di balik itu semua, Maxim menyimpan kabar bahwa Brian ingin bertemu dengannya. Dan Maxim mengatakan pada Logan dengan tegas untuk menolak bertemu dengan siapapun beberapa hari ini. "Setelah ini, kau ingin membeli apa lagi?" Maxim merangkul Margaret yang asik menikmati pemandangan musim gugur di sekitar sana. "Aku ingin memakan kacang Almond dan Chestnut panggang sambil meminum susu cokelat," jawab gadis itu, ia tersenyum hingga kedua matanya menyipit. "Hanya itu?" tanya Maxim, ia merapikan rambut Margaret. "Iya," jawabnya pelan. "Baiklah." Maxim membalas senyuman Margaret, satu telapak tangannya mengusap perut Margaret yang mulai terasa sedikit mengembang. Bahkan, saat gadis itu mengenakan pakaian yang sedikit terawang, dari samping badannya sudah tidak ramping lagi. Bagian perutny







![Penyesalan Tuan CEO [Mantan Kekasihku]](https://acfs1.goodnovel.com/dist/src/assets/images/book/43949cad-default_cover.png)