LOGINKeesokan paginya, Margaret terbangun dari tidurnya saat hari masih petang. Margaret menghela napasnya pelan dan mengusap perutnya yang tidak sesakit semalam. Gadis itu menoleh ke sofa seberang di mana Pelayan Letiti tertidur di sana. Margaret menatap dalam-dalam wanita itu. saat bersama Pelayan Letiti, rasanya seperti saat ia ditemani oleh Bibi Erika. "Bibi," panggil Margaret pelan. Wanita setengah baya itu langsung tersentak dan bergegas bangun menatap Margaret. "Iya, Nona? Kenapa? Masih sakit, ya?" tanya, wanita itu buru-buru mendekati Margaret. Margaret tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. Dalam situasi seperti ini, Margaret merasa dikekang oleh keadaan, bahkan untuk pulang bertemu Nenek dan Bibinya pun ia tidak boleh. Hingga tiba-tiba, Margaret mengulurkan kedua tangannya dan memeluk tubuh wanita tua yang kini akan ia panggil dengan sebutan Bibi Letiti. Wanita itu terkejut begitu Margaret memeluknya erat. Ia tersenyum lembut dan mengusap punggung gadis itu, Letiti m
Sedangkan di Laster, Margaret terkejut melihat kabar berita besar yang beredar dari Fratz. Nama orang tuanya, Julian Linton dan Dahlia Linton kembali ramai diperbincangkan oleh publik.Lebih tepatnya, sejak berita itu tersebar ke mana-mana dan terungkap kisah tragis di balik kematian mereka yang dibunuh oleh Brian Valdemar. Kini, Margaret berdiri di teras depan rumah membaca berita itu dari sebuah surat kabar yang dibawa oleh Pelayan Letiti. Perasaan Margaret diliputi oleh rasa cemas yang menyesakkan. 'Jadi, kepergian Maxim selama berbulan-bulan untuk hal ini?' batin gadis itu. Margaret mengalihkan pandangannya, ia menatap pemandangan taman rumahnya yang diselimuti sedikit salju. "Maxim," lirih Margaret dengan suara sedih. "Bagaimana dengannya saat ini? Pasti dia sibuk didatangi oleh banyak orang. Bagaimana kalau orang-orang itu menyudutkan Maxim karena Brian juga masih memakai nama Valdemar?" Margaret memijit pelipisnya dan menarik napasnya panjang. Hatinya mulai diliputi benih
Beredarnya berita pembunuhan sepasang konglomerat Barchen sepuluh tahun lalu yang dilakukan oleh Brian, telah tersebar di seluruh pelosok negeri. Tak hanya berita biasa, bahkan semua bukti pun lengkap diungkapkan dalam berita itu. Brian bersama David dan juga Arzura, kini bersembunyi di sebuah rumah baru yang mereka beli beberapa waktu terakhir. Brian tidak bisa tenang. Ia terus digentayangi rasa takut setiap detik, setiap notif ponsel yang tidak ada hentinya, dan gambarnya yang terpajang di mana-mana, termasuk di suara televisi. Istrinya juga terus menangis sejak pagi. "Bagaimana ini, Pa? Apa yang harus kita lakukan? Polisi sedang mencarimu saat ini," ujar Arzura menangis sembari duduk lemas di sofa. "Tenanglah, Arzura! Kalau kau merengek seperti ini, aku tidak bisa berpikir!" pekik laki-laki itu pada istrinya. "Iya, Ma. Tidak hanya Mama yang bingung di sini!" sahut David dengan ekspresi kesalnya. Laki-laki muda itu menyugar rambut hitamnya dan berdecak berkali-kali. "Sial! Ba
Berbagai macam barang-barang bayi dari kereta, ranjang ayun, hingga berbagai macam baju dan aksesoris kini tertata rapi di ruang tamu. Margaret terkejut saat seseorang mengantarkan barang-barang itu atas nama pemesan Tuan Maxim Valdemar. Barang-barang kecil yang didominasi warna merah muda cerah, mencerminkan bahwa pemiliknya nanti adalah anak perempuan yang lucu. 'Jadi ... dia memesan semua ini saat tidak bisa pergi denganku?' batin Margaret sambil mengusap boneka gajah berwarna merah muda yang kini ia bawa. Di samping Margaret, Pelayan Letiti tampak begitu gemas dengan banyaknya perabotan-perabotan bayi yang menggemaskan ini. "Ya ampun, Nona ... bajunya sangat lucu sekali. Nona kecil pasti akan sangat cantik memakai baju ini," seru Pelayan Letiti bersama dua pelayan di sampingnya. Margaret tersenyum manis. "Iya, Bi. Warna merah muda pasti cocok untuknya nanti. Apalagi ... dia anak perempuan, pasti menggemaskan." "Ngomong-ngomong, Nona memberi nama siapa untuk Nona kecil nant
"Tuan, Anda harus kembali ke Fratz malam ini juga. Besok pagi polisi akan mendatangi kediaman Brian dan melakukan penyergapan. Malam ini semua berita sudah menyebar luaskan kasus pembunuhan yang dilakukan oleh Brian sepuluh tahun lalu, sesuai yang Tuan rencanakan." Kalix berdiri di hadapan meja kerja Maxim. Laki-laki itu baru saja datang, di malam-malam buta pikul tiga dini hari. Maxim menatapnya tajam dan lekat. "Jadi... berita itu sudah disebar luaskan di media?" "Sudah, Tuan. Saya mendapatkan laporan langsung dari gedung tempat berita itu dimuat dan diunggah," jelas Kalix. Belum satu detik Kalix menghentikan ucapannya, ponsel milik Maxim sudah berdenting beberapa kali. Maxim melirik ajudannya itu, dan ia kini percaya. Berita itu benar-benar telah tersebar luas. Maxim meraih ponselnya dan ia membaca semua isi berita yang kini muncul di semua media. Semua sesuai dengan yang ia rencanakan. Tertulis jelas detail kronologi pembunuhan Julian Linton dan Dahlia Linton yang dilakuka
Malam ini terasa berbeda dari malam-malam kemarin saat ini kesepian. Kini, Maxim ada bersamanya dan menemaninya makan malam bersama. Meskipun ini semua hanya untuk sementara waktu saja sebelum laki-laki itu kembali pergi entah besok ataupun lusa. "Makan yang banyak, Sayang," ujar laki-laki itu menatapnya. "Heem," gumam lirih Margaret menjawabnya. Gadis itu memperhatikan Maxim yang menikmati menu makan malamnya dengan nikmat. "Maxim," panggil Margaret pelan. Laki-laki itu menatapnya dan mengangkat kedua alisnya tanpa membuka suara. Margaret terdiam sejenak. "Emmm ... berapa hari kau akan tinggal?" tanya gadis itu. "Kapan kau akan kembali ke Fratz?" "Entahlah," jawab Maxim pelan. "Mungkin, bisa sampai beberapa hari." "Benarkah?" Margaret tersenyum mendengarnya. Laki-laki itu terkekeh. "Iya, Sayang." "Aku ingin mengajakmu pergi membeli beberapa kebutuhan bayi kita. Dua bulan lagi, dia akan segera lahir. Jadi ... aku ingin membeli baju-baju bayi, kaos kaki, bedak dan yang lain-l







