LOGINPagi ini Maxim menemui dokter. Setelah dua hari Margaret dilarikan ke rumah sakit, Maxim ingin memantau bagaimana perkembangan kondisi Margaret. Meskipun banyak hal yang harus segera ia selesaikan, tetapi Maxim tidak ingin mengecualikan Margaret sebentar saja. Apalagi, setelah gadis itu mengungkapkan padanya, kalau dia mencintainya. Maxim semakin tidak ingin membuat Margaret kecewa meskipun dalam hal kecil sekalipun. "Bagaimana perkembangan kondisi kesehatan Margaret, dokter?" tanya Maxim pada laki-laki berjas putih di hadapannya kini. "Kondisi Nyonya sudah sedikit lebih baik, Tuan. Namun, kami juga masih perlu mengawasi untuk beberapa hari ke depan," jelas dokter. "Luka-luka lebam di wajah dan tubuhnya juga sudah berkurang. Tetapi masih ada pemeriksaan lagi terkait luka pukulan di bagian kepala Nyonya yang sebelah kiri. Kami takutkan pukulan itu bisa menimbulkan efek yang serius." Maxim mengembuskan napasnya pelan. Namun penuh kekhawatiran. "Baiklah kalau begitu, dok," jawab M
Tak cukup dengan melemparkan semua pakaian dan barang-barang Camila di luar. Maxim berteriak memanggil penjaga dan ia meminta orang-orangnya untuk mengusir Camila di tengah malam buta. Begitu Camila pergi, semua orang mengira Maxim akan diam dan tenang. Tetapi mereka salah, Maxim mengamuk, ia membanting semua barang-barang di ruang keluarga. "Aaarrgghhh...! Brengsek!" teriak laki-laki itu, satu tangannya menyapu meja hingga semua barang-barangnya berserakan di atas lantai. "Di mana Brian?" tanya Maxim tanpa menoleh pada dua pelayan di belakangnya. "Tuan Brian dan Nyonya Arzura sedang ada di rumah sakit, Tuan. Kabarnya, Tuan David masuk rumah sakit," jawab Kepala Pelayan Sondia. Maxim mendengus, ia menyugar rambut hitamnya dengan tangan kanannya. Laki-laki itu tahu kalau David berada di rumah sakit pusat, dan berbeda tempat dengan tempat Margaret dirawat saat ini. Tanpa banyak bicara, Maxim langsung melenggang pergi begitu saat setelah membuat isi rumah kacau hancur berantakan.
Setelah Margaret beristirahat, Maxim pun memutuskan untuk pergi. Maxim meminta Logan menjaga Margaret di dalam kamar inapnya, dan melarangnya beranjak barang sebentar saja. Sementara Maxim kini pergi seorang diri. Ia tahu dari Kalix kalau David dibawa ke rumah sakit lain oleh orang tuanya. Maxim akan menemuinya nanti, ia akan pulang ke rumahnya dan mencari orang yang memulai api semua ini. Mobil hitam Maxim membelah jalanan kota Fratz yang sunyi malam ini. Satu jam lebih perjalanan, ia baru tiba di rumah. Maxim keluar dari dalam mobilnya dan kepulangannya saat ini disambut oleh kepala pelayan rumahnya yang sudah beberapa hari tidak melihatnya. "Selamat datang, Tuan besar," sapa wanita tua berkacamata itu, pandangannya tampak gugup dan takut. Maxim menatapnya dingin penuh emosi yang terlihat jelas dari caranya memandang. "Di mana Camila?" tanyanya. Nada suara Maxim menggeram dengan rahang mengeras. Kepala Pelayan Sondia pun mundur perlahan dan tangannya yang gemetar menunjuk ke
Satu jam lamanya Maxim menunggu dokter memeriksa Margaret. Maxim tidak bisa tenang setelah melihat wajah Margaret yang babak belur berdarah-darah. Setelah ia menunggu lama, pintu ruang penanganan pun terbuka. Seorang dokter laki-laki berjalan mendekatinya, begitu juga Maxim segera menghampiri dokter itu. "Dokter, bagaimana keadaan istri saya?" tanya Maxim, ia menatap lekat laki-laki dengan jas putih itu. "Luka dan cedera di wajahnya cukup parah, Tuan. Dan sepertinya, Nyonya juga membutuhkan pertolongan seorang psikiater, karena barusan Nyonya sadar dan menangis ketakutan mencari Mama dan Papanya. Tetapi, kami sudah memberikan suntikan agar Nyonya bisa istirahat dan menenangkan diri," jelas dokter itu pada Maxim. Laki-laki dengan jas hitam itu mengembuskan napasnya berat dan tatapannya sayu penuh rasa prihatin. "Dalam kondisinya yang seperti ini, jiwanya yang terguncang, bisa membahayakan janinnya. Tapi saya masih bersyukur, karena Tuhan masih melindungi janin Nyonya meskipun k
Margaret menangis menyandarkan kepalanya di pundak ajudan Maxim. Gadis itu menangis meraung memeluknya. Kalix merangkulnya dan memeluk gadis itu. Ia merasakan tubuh Margaret gemetar hebat sebelum tiba-tiba saja gadis itu lemas dan ambruk dalam pelukannya. Kalix memejamkan kedua matanya. "Tuan Maxim ... dia pasti akan murka kalau tahu ini." Saat itu juga, Kalix langsung mengangkat tubuh Margaret dan membawanya pergi dari sana. Kalix menghubungi anak buahnya untuk mengurus sisanya. Sepanjang jalan menuju rumah sakit, Kalix mencoba menghubungi Maxim yang saat ini sudah berada dalam perjalanan pulang ke Fratz. "Halo, Tuan Maxim ... Tuan, sudah sampai di mana?" tanya Kalix pada Maxim di balik panggilan itu. "Aku sudah hampir sampai di Fratz," jawab Maxim di balik panggilan itu. "Bagaimana dengan Margaret? Aku tidak bisa menghubunginya!" "Tuan, saat ini saya membawa Nona Margaret ke rumah sakit ibu kota. Kondisinya sangat parah, Tuan harus melihat sendiri." Kalix tidak mau me
David tercengang saat mendengar pengakuan Margaret tentang siapa dirinya yang sebenarnya. Laki-laki itu sampai membeku di tempat sebelum Margaret tertawa di hadapannya dengan kedua mata membola. "Kenapa? Kau kaget, huh?" Margaret menantangnya. "Kau ... adalah pecundang, Dav. Anak seorang pembunuh" Wajah David memucat. Jelas ia tahu riwayat Papanya yang pernah membunuh Julian Linton dan Dahlia Linton, tetapi David sungguh tidak menduga apakah Marieana benar-benar Margaret Linton?! Margaret hendak menepis tangan David, tetapi dalam hitungan detik cengkeraman tangannya laki-laki itu semakin erat di rambutnya dan menjambaknya kuat hingga Margaret mendongak dengan mata terpejam. "Kau ... jangan mengada-ada, Marieana. Apa buktinya, kalau kau adalah Margaret Linton?" desis David. "Jawab!" teriak laki-laki itu. Napas Margaret tersengal. Ia menahan tangan David dan menatapnya penuh kebencian. Ekor mata birunya melirik tajam laki-laki itu. "Aku tidak perlu menunjukkan bukti apapun







