Home / Romansa / Seumur Hidup Terlalu Lama / 11. Rahasia Masa Lalu.

Share

11. Rahasia Masa Lalu.

Author: Suzy Wiryanty
last update Last Updated: 2025-08-14 14:16:41

Mobil berhenti di halaman rumah dengan bunyi decit ringan. Pagar sudah dibuka oleh Pak Umar yang dengan sigap menyambut. Rumah dua lantai milik keluarga Arya berdiri megah, tapi bagi Uma, rumah itu terasa seperti tembok-tembok dingin yang membuatnya merasa terpenjara.

Arya turun lebih dulu tanpa berkata apa-apa, diikuti oleh Bu Mirna yang langsung mengeluh, "Panas sekali siang ini. Mbok, ambilkan saya air dingin," seru Arya pada Mbok Jum yang berdiri di depan pintu.

"Sebentar, Bu," jawab Mbok Jum sambil bergegas ke dapur.

Uma turun sambil menggendong Vivi yang baru saja terbangun dan mulai mengucek matanya. Di tangan satunya, Uma menenteng kotak gaun dari butik tadi. Ia berjalan pelan masuk ke dalam rumah, berharap tidak ada komentar sinis dari Bu Mirna lagi. Tapi harapan hanyalah harapan.

Baru dua langkah masuk ke dalam, Bu Mirna langsung melirik tajam.

"Dasar tidak tahu malu. Mau saja kamu dibelikan gaun dari orang yang tidak dikenal. Tidak punya harga diri."

Uma terdiam. Wajahnya panas, tapi ia menahan diri.

Arya ikut bicara, "Uma, lain kali kamu tidak usah ikut lagi ke tempat-tempat prestisius seperti tadi. Bikin malu saja."

"Saya juga tidak mau pergi kok, Mas. Kan saya cuma diajak." Tidak tahan terus dihina, Uma pun menyahut.

"Kamu aku ajak karena Vivi. Aku akan membuatkan Vivi gaun dan Arya jas yang senada. Kalau tidak, aku juga malas mengajakmu," ketus Bu Mirna.

"Tapi aku jadi tidak mood karena kelakuan tidak tahu malumu. Nanti saja kita pergi lagi setelah Vivi pulang, ya, Arya. Biar kita seragam semua di nikahannya Thania." Bu Mirna langsung ke dapur setelah menumpahkan unek-uneknya. Begitu juga Arya, ia langsung ngeloyor ke dapur juga.

Uma dengan cepat berjalan menuju kamar. Ia butuh ruang untuk bernapas. Berdekatan dengan Arya dan Bu Mirna sungguh menguras emosinya.

Begitu pintu kamar ditutup, Uma merebahkan Vivi ke tempat tidur. Setelahnya, ia duduk di tepi ranjang sambil menatap kotak ungu muda di pangkuannya. Ia membukanya perlahan, dan menyentuh kain silk putih dengan ujung-ujung jarinya. Lembut. Hangat.

Gaun ini bukan sekadar baju indah. Ini adalah lambang bahwa seseorang-bahkan orang asing-menganggap dirinya pantas dihargai. Tidak seperti suami dan mertuanya!

Vivi menggeliat dan melenguh kecil. Uma menepuk-nepuknya perlahan agar Vivi kembali tidur. "Tidur yang nyenyak ya, Sayang. Doakan Ibu berhasil agar kita bisa keluar dari sangkar emas ini." Uma mencium kening Vivi lembut, lalu masuk ke kamar mandi. Tubuhnya terasa lengket karena belum mandi sedari siang. Samar-samar ia mendengar suara mobil meninggalkan rumah. Arya telah pergi. Syukurlah, dengan begitu ia bisa kembali beraktivitas di dapur belakang.

Setengah jam kemudian ia sudah selesai mandi. Saat mengisi perut di ruang makan, Tini memberi info kalau Arya dan Bu Mirna pergi ke rumah Aryani. sepertinya Aryani berdiskusi dengan Haris-suaminya. Uma mengangguk kecil. Itu artinya ia bisa melanjutkan pekerjaannya di dapur sabun. Pada Tini ia berpesan agar Tini menemani Vivi di kamar. Sebentar lagi, ia pasti bangun.

Uma lanjut ke dapur dan memeriksa sebagian sabun-sabun yang mulai berlaku. Ia lalu menyiapkan label sederhana dan memeriksa stok bahan. Ia menghela nafas panjang saat melihat stok yang semakin menipis, sementara ia sudah tidak punya dana untuk membeli bahan lagi. Ia kemudian duduk di meja kerja dengan kalkulator tua dan buku catatan kecil, menghitung-hitung pengeluarannya dengan pikiran ruwet.

Saat larut dengan beban, ponselnya bergetar. Uma melirik sekilas. Arumi yang meneleponnya. Uma meletakkan bolpen dan menjawab panggilan Arumi.

"Halo, Ma. Kamu ngapain lagi? Aku ganggu nggak?"

"Nggak kok, Rum. Santai saja. Aku sedang memeriksa stok bahan untuk membuat sabun." Uma menjawab panggilan sambil memijat-mijat pelipisnya.

"Heh, sabun? Kamu jualan sabun seperti dulu?"

"Iya. Aku ingin belajar mandiri. Kamu mau beli nggak?" Uma menawarkan dagangannya pada Arumi.

"Mau dong! Dari dulu aku suka sabun-sabunmu. Eh, aku boleh ikut menanam saham nggak? Aku juga kepingin belajar berbisnis kecil-kecilan."

Pucuk dicinta, ulam pun tiba.

"Boleh banget dong, Rum! Sejujurnya, aku memang sedang mencari investor. Modalku terbatas." Uma rasanya langsung ingin bersujud syukur. Ternyata Allah menjawab doa-doanya melalui sosok Arumi. Alhamdulillah.

"Bagus dong kalau begitu. Kita bisa saling bekerjasama. Nanti aku juga akan mempromosikan sabun-sabun kita ke kampusku," seru Arumi semangat.

“Iya, dengan begitu sabun-sabun buatan kita akan lebih dikenal oleh banyak orang ya?” Semangat Arumi menulari Uma.

"Pinter." Di seberang sana Arumi terkekeh. Ia gembira karena akan mempunyai aktivitas baru yang berguna sekaligus bisa menghasilkan uang.

"Tapi, Rum..." Uma menghentikan kalimatnya. Ada hal yang mengganjal jantung.

“Tapi apa lagi, Bu?” terdengar suara decakan lidah di ujung telepon.

"Aku takut Genta nanti salah paham. Nanti dikiranya aku memanfaatkan kamu lagi."

“Kamu ini ya, selalu berpikiran negatif pada Mas Genta,” gerutu Arumi. "Asal kamu tahu ya, Mas Genta itu bukan orang yang seperti yang kamu pikirkan. Mulutnya memang nyebelin. Kalau ngomong langsung to the point. Tapi hatinya baik-baik saja sebenarnya."

Uma setuju. Ia masih ingat betul pertemuan terakhirnya dengan Genta di toko bahan kimia dua bulan lalu. tatapan tajamnya, sindiran yang dilontarkan tanpa tedeng aling-aling. Ia tidak melihat kebaikan dalam sikapnya.

"Rum..." Uma berkata pelan. "Sewaktu kami bertemu di toko kimia dua bulan lalu-sebelum kamu mendekat, Mas Genta itu nyindir-nyindir aku terus lho."

Di seberang sana, Arumi terdiam sesaat. Menimbang-nimbang sesuatu sebelum memutuskan untuk memberitahu Uma. Lalu ia berkata, "Gini ya, Ma. Sebenarnya aku nggak mau menceritakan ini. Karena ini adalah rahasia Mas Genta. Tapi karena kamu tuh terlalu overthinking, aku bilang saja deh."

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   80. Bertemu Rival.

    Taksi online berhenti di depan gedung kantor Daniel. Pintu mobil terbuka, Uma keluar dengan mata sembab dan wajah kusut. Sepanjang perjalanan tadi, ia tak henti-hentinya menangis, dadanya sesak oleh bayangan buruk yang menghantui pikirannya.Begitu masuk ke dalam kantor, Genta yang sudah menunggunya langsung menyambut. Ia kaget melihat kondisi Uma yang kacau balau.“Uma…” Genta segera meraih bahunya, menuntunnya masuk, “ada apa? Tenang dulu. Tarik napas pelan-pelan.”Namun Uma justru semakin terisak. Suaranya parau, terputus-putus di antara tangisnya.“Mas Genta, Arya sekeluarga pindah tiba-tiba … aku… aku dengar dari tetangga… Vivi sering kasar sama Adek. Dia bilang anak tiri itu beban. Bagaimana kalau lama-lama dia kehabisan sabar? Bagaimana kalau dia menyiksa Adek?”Uma langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya bergetar hebat, histeris membayangkan hal-hal terburuk.“Sekarang ini banyak berita anak-anak meninggal di tangan ibu tiri mereka, Mas. Aku takut… aku

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   79. Menghilang!

    Sudah dua belas kali Uma mencoba menghubungi Arya. Namun ponselnya selalu dalam keadaan tidak aktif. Hari ini adalah jadwalnya mengunjungi Adek. Seperti biasa, ia akan menelepon Arya dua jam sebelumnya untuk memastikan kalau Adek sudah pulang les dan ada di rumah.Namun kali ini berbeda. Nomor Arya tak kunjung bisa dihubungi. Padahal dua hari lalu masih aktif. Uma menggigit bibirnya, rasa cemas mulai merayapi dada. Ia mencoba cara lain—menghubungi Pak Alwi, supir yang dulu sering memberinya kabar soal Adek. Tapi segera ia tersadar, itu mustahil. Sebulan lalu Pak Alwi sudah diberhentikan keluarga Tjokro dengan alasan perusahaan bangkrut dan tidak mampu lagi membayar gajinya.Uma menarik napas panjang, lalu menekan nomor Bu Mirna. Biasanya, meski ketus, mantan mertuanya itu tetap menjawab telepon. Namun kali ini, sama saja—ponselnya tidak aktif.Perasaan Uma semakin tidak enak. Opsi terakhir: Aryani dan Andika. Ia berharap besar pada adik ipar dan suaminya itu. Tapi hasilnya tetap nihi

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   78. Cinta Sejati.

    Uma mengangkat wajah perlahan.“Aku bilang kalau aku tidak punya hubungan khusus denganmu. Memang begitu kenyataannya bukan?" Uma balik bertanya.Sunyi sejenak. Hanya suara napas keduanya yang terdengar. Air muka Genta tampak gusar.“Lantas Ibu bilang apa lagi?” tanya Genta penasaran. Ia mengabaikan pertanyaan Uma.Uma menghela napas panjang. Pertanyaan inilah yang paling ia takutkan. Ya sudahlah. Terlanjur basah, ia akan mandi sekalian.“Beliau bilang kalau kamu… menyukaiku. Bahwa kamu sering datang ke sidang diam-diam, selalu mendukungku dari belakang. Beliau juga bilang… akhirnya beliau jadi tahu alasan kamu menolak perjodohan dengan Puri. Semua itu karena aku."Uma menarik napas pendek, buru-buru menambahkan dengan panik,“Tapi aku tahu itu semua tidak benar. Itu hanya perasaan ibumu saja!”Hening.Genta terdiam cukup lama. Tatapannya kosong menembus lantai, rahangnya mengeras. Uma menahan napas. Genta pasti marah.Lalu, dengan suara berat dan tegas, Genta berkata,“Itu semua… ben

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   77. Pengakuan.

    Genta segera mendorong pintu hingga tertutup rapat, lalu menarik Uma masuk ke dalam butik. Tatap matanya tajam, penuh tanda tanya."Ibu barusan bicara apa sama kamu?" tanyanya tajam.Uma membisu. Hatinya diliputi dilema. Seperti ucapannya pada Bu Ermi tadi-ia tidak bisa mengkhianati Genta. Tapi sebaliknya, ia juga tidak bisa mengkhianati Bu Ermi.Genta memandangi Uma lama, lalu helaan napasnya terdengar berat. Ia tahu kalau Uma adalah tipe orang yang tidak bisa berkhianat. Ia akhirnya mengubah pertanyaan."Apakah Ibu sering menemuimu?"Uma menelan ludah, lalu menjawab jujur, "Tidak sering... tapi pernah."Genta terdiam. Ia menunduk sejenak, seolah menimbang sesuatu, lalu mengangkat wajahnya kembali."Kalau begitu... bolehkah aku berbincang sebentar denganmu?"Uma menarik napas dalam, memindai arlojinya sekilas."Boleh. Tapi hanya sebentar ya, Mas. Sudah malam."Genta mengangguk setuju."Nanti aku akan mengantarmu, kalau kamu mau.""Tidak usah repot-repot, Mas," potong Uma cepat, suara

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   76. Kejutan Tak Terduga.

    "Apa isinya, Bu?" tukas Uma ragu."Coba kamu buka saja dulu," ucap Bu Ermi pelan.Uma menatap amplop itu, sedikit ragu. Namun akhirnya ia menarik napas dan membukanya. Dari dalam, ia mengeluarkan beberapa lembar foto yang dicetak cukup besar.Begitu melihat isi foto-foto itu, jantung Uma seolah berhenti berdetak. Ada dirinya bersama Genta dalam berbagai acara Karang Taruna-tersenyum bersama menatap kamera, berdiri berdampingan. Foto-foto itu jelas diambil diam-diam, dari sudut jauh, tapi semuanya tampak jelas. Bu Ermi ke sini ingin mengonfrontasinya rupanya, bukan ingin membuat gaun, batin Uma.Uma tercekat. Jemarinya sedikit bergetar saat memasukkan lembaran-lembaran foto itu ke dalam amplop.Bu Ermi menyilangkan tangan di dada, suaranya lembut namun tajam menusuk."Selama ini kamu selalu bilang kalau kamu tidak pernah punya hubungan khusus dengan Genta. Lalu ini apa? Kamu tega membohongi kami semua, padahal kamu tahu kalau kami kelimpungan mencarinya," tukas Bu Ermi dengan wajah sen

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   75. Gaya Umaira.

    Perhelatan akbar Jakarta Fashion Rising Designer sukses besar. Begitu juga dengan koleksi pakaian muslimah modern karya Uma. Gaya Umaira banyak dipuji karena mampu menggabungkan pakaian tertutup namun tetap fashionable. Apalagi harganya masih terjangkau. Nama Uma mulai diperhitungkan dalam kancah fashion; bahkan para sponsor berdatangan mengajaknya bekerja sama dengan brand-brand yang mereka usung.Gunawan menasihati Uma untuk menerima kerja sama para sponsor dan melepaskan diri dari nama Swan Butik. Uma harus membangun brand-nya sendiri. Dan sekarang adalah saat yang paling tepat-ketika namanya sedang berada di atas angin.Gunawan juga berpesan agar Uma memilih bentuk kerja sama berupa dana tunai, bukan produk atau layanan. Biasanya sponsor ditawarkan dalam empat tipe: dana tunai, pemberian produk atau layanan, promosi, hingga kemitraan inovatif. Dengan memilih dana tunai, Uma bisa berinovasi dengan leluasa tanpa harus terpaku pada salah satu produk tertentu.Akhirnya, Uma menjatuhka

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status