Beranda / Romansa / Seumur Hidup Terlalu Lama / 12. Perasaan Hati Genta.

Share

12. Perasaan Hati Genta.

Penulis: Suzy Wiryanty
last update Terakhir Diperbarui: 2025-08-14 14:17:29

Uma mengernyitkan dahi. "Apa itu, Rum?" tanya Uma penasaran. Pegangannya pada ponsel menguat.

"Mas Genta dulu tuh pernah naksir kamu, tahu."

Jantung Uma nyaris copot.

"Hah?! Masa sih? Kamu bercanda?"

"Kok bercanda sih? Aku serius! Dulu setiap kali kamu ke rumahku, Mas Genta suka salting sendiri. Makanya aku jadi tahu kalau dia tuh suka banget sama kamu."

Uma masih tak bisa percaya. Ia mencoba mengingat-ingat sikap Genta padanya di waktu lalu. Namun ia tidak menemukan momen yang ia sadari sebagai bentuk perhatian lebih dari Genta. Ia malah lebih mengingat Genta sebagai sosok yang kaku dan nyaris tidak pernah mengobrol dengannya secara langsung.

"Tapi... dia nggak pernah nunjukin, Rum. Genta nggak pernah mengajakku mengobrol lebih dari sekadar basa-basi."

"Itu karena kamunya nggak peka!" decak Arumi di ujung telepon.

"Lagian kamu tuh dulu tiap hari ngomongnya ingin fokus melanjutkan pendidikan setinggi-tingginya demi mengangkat derajat keluarga. Makanya Mas Genta jadi tidak berani mendekat." Suara Arumi di seberang mengecil, diiringi suara langkah kaki. Sepertinya Arumi pindah lokasi berbicara.

"Mas Genta bilang ia menghormati cita-cita muliamu. Makanya ia tidak mau mengganggu konsentrasimu dengan ajakan pacaran. Dia memilih diam dan menahan perasaannya. Katanya lagi, kalau cita-citamu sudah tercapai, barulah dia akan bicara. Tapi kamunya malah tiba-tiba menikah dengan Arya. Makanya Mas Genta tidak sempat menyatakan perasaannya padamu."

"Aku sama sekali tidak tahu soal itu, Rum," ucap Uma jujur.

"Ya sudahlah, mungkin kalian memang tidak jodoh. Lagian Genta juga mau dijodohkan dengan Mbak Puri-anak kenalan Mama. Katanya sih minggu depan mulai dikenalin. Dan kalau cocok, akan langsung disuruh menikah. Usia keduanya sudah 31 tahun."

Uma menghela napas lega. "Syukurlah... berarti Genta nantinya bakalan sibuk dan tidak sempat mengurusi bisnis kita, ya?"

"Betul sekali. Lagi pula Mas Genta itu baik kok. Ia selalu mendukung siapa pun untuk hal-hal yang positif. Kamu jangan suka berasumsi sendiri. Kita fokus saja mengurus bisnis sabun kita ini."

Uma tersenyum, matanya mulai berkaca-kaca. "Terima kasih, Rum. Bener-bener... aku ngerasa banget Allah jawab doaku lewat kamu."

Arumi tertawa lembut di ujung telepon. "Jangan bilang begitu, ah. Yuk, kita mulai memikirkan branding sabun kita. Nama, packaging, media sosial... semua harus kita atur. Biar makin kece!"

Uma mengangguk penuh semangat meski Arumi tak bisa melihatnya. "Siap, Bos!"

***

Uma terbangun oleh rasa haus yang menggelitik tenggorokan. Ia mengusap wajahnya, lalu menoleh ke sisi ranjang. Vivi sedang tidur nyenyak. Ia menoleh ke sisi lainnya-tempat biasa Arya tidur.

Kosong.

Uma menguap lebar sambil memindai jam dinding-pukul satu dini hari. Itu artinya Arya belum pulang ke rumah, setelah sore tadi ia pergi bersama ibunya ke rumah Aryani, adik iparnya.

Dengan langkah pelan, Uma keluar dari kamar menuju dapur, berharap seteguk air bisa meredakan rasa dahaganya. Tapi belum sempat ia mencapai dapur, langkahnya terhenti.

Ada suara.

Pelan. Lirih. Tapi jelas.

Suara Arya, yang sepertinya sedang mengobrol di telepon.

"Sabar dong, Sayang. Aku masih mencari cara untuk menceraikannya..."

Uma membeku.

Napasnya tertahan. Ia mendekat setengah langkah, berlindung di balik bayangan tembok dekat koridor yang menghubungkan ruang tengah dan dapur. Detak jantungnya makin cepat.

"...tapi nggak bisa tiba-tiba juga. Harus ada sebab yang logis. Kalau tidak, aku bisa kehilangan warisan dari Ayah."

Suara Arya terdengar tenang, lembut, dan membujuk-nada yang tak pernah Uma dengar ditujukan padanya sejak mereka bertemu hingga saat ini.

"Karena isi wasiat Ayah, aku harus menikahi Uma dan mempunyai keturunan darinya. Aku hanya bisa bercerai apabila Uma melakukan sesuatu hal yang buruk atau di luar batas kewajaran. Jadi kalau aku menceraikannya sekarang, aku bisa saja kehilangan warisan."

Uma menggigit bibir. Mulutnya kering. Tangannya gemetar.

Warisan? Ini rupanya alasan Arya dan Bu Mirna dulu bersedia mengikuti perjodohan yang diatur oleh Pak Darmuji-ayah Arya dan ayahnya.

Tak ada suara selama beberapa detik. Arya tampaknya sedang mendengarkan perempuan di seberang sana.

Lalu suara itu terdengar lagi. Lebih tenang, tapi menusuk.

"Iya, sabar. Aku yakin bisa memanipulasi Uma. Dia masih muda dan naif. Makanya aku dulu memilih dia daripada kedua kakaknya yang serakah dan licik."

Arya terkekeh kecil.

"Kamu cuma perlu nunggu sebentar lagi. Oke, Sayang?"

Dada Uma serasa pecah.

Kata-kata itu menghunjam keras, mengoyak harga dirinya.

Ini alasan sebenarnya.

Ini motif di balik masalah perjodohan tiga tahun lalu.

Licik.

Pilu, marah, dan kecewa bercampur jadi satu. Tapi Uma tahu, menangis saat ini tak akan membawa keuntungan apa-apa.

Ia mundur perlahan, berusaha tak mengeluarkan suara. Begitu masuk ke dalam kamar, Uma menutup pintu dengan hati-hati. Ia duduk di pinggir ranjang, menatap ke luar jendela yang gelap.

Lalu ia berbisik lirih,

"Aku tidak akan membuat rencana-rencana kalian mudah ke depannya," desisnya geram.

"Kalau kalian bisa merencanakan semuanya dari awal, aku juga bisa merencanakan akhir dari permainan ini."

Tekadnya tegas. Ia akan berjuang hingga akhir.

Namun bukan karena cinta. Tapi karena ia ingin membuat Arya membayar semua rencana-rencana liciknya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   80. Bertemu Rival.

    Taksi online berhenti di depan gedung kantor Daniel. Pintu mobil terbuka, Uma keluar dengan mata sembab dan wajah kusut. Sepanjang perjalanan tadi, ia tak henti-hentinya menangis, dadanya sesak oleh bayangan buruk yang menghantui pikirannya.Begitu masuk ke dalam kantor, Genta yang sudah menunggunya langsung menyambut. Ia kaget melihat kondisi Uma yang kacau balau.“Uma…” Genta segera meraih bahunya, menuntunnya masuk, “ada apa? Tenang dulu. Tarik napas pelan-pelan.”Namun Uma justru semakin terisak. Suaranya parau, terputus-putus di antara tangisnya.“Mas Genta, Arya sekeluarga pindah tiba-tiba … aku… aku dengar dari tetangga… Vivi sering kasar sama Adek. Dia bilang anak tiri itu beban. Bagaimana kalau lama-lama dia kehabisan sabar? Bagaimana kalau dia menyiksa Adek?”Uma langsung menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Tubuhnya bergetar hebat, histeris membayangkan hal-hal terburuk.“Sekarang ini banyak berita anak-anak meninggal di tangan ibu tiri mereka, Mas. Aku takut… aku

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   79. Menghilang!

    Sudah dua belas kali Uma mencoba menghubungi Arya. Namun ponselnya selalu dalam keadaan tidak aktif. Hari ini adalah jadwalnya mengunjungi Adek. Seperti biasa, ia akan menelepon Arya dua jam sebelumnya untuk memastikan kalau Adek sudah pulang les dan ada di rumah.Namun kali ini berbeda. Nomor Arya tak kunjung bisa dihubungi. Padahal dua hari lalu masih aktif. Uma menggigit bibirnya, rasa cemas mulai merayapi dada. Ia mencoba cara lain—menghubungi Pak Alwi, supir yang dulu sering memberinya kabar soal Adek. Tapi segera ia tersadar, itu mustahil. Sebulan lalu Pak Alwi sudah diberhentikan keluarga Tjokro dengan alasan perusahaan bangkrut dan tidak mampu lagi membayar gajinya.Uma menarik napas panjang, lalu menekan nomor Bu Mirna. Biasanya, meski ketus, mantan mertuanya itu tetap menjawab telepon. Namun kali ini, sama saja—ponselnya tidak aktif.Perasaan Uma semakin tidak enak. Opsi terakhir: Aryani dan Andika. Ia berharap besar pada adik ipar dan suaminya itu. Tapi hasilnya tetap nihi

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   78. Cinta Sejati.

    Uma mengangkat wajah perlahan.“Aku bilang kalau aku tidak punya hubungan khusus denganmu. Memang begitu kenyataannya bukan?" Uma balik bertanya.Sunyi sejenak. Hanya suara napas keduanya yang terdengar. Air muka Genta tampak gusar.“Lantas Ibu bilang apa lagi?” tanya Genta penasaran. Ia mengabaikan pertanyaan Uma.Uma menghela napas panjang. Pertanyaan inilah yang paling ia takutkan. Ya sudahlah. Terlanjur basah, ia akan mandi sekalian.“Beliau bilang kalau kamu… menyukaiku. Bahwa kamu sering datang ke sidang diam-diam, selalu mendukungku dari belakang. Beliau juga bilang… akhirnya beliau jadi tahu alasan kamu menolak perjodohan dengan Puri. Semua itu karena aku."Uma menarik napas pendek, buru-buru menambahkan dengan panik,“Tapi aku tahu itu semua tidak benar. Itu hanya perasaan ibumu saja!”Hening.Genta terdiam cukup lama. Tatapannya kosong menembus lantai, rahangnya mengeras. Uma menahan napas. Genta pasti marah.Lalu, dengan suara berat dan tegas, Genta berkata,“Itu semua… ben

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   77. Pengakuan.

    Genta segera mendorong pintu hingga tertutup rapat, lalu menarik Uma masuk ke dalam butik. Tatap matanya tajam, penuh tanda tanya."Ibu barusan bicara apa sama kamu?" tanyanya tajam.Uma membisu. Hatinya diliputi dilema. Seperti ucapannya pada Bu Ermi tadi-ia tidak bisa mengkhianati Genta. Tapi sebaliknya, ia juga tidak bisa mengkhianati Bu Ermi.Genta memandangi Uma lama, lalu helaan napasnya terdengar berat. Ia tahu kalau Uma adalah tipe orang yang tidak bisa berkhianat. Ia akhirnya mengubah pertanyaan."Apakah Ibu sering menemuimu?"Uma menelan ludah, lalu menjawab jujur, "Tidak sering... tapi pernah."Genta terdiam. Ia menunduk sejenak, seolah menimbang sesuatu, lalu mengangkat wajahnya kembali."Kalau begitu... bolehkah aku berbincang sebentar denganmu?"Uma menarik napas dalam, memindai arlojinya sekilas."Boleh. Tapi hanya sebentar ya, Mas. Sudah malam."Genta mengangguk setuju."Nanti aku akan mengantarmu, kalau kamu mau.""Tidak usah repot-repot, Mas," potong Uma cepat, suara

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   76. Kejutan Tak Terduga.

    "Apa isinya, Bu?" tukas Uma ragu."Coba kamu buka saja dulu," ucap Bu Ermi pelan.Uma menatap amplop itu, sedikit ragu. Namun akhirnya ia menarik napas dan membukanya. Dari dalam, ia mengeluarkan beberapa lembar foto yang dicetak cukup besar.Begitu melihat isi foto-foto itu, jantung Uma seolah berhenti berdetak. Ada dirinya bersama Genta dalam berbagai acara Karang Taruna-tersenyum bersama menatap kamera, berdiri berdampingan. Foto-foto itu jelas diambil diam-diam, dari sudut jauh, tapi semuanya tampak jelas. Bu Ermi ke sini ingin mengonfrontasinya rupanya, bukan ingin membuat gaun, batin Uma.Uma tercekat. Jemarinya sedikit bergetar saat memasukkan lembaran-lembaran foto itu ke dalam amplop.Bu Ermi menyilangkan tangan di dada, suaranya lembut namun tajam menusuk."Selama ini kamu selalu bilang kalau kamu tidak pernah punya hubungan khusus dengan Genta. Lalu ini apa? Kamu tega membohongi kami semua, padahal kamu tahu kalau kami kelimpungan mencarinya," tukas Bu Ermi dengan wajah sen

  • Seumur Hidup Terlalu Lama   75. Gaya Umaira.

    Perhelatan akbar Jakarta Fashion Rising Designer sukses besar. Begitu juga dengan koleksi pakaian muslimah modern karya Uma. Gaya Umaira banyak dipuji karena mampu menggabungkan pakaian tertutup namun tetap fashionable. Apalagi harganya masih terjangkau. Nama Uma mulai diperhitungkan dalam kancah fashion; bahkan para sponsor berdatangan mengajaknya bekerja sama dengan brand-brand yang mereka usung.Gunawan menasihati Uma untuk menerima kerja sama para sponsor dan melepaskan diri dari nama Swan Butik. Uma harus membangun brand-nya sendiri. Dan sekarang adalah saat yang paling tepat-ketika namanya sedang berada di atas angin.Gunawan juga berpesan agar Uma memilih bentuk kerja sama berupa dana tunai, bukan produk atau layanan. Biasanya sponsor ditawarkan dalam empat tipe: dana tunai, pemberian produk atau layanan, promosi, hingga kemitraan inovatif. Dengan memilih dana tunai, Uma bisa berinovasi dengan leluasa tanpa harus terpaku pada salah satu produk tertentu.Akhirnya, Uma menjatuhka

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status