Share

Bab 03 - Kangen

Penulis: Olivia Yoyet
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-27 15:17:31

03

Gegap gempita suasana dekat panggung peragaan busana, malam itu terdengar hingga ke luar ruangan. Penonton membludak, karena masing-masing peserta membawa tim pendukung yang banyak. 

Para fotografer dan kameramen bergerak cepat mengabadikan suasana. Panitia penyelenggara hilir mudik sembari sekali-sekali berhenti untuk menonton para peragawan dan peragawati, yang tengah berlenggak-lenggok di catwalk. 

Setelah semua pakaian dipamerkan, pemandu acara memanggil semua perancang busana, untuk menaiki pentas, dengan didampingi 2 model masing-masing. 

Dahayu berdiri berderet dengan kedelapan rekan sesama desainer sambil memegangi buket bunga. Mereka berulang kali merunduk untuk memberi penghormatan pada penonton yang masih bertepuk tangan. Meskipun lelah, tetapi kesembilan perancang busana tersebut merasa senang dan lega karena acara itu sukses serta berjalan lancar. 

Masing-masing wakil dari butik peserta memberikan buket bunga pada desainer masing-masing. Demikian pula dengan beberapa perancang senior kenamaan Indonesia. 

Dahayu tertegun ketika salah satu perancang terkenal mendatanginya dan memberikan pita biru yang disematkan di dekat dada kanan. Dahayu mengulaskan senyuman lebar, karena itu merupakan tanda bila hasil karyanya disukai sang senior. 

Dahayu menyalami perempuan tua berkonde dengan takzim. Mereka berpelukan sebentar, sebelum sang senior memundurkan badan sambil memberikan ucapan selamat buat perempuan bermata besar, yang membalas dengan berterima kasih berulang kali. 

Sekian menit berlalu, Dahayu tengah mengobrol dengan Westi, sahabat sekaligus asistennya, ketika ponselnya bergetar. Dahayu meraih benda itu dari tas kecil dan mengecek nama pemanggil,  sebelum menekan tanda hijau, lalu menempelkan ponsel ke telinga kanan. 

"Assalamualaikum," sapa Dahayu. 

"Waalaikumsalam. Acaranya udah selesai?" tanya orang di seberang telepon. 

"Sudah, baru aja." 

"Good, aku tunggu di tempat parkir. Mobil putih butut." 

Telepon diputus secara sepihak oleh orang tersebut. Dahayu mengulum senyum dan menggeleng perlahan, kemudian memasukkan ponsel kembali ke tas dan memberi kode pada Westi yang langsung mengangguk paham. 

Kedua perempuan berbeda tampilan berpamitan pada rekan-rekan mereka. Keduanya melangkah bersisian menuju pintu sambil bergandengan tangan. 

"Kayaknya Mas Imran mau pedekate ke kamu, Yu," tukas Westi, sahabat Dahayu, sesaat setelah mereka berada di koridor. 

"Enggaklah, dia tahu aku udah nyaman sendiri," jawab Dahayu sembari mengusap dahi dengan tisu. 

"Feelingku nggak pernah salah. Dari zaman Mas Zay, Mas Elang, dan sekarang dia." 

"Kamu itu kayak Maya dan Rini, sibuk ngejodohin aku, padahal aku nggak kepikiran buat nikah lagi." 

"Jangan gitu, Yu, kamu masih muda, baru tiga puluh tiga tahun. Jalanmu masih panjang." 

"Wes, stop, deh. Biarin aku kayak gini, dan tetap doakan yang terbaik buatku. Kalau di depan sana ternyata aku memang masih punya jodoh, doakan juga biar semuanya dilancarkan." 

"Dari dulu doaku juga cuma itu. Tapi sekarang ditambah dengan semoga saat ada yang serius melamar, kamunya nggak kabur lagi kayak dulu." 

"Duh, diingetin lagi." 

"Habisnya kesel, Mas Elang itu kurang apa coba? Wajah manis, badan tinggi walaupun agak gemuk sedikit. Dia juga baik, Ayah penyayang.  Pokoknya high quality duda, susah tau nyari yang model gitu." 

"Ya, udah, kamu aja yang ngedeketin dia." 

"Terus Mas Hendra di ke manain?" 

"Entah." 

Westi merengut, sementara Dahayu mengulaskan senyuman lebar. Langkah mereka terhenti ketika tiba di tempat parkir dan seorang pria melambai dari bagian tengah. 

"Nggak ada yang ketinggalan, kan?" tanya Imran, teman kuliah Westi dan Dahayu. 

"Ada, hatinya Dahayu," jawab Westi yang seketika dicubit orang yang dimaksud, sementara Imran tersenyum lebar. 

"Yok, kita berangkat. Yang lainnya sudah nunggu." Imran membukakan pintu bagian depan, Dahayu beradu pandang dengan Westi sekilas sebelum merunduk dan memasuki kendaraan. Sementara Westi menempati kursi tengah. 

Tak berselang lama HRV putih sudah meluncur di jalan raya. Menembus kepadatan yang sudah lumrah di Ibu Kota yang tidak pernah tidur. Obrolan ringan dilakukan ketiga orang tersebut hingga Imran menghentikan mobilnya di tempat parkir, di depan sebuah restoran milik Ivana, di kawasan Tebet.

"Nia masih di kantor nggak, ya?" tanya Dahayu sesaat setelah keluar dari kendaraan. Nia adalah manajer restoran itu.

"Kayaknya udah pulang, ini udah lewat jam 8," sahut Westi sembari merapikan gaun abu-abu yang dikenakan. "Aduh, perutku makin buncit," keluhnya. 

"Namanya juga ada bayi, Wes. Pasti begitu," sela Imran. "Dahayu juga pasti gitu kalau hamil," sambungnya tanpa menyadari bila wajah Dahayu dan Westi langsung berubah. "Yuk, masuk," ajaknya sembari melangkah terlebih dahulu memasuki tempat tersebut. 

"Sabar, Yu," bisik Westi sambil mengusap punggung sahabatnya.

Dahayu memaksakan senyuman, kemudian mengangguk. "Enggak apa-apa, dia, kan, nggak tau kondisiku. Dan nggak perlu tau juga karena dia cuma teman." 

Westi hendak menjawab, tetapi tangannya sudah ditarik Dahayu dan akhirnya terpaksa melangkah untuk mengikuti perempuan berjilbab tersebut. Kehadiran mereka disambut pelukan hangat dari teman-teman perempuan, sementara para lelaki hanya menyalami sambil tersenyum.

Sementara itu di tempat berbeda, Arya menggendong Alfian yang sejak tadi merengek tanpa diketahui sebabnya. Bayi yang baru berusia hampir 4 minggu, menolak untuk menyusu. 

Alfian juga tidak mau dipindahkan ke kedua neneknya ataupun pada pengasuh. Arya sudah lelah sekaligus mengantuk karena belakangan hari jam istirahatnya kacau dan tidak pernah bisa tidur nyenyak. 

Tiba-tiba rengekan Alfian berhenti ketika suara Dahayu terdengar dari video yang tengah diputar Aldi di tablet milik papanya. Arya terdiam, begitu juga dengan Jamilah dan Aminah. Ketiga orang tersebut saling beradu pandang, sebelum tangisan Alfian kembali terdengar saat suara Dahayu menghilang. 

"Diputar lagi, Kak," pinta Jamilah yang langsung dikerjakan Aldi, dan rengekan Alfian langsung berhenti. "Kayaknya dia kangen sama Ayu, telepon, gih, Mas," pintanya pada sang putra. 

"Ehm, takutnya ganggu, Bu," jawab Arya sambil memelankan suara karena takut putranya kembali menangis. 

"Dicoba dulu, sekalian direkam, kali Alfi bisa tenang dengar suara Ayu." 

Arya menghela napas, kemudian mengerjakan permintaan ibunya. Detik demi detik menunggu panggilan diangkat membuatnya gundah, tetapi rasa itu langsung menghilang setelah mendengar suara sapaan salam Dahayu. 

"Yu, maaf ganggu, tapi Alfi nangis terus," terang Arya. 

"Kenapa? Lagi sakit?" tanya Dahayu. 

"Enggak, sih, cuma ... dia kayaknya kangen sama kamu. Nangisnya berhenti setelah mendengar suaramu dari video yang lagi diputar Aldi." 

Di seberang telepon, Dahayu terkesiap, kemudian berdiri dan jalan menjauh dari meja yang dipenuhi teman-temannya. Dia berhenti di luar ruang VIP dan memikirkan sesuatu sebelum berkata, "Aku rekam video, ya, Mas. Nanti putarin terus biar Alfi dengar." 

"Ya. Makasih sebelumnya. Dan ... sorry, aku ngerepotin terus," ungkap Arya. 

"Enggak apa-apa. Aku juga lagi nyantai." 

"Hmm, sekali lagi, makasih." 

"Kembali kasih." 

Telepon diputus Dahayu, kemudian dia merapikan penampilan sebelum membuat video dan mengucapkan kata-kata lembut buat Alfian. Terakhir dia bersalawat, hal yang selalu dilakukannya kala ikut mengasuh bayi tersebut selama satu minggu di rumah Arya.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Seuntai Janji    Bab 64

    64*Grup EMERALD*Jauhari : Selamat datang, Semua komisaris. Beni : Salam hangat dari London. Faruq : Perkenalkan, saya, Faruq. Manajer marketing EMERALD. Naveen : Dan saya, Naveen. Manajer umum. Bryan : Aku, komisaris juga, ya? Jauhari : Iya, @Pak Bryan. Bryan : Lupa aku. Pokoknya nyetor aja duit ke Varo. Terserah dia mau beliin saham perusahaan mana. Fritz : Boleh beli saham Hayaka Grup, @Mas Bryan. Hadrian : Kebetulan aku lagi butuh dana segar buat proyek Yunani. Tolong tambahkan, @Mas Bryan. Chyou Jaden Cheung : Mau beli saham CJC atau Cheung Grup, aku akan sangat senang sekali. To Mu Zheung : Borong saham Zheung Grup, dijamin sukses nambah saldo rekening. Bryan : Aku mau beli saham perusahaan baru saja. Yang lama, dimohon menyingkir. Hendri : Padahal aku baru mau ngajukan proposal proyek di Kanada. Mungkin Mas @Bryan mau join. Bryan : Proyek mana, @Hendri? Hendri : Kemaren baru dirembukkan sama @Mas Benigno. Benigno : Di Ontario. Tapi aku belum deal sama pemerintah

  • Seuntai Janji    Bab 63

    63Ruang pertemuan di hotel Janitra, Minggu siang itu tampak ramai. Para tamu undangan berulang kali tertawa akibat drama yang ditampilkan para bos PG. Telah menjadi peraturan tidak tertulis. Jika yang menikah adalah anggota PC, maka tim PG dan PBK yang menjadi pengisi acara. Begitu juga sebaliknya. Akan tetapi, karena saat resepsi di Yogyakarta minggu lalu tidak banyak bos PG yang hadir, akhirnya tim 7 PC dan tim PBK yang mengisi acara pertunjukannya. Dahayu mengusap sudut matanya, ketika menyaksikan tingkah para komedian yang tengah berlakon sebagai tokoh wayang. Kisah perang Bharatayuda yang seharusnya menegangkan, berubah menjadi drama lucu. "Kakanda Yudhistira, biarkan aku yang maju untuk memenggal kepala Duryodana!" seru Hadrian yang berperan sebagai Arjuna. "Kemarin saja kamu kalah adu layangan dengan dia. Jangan sok-sokan mau membunuhnya," ledek Dante yang berlakon sebagai Nakula. "Kakanda Nakula benar," imbuh Calvin yang menjadi Sadewa. "Sesama saudara, jangan saling m

  • Seuntai Janji    Bab 62

    62Setelah 2 hari menginap di rumah Dartomo, Dahayu mengajak suami dan anak-anaknya menginap di rumah Bagja. Kedatangan mereka disambut kedua orang tua Dahayu dengan sangat hangat. Bahkan Bagja dan Jamilah memaksa agar Aldi, Aldo serta Alfian tidur di kamar utama. Selama 2 hari di rumah mertuanya, Arya banyak berdiskusi dengan Bagja. Pria tua berkumis memberikan wejangan tentang bisnis dan tips menjalani kehidupan. Tibalah hari kepindahan keluarga Arya ke Jakarta. Kedua orang tuanya dan keluarga Dahayu turut berangkat ke Jakarta, untuk mengantarkan keluarga baru tersebut. Sesampainya di bandara Cengkareng, Arya terkejut saat didatangi petugas bandara, yang menyampaikan pesan dari Alvaro. Seusai memastikan semua barang tersusun rapi di troli, Arya mendorong kereta Alfian yang tengah terlelap sejak masih dalam pesawat. Arya bergegas ke pintu keluar terminal kedatangan penerbangan domestik. Dia celingukan, sebelum mendatangi beberapa orang berseragam safari hitam, yang telah menung

  • Seuntai Janji    Bab 61

    61Jeritan para bocah mengagetkan Arya pagi itu. Dia belum sempat mengubah posisi badan, ketika Aldi dan Aldo melompat ke kasur. Alfian berusaha memanjat tempat tidur, sebelum akhirnya diangkat Arya dan didudukkan di dekat kedua kakaknya. Arya meringis kala ketiganya meloncat-loncat, kemudian dia meminta para bocah untuk berhenti melakukan itu dan duduk bersila di dekatnya. Dahayu muncul sambil mendorong troli penuh makanan. Dia berhenti di dekat meja, lalu memanggil ketiga anak sambungnya yang segera mendatangi sang ibu. Dahayu meminra ketiga lelaki kecil untuk duduk di sofa. Kemudian dia membagikan potongan kue pada mereka. Dahayu berdiri dan beralih membuat minuman untuk dirinya serta Arya. Pria berkumis tipis bangkit dari kasur. Alih-alih menuju kamar mandi, Arya justru bergabung dengan anak-anaknya, sambil memerhatikan Dahayu yang rambutnya masih lembap. Arya mengulum senyuman. Malam pertama mereka berlangsung penuh kehangatan. Sama-sama lama sendirian, menjadikan Dahayu dan

  • Seuntai Janji    Bab 60

    60 Malam itu, Arya mengecek kondisi ketiga putranya di family room lantai tiga. Sisi kanan lantai itu menjadi area khusus keluarga Arya dan Dahayu. Sementara sisi kiri ditempati para bos PG dan PC serta petinggi PBK. Semua pengawal muda dan tim butik ditempatkan di lantai 4. Sedangkan Zayan dan keluarganya menginap di lantai 5 yang sisi kirinya merupakan tempat khusus keluarga Hatim, bila tengah berkunjung ke Yogyakarta. Setelah memastikan Aldi, Aldo dan Alfian terlelap, Arya berpamitan pada Wahyuni, Intan dan Resna yang turut menemani ketiga bocah tersebut. Tidak berselang lama, Arya sudah berada di koridor panjang yang dalam kondisi lengang. Dia memasuki lift untuk menuju kamar pengantin di lantai 7, yang merupakan area tertinggi di gedung itu. Zayan sengaja menempatkan Arya dan Dahayu di president suite yang baru dibangun 6 bulan silam. Selain supaya pasangan pengantin memiliki privasi, Zayan ingin menunaikan janjinya pada Dahayu, yakni melaksanakan pernikahan mantan istrinya

  • Seuntai Janji    Bab 59

    59 "Silakan dimulai, Engkoh Wew Wiw Ya, Abang Z, dan Kang H," tukas Fikri yang bertugas sebagai MC, bersama Khairani. "Pasukan owe belum semuanya datang," jawab Wirya dengan dialek khas orang Chinese. "Dipanggil aja, Koh," usul Khairani. "Biaya memanggilnya itu mahal," cetus Wirya. "Enggak apa-apa. Nanti tagihannya dibebankan ke PBK," papar Fikri. "Jangan cari masalah. Dirutnya garang," seloroh Zein. "Bukan garang lagi, tapi bengis bin sadis," imbuh Hendri. "Pokoknya jangan disenggol. Tanduknya akan muncul di kepala." "Taringnya pun keluar. Panjangnya 50cm." "Kalau lagi kumat sisi buruknya, musuh akan dikunyah." "Enggak dimasak dulu?" "Sudah dipanggang pakai jurus 3." "Stop!" sela Wirya. "Ngomongin dia itu nggak akan ada habisnya. Apalagi dia adalah anak kesayangan Emak OY yang pasti muncul di semua buku baru," lanjutnya. "Tidak terbantahkan emang," timpal Zein. "Apalah kita, nih. Hanya jadi pendukung yang jarang muncul," keluh Hendri. "Akang masih mending. Buku hororn

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status