Share

Part 2

Author: Ummi Salmiah
last update Last Updated: 2023-05-09 02:41:26

"Itu selingkuhanmu, Nadhine? Ternyata omongan mama benar jika kamu punya selingkuh!" Aku masih diam, percuma menjelaskan apa-apa.

 

"Kenapa diam? Jawab! Delapan tahun kamu menghilang tanpa kabar, kenapa tidak sekalian kamu hilang. Kamu kira mudah melupakanmu, hilang dan pergi sesukamu!" ada air yang keluar dari bola matanya, kenapa dia marah dan menangis? Bukannya disini aku yang menjadi korban?

 

"Han, ayo kita kembali ke ruangan," ajakku pada Reyhan yang ikut diam melihat Andra melabrakku.

 

Reyhan hanya ikut, sementara Andra tidak terima aku cuekin dia langsung mencegat kami berdua.

 

"Kenapa pergi? Apa begini caramu membuat hati orang terluka?" apa Andra selama ini terluka? Entahlah, bingung dengan semua ini.

 

"Kamu siapa?" Andra menunjuk Reyhan.

 

"Kamu sebaiknya jangan mendekati dia, dia sangat gampang membuat orang sakit hati."  Semua orang mulai mendekat, karena Andra tidak bisa mengendalikan diri.

 

Reyhan terlihat emosi melihat Andra yang melabrak kami berdua, semua orang mendekati kami karena penasaran. Entah mengapa bibir ini terasa kelu, ini diluar dugaan bagiku yang belum siap untuk bertemu Andra setelah sekian lama. 

 

"Tidak perlu anda mengajari saya, Dok. Ajari dirimu dan keluargamu untuk menghargai Nadhine. Jika dia mau, 8 tahun ini dia menerimaku, tapi dia sulit untuk menerima laki-laki manapun karena trauma denganmu dokter Andra yang terhormat!" kali ini Andra diam, jujur sebenarnya sakit hati melihat dia lagi. Reflek tangan Reyhan kupegang supaya tidak tersulut emosi, bagiku Andra adalah masa laluku.

 

Tiba-tiba kepala bedah rumah sakit keluar, mendekati Andra. Bergegas kutarik Reyhan agar menjauh dari Andra, delapan tahun lalu sudah kukubur segala rasa yang ada dengan Andra beserta keluarganya.

 

"Selamat datang dokter Andra," sapa kepala bedah rumah sakit, apa? Jadi dia akan kerja disini. Aku dan Reyhan meninggalkan Andra yang belum bergeming untuk melihat kebersamaan kami.

 

"Kenapa hanya diam, Nadhine?" tanya Reyhan.

 

"Han, kita kembali ke ruangan, ya."

 

"Kenapa kamu tidak membela diri, Nad? Selama ini kamu sudah sabar menjalani segala hinaan keluarganya? Jika aku jadi kamu mungkin sudah kutampar dia!"

 

"Sudah, Han. Kamu tidak bisa berdamai dengan masa depan, jika masa lalu masih menghantuimu, aku sudah berdamai dengan masa laluku, Han!"

 

"Justru kamu belum berdamai dengan masa lalumu hingga belum membuka diri dengan laki-laki manapun, Nad!"

 

"Seiring berjalan waktu, Han. Semuanya akan kembali normal, saat ini belum ada yang tepat saja. Untuk membuktikan kepada dunia kita harus buktikan dengan prestasi yang kita miliki bukan terpuruk dengan keadaan yang ada, Han."

 

"Kamu memang luar biasa, Nadhine!" Reyhan dari dulu sangat peduli denganku kami sudah seperti saudara dalam suka dan duka.

 

"Hooh, biasa di luar gentayangan, lebih baik pak dokter siapkan mental karena sebentar lagi menikah dengan dokter Vivi." 

 

"Asyiiap, Nad! Yang itu tak perlu diragukan, pastikan kamu baik-baik saja, temukan orang yang pas biar tidak jadi buah pikiran abang jadi-jadianmu ini."

 

"Hahaha ... siap abang jadi-jadian!"

 

Kami berpisah ke ruangan masing-masing meski hatiku galau melihat Andra yang tiba-tiba hadir diantara kami.

 

***

 

Di dalam ruangan kusibukkan diriku sebisa mungkin, jika Andra kembali dipastikan babak baru masalahku kembali lagi. Rasanya ingin menghilang lagi, sungguh berat hanya melihat dia disini. Rasanya air mata ini tidak bisa dibendung mengingat penolakan keluarganya terhadapku.

 

"Nadhine, kenapa nangis?" Reyhan tiba-tiba hadir bersama Vivi tunangannya.

 

"Kak Vivi ...." aku memanggilnya kak vivi karena aku dan dia beda bulan di tahun kelahiran kami. Vivi lebih 2 bulan lahir denganku.

 

"Nad, kenapa nangis?"

 

"Gak, cuma lagi baper, calon pengantin kok tiba-tiba hadir?" 

 

"Iya, kebetulan ada acara di dekat puncak dan Reyhan sudah menceritakan semua kejadian yang menimpamu." Vivi memelukku, entah mengapa sesedih ini. Ini sungguh berat bagiku!

 

"Jika tidak kuat pindah rumah sakit saja, Nad, sama aku saja bagaimana?" tanya kak Vivi.

 

"Gak kak, insya Allah kuat." Kak Vivi memang orang yang sangat peduli denganku sama dengan Reyhan. Mereka memang pasangan yang paling serasi. Hanya mereka yang peduli denganku dari dulu sampai saat ini.

 

Saat ini harus kuat menghadapi kenyataan.

 

 

 

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fransisko Vitalis
setelah 8 thn ketemu lagi denagn dr andra,stelah dipisahkan oleh keluarga dr anfra
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Sewindu Setelah Berpisah   Sewindu Merindu (Ekstra Part)

    Masuk trimester ketiga kondisi Nadhine semakin berbeda. Bukan hanya kaki, tapi tangan dan wajahnya juga bengkak. Hari ini dia memintaku untuk mengajaknya ke pantai. Pantai dekat kampung halamannya. "Sayang, jika aku tiada nanti. Berjanjilah untuk selalu bahagia." Ucapan itu mungkin sudah sekian ratus kali Nadhine ucapkan ketika bersamaku. Di bibir pantai aku duduk dengannya. Kami bernostalgia tentang cinta kami dan kenangan di kedokteran. Sesekali dia tertawa, tapi justru aku yang terluka. Aku seperti bersama dengan orang yang akan pergi jauh. Pergi selama-lamanya. "Han, wasiat dokter Andra lebih baik dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Rumahnya kembalikan saja ke adik-adiknya yang lebih berhak. Kudengar mereka ngontrak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau uangnya mungkin bisa dibuatkan sebuah yayasan penderita jantung. Agar kebaikannya mengalir terus menerus." Aku hanya mengangguk, meski setiap kata yang terucap dari Nadhine membuatku hancur.***Aku bahkan tak tenang kerja

  • Sewindu Setelah Berpisah   Sewindu Setelah Berpisah (TAMAT)

    ***Menjelang melahirkan bahkan aku tak bisa tidur malam lagi. Kaki yang bengkak ini membuatku sulit untuk berjalan. Badanku mulai terasa berat, nafasku bahkan sudah tak beraturan. Namun, aku sadar diri sebisa mungkin tak ingin membuat Reyhan panik. Aku sudah berusaha seperti wanita hamil lainnya banyak gerak menjelang melahirkan."Sayang diam saja, jangan terlalu banyak gerak.""Harus banyak gerak sayang, biar dedek sehat dan bunda kuat." Reyhan hanya tersenyum. Namun, kutahu dia lebih panik dariku menjelang persalinan"Sehat-sehat ya, dedek dan bunda." Dia memegang dan mencium perutku."Sayang kenapa tidak kerja?" tanyaku heran melihatnya belum siap 

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 93

    Hari semakin hari kehamilanku terasa berat. Aku sudah resign dari rumah sakit. Mudah lelah dan sering sesak nafas membuatku tidak nyaman. Namun, tak menyurutkanku untuk menghadirkan buah hati ini. Jika waktuku tiba ada anak yang menjadi penyemangat Reyhan nanti. Kujalani semua ini dengan ikhlas dan berharap semua kebaikan bertumpu kepada kami.Reyhan terus memenuhi segala keinginanku. Aku bukannya tak mau dia merasakan apa yang kurasakan, tapi setiap melihatku Reyhan selalu menangis, entah apa yang ditakutkannya. Bahkan Reyhan tidak akan tidur jika aku belum tidur aku dibuat seperti bayi. Dijaga dan dirawat sebaik mungkin padahal aku tahu dia sangat capek bekerja dari pagi."Apanya yang sakit?""Gak ada, sayang. Bunda sama calon dedek sehat." Aku berusaha untuk selalu tersenyum, tapi guratan kesedihan dalam diri Reyhan tak bisa disembunyikan. Bahkan aku tak mengeluh sedikit pun di depannya. Ini kare

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 92

    Satu tahun kemudian ....Entah mengapa hari ini badanku terasa lemas sekali, ingin rebahan saja. Ada rasa mual yang mendera. Apa aku magh? Setiap makanan yang masuk langsung aku muntahin."Sayang kenapa pucat?" tanya Reyhan yang panik baru pulang kerja. Aku hari ini tidak masuk kerja, biasanya kami selalu pulang bersamaan, Reyhan takut jika aku pulang sendiri."Iya, sayang, pusing.""Ayo tidur dulu." Aku menggeleng, tidur pun tak enak soalnya."Kenapa?""Capek tidur, rasanya mual." Aku berlari ke kamar mandi untuk muntah-muntah lagi.Oek ... oek ...oek Ya Allah capek sekali rasanya muntah-muntah terus dari pagi. Reyhan terlihat panik, karena dari pagi memang aku hanya lemas saja tidak sampai muntah-muntah."Sayang ....""Kenapa sayang?"Semua pelayan terlihat panik melihatku yang muntah-muntah. Bagaimana tidak? Aku pucat dari pagi tidak ada makanan yang bisa masuk, mual dan muntah menjadi satu."Sayang mau makan apa?" tanya Reyhan."Pengen mangga muda, sayang. Dari pagi mangga muda it

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 91

    "Lagi buka apa, sayang?" Reyhan tiba-tiba masuk menanyakan amplop yang akan kubuka."Ini, sayang. Bukannya ini punyaku?" tanyaku yang penasaran."Iya, sayang itu punyamu." Reyhan nampak tenang, tidak ada gelagat yang mencurigakan. Aku membuka isi amplop itu, tapi semua hasil normal tak ada yang harus kukhawatirkan. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk hamil."Han ....""Iya, sayang, kenapa?""Aku khawatir rahimku bermasalah?" Reyhan mengenggam tanganku, dia duduk dibawah renjang sementara posisiku di atas ranjang. Dalam kelembutan dia menatapku seperti merasakan kegalauan yang kualami."Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Kita harus berprasangka baik agar semua yang kita harapkan berakhir baik. Abang bersyukur masih bisa melihatmu dan berada didekatmu, sayang." Aku seperti merasakan kode bahwa sebenarnya akan sulit bagi kami memiliki anak."Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Han.""Melihat senyummu saja sudah anugerah yang luar biasa bagiku, sayang. Tidak mudah bagi kit

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 90

    Tak terasa sudah sampai di rumah, mami sudah siap salat magrib. Sementara Rachel belum pulang dari rumah sakit, pasti sangat macet di jalan. "Alhamdulillah kalian sudah sampai," ucap mami. "Mana Rachel, Mi? Apa dia balik lagi ke rumah sakit setelah makan siang tadi?" tanya Reyhan yang belum melihat adik manisnya. "Belum pulang, paling macet di jalan. Iya tadi adikmu balik, dia menggerutu tidak kuat jadi direktur di rumah sakit." Aku hanya senyum-senyum mendengar mami cerita. "Bawa apa, Nak?" tanya mami yang melihatku membawa amplop besar. Reyhan menjelaskan ke mami, hasil pertemuanku dengan Jihan dan Laras. "Ujian dan musibah terkadang membuat orang semakin dewasa, ya, Rey." Ayah ikut bergabung bersama kami. "Kalian mandi, ya, udah mau magrib," ucap mami. Kami mengangguk dan bersiap ke kamar, suara deru mobil Rachel memasuki halaman rumah. Dia pasti belum tahu akan dipinang oleh dok

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status