Share

Sewindu Setelah Berpisah
Sewindu Setelah Berpisah
Penulis: Ummi Salmiah

Part 1

Penulis: Ummi Salmiah
last update Terakhir Diperbarui: 2023-05-09 02:38:17

"Perhatian-perhatian satu  Bis kecelakaan menuju rumah sakit, semua dokter, bersiaplah!" begitu pesan pengeras suara membuat kami berlari menuju depan pintu UGD, tidak bisa dibayangkan bagaimana sibuknya kami jika mendapat panggilan darurat seperti ini.

 

"Ambulan menuju rumah sakit, korban kecelakaan 25 orang, dimohon semua dokter segera menuju UGD." 

 

Kawasan rumah sakit yang tidak jauh dari puncak membuat kami harus siaga jika ada kecelakaan seperti ini.

 

"Dokter Nadhine, pasien sudah sampai!" salah satu perawat mendatangiku, hari ini hari yang harus siap kondisi lahir dan bathin. Menjadi dokter adalah kebanggaanku.

 

Namaku Nadhine Azzahra dokter spesialis bedah umum, ini tahun kedua berada di rumah sakit ini. 

 

"Yang patah tulang 2 orang, Dok, satu ada cedera yang butuh operasi dari dokter Nadhine."

 

"Dokter yang menangani sudah siap?" 

 

"Siap, Dok."

 

"Baik."

 

Setelah mengecek kondisi ternyata ada 3 orang yang harus dioperasi, Bis yang jatuh membuat kondisi pasien banyak yang luka parah.

 

"Ruang operasi sudah siap?"

 

"Siap, Dok." 

 

Berkejaran dengan waktu untungnya hari ini personil lengkap, jadi tidak perlu antri untuk operasi. Ketegangan demi ketegangan di sini menjadi hal biasa bagiku dan dokter yang lain.  Setelah semua bisa dikendalikan langsung menuju ruang operasi, kami membagi diri di tiga ruang karena kondisi pasien memang sangat parah.

 

"Cek kondisi pasien." 

 

"Normal, Dok."

 

"Oke, kita akhiri operasi hari ini. Terima kasih semuanya."

 

"Terima kasih juga bantuannya, Dok."

 

Aku keluar dari ruangan, selesai operasi ketegangan otot jangan ditanya. Menunduk dan konsentrasi membuat leher ini rasanya nano-nano. Seperti biasa, setelah operasi minum segelas latte paling pas.

 

"Bu Dokter capek sekali." Seperti biasa Reyhan yang selalu menyapaku setiap selesai operasi.

 

"Capek, beut. Syukurnya semua bisa terkondisikan."

 

"Baru selesai operasi juga, Dok?" Tanyaku pada Reyhan yang spesialis syaraf.

 

"Iya, baru selesai."

 

Aku dan Reyhan sahabat sejak lama, banyak yang bilang kami cocok, tapi mereka tidak tahu jika aku adalah seorang janda. Delapan tahun yang lalu aku menikah dengan seorang dokter spesialis bedah. Namun, keluarganya tidak setuju, membuangku dan menelantarkanku di jalanan. Alasannya sungguh tidak masuk akal karena aku bukan dari keluarga yang kaya raya.

 

Aku akui kelabilanku saat itu membuatku jatuh hati pada dokter senior, sebagai mahasiswa kedokteran yang mengandalkan beasiswa harusnya fokus menggapai cita-cita. Bukan langsung menerima pinangan dokter yang saat itu banyak penggemarnya. Setelah mendapat gelar S.Ked dia melamarku, awalnya semua baik-baik saja. Orang tuanya setuju, entah mengapa umur pernikahan kami hanya sebulan dan lucunya ibunya memberiku pesangon yang tidak sedikit setelah membuangku dijalanan. Tidak boleh ada pembelaan yang mereka dengar, yang mereka mau aku hilang dan pergi jauh dari anaknya. Hingga aku bisa berdiri seperti ini karena bantuan Reyhan yang baik hatinya.

 

"Kenapa melamun, manis." Hampir nih kopi tumpah, Reyhan memang orang yang paling iseng.

 

"Kagak."

 

"Belum bisa move on lagi!"

 

"Idiih, kagak!"

 

"Lancar operasinya?"

 

"Lancar, tiada hari tanpa operasi ni rumah sakit."

 

"Hooh, kenapa kita terdampar disini, Han?"

 

"Ini 'kan rekomendasi dari kampus, bawel."

 

"Pantes, gaji sih gede, tapi ampun badan remuk, Han."

 

"Mungkin nyonya bawel butuh refreshing." Aku hanya mengangguk sepertinya butuh banget.

 

"Kemana, Han."

 

"Ke hatimu saja, Nadhine."

 

"Reyhaaan ...." begitulah kami hanya bisa kumpul ketika jam istirahat setelah itu kembali ke tempat masing-masing.

 

"Oh, jadi ini selingkuhanmu sampai meninggalkanku begitu saja." Jantungku berdegup kencang, wajah blasteran itu setelah sekian lama datang menghampiriku. Terbaca jelas di papan namanya 'dr. Andra Wijaya' Orang yang 8 tahun yang lalu pernah mengisi hatiku.

 

Bersambung

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Sewindu Setelah Berpisah   Sewindu Merindu (Ekstra Part)

    Masuk trimester ketiga kondisi Nadhine semakin berbeda. Bukan hanya kaki, tapi tangan dan wajahnya juga bengkak. Hari ini dia memintaku untuk mengajaknya ke pantai. Pantai dekat kampung halamannya. "Sayang, jika aku tiada nanti. Berjanjilah untuk selalu bahagia." Ucapan itu mungkin sudah sekian ratus kali Nadhine ucapkan ketika bersamaku. Di bibir pantai aku duduk dengannya. Kami bernostalgia tentang cinta kami dan kenangan di kedokteran. Sesekali dia tertawa, tapi justru aku yang terluka. Aku seperti bersama dengan orang yang akan pergi jauh. Pergi selama-lamanya. "Han, wasiat dokter Andra lebih baik dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Rumahnya kembalikan saja ke adik-adiknya yang lebih berhak. Kudengar mereka ngontrak dari satu tempat ke tempat yang lain. Kalau uangnya mungkin bisa dibuatkan sebuah yayasan penderita jantung. Agar kebaikannya mengalir terus menerus." Aku hanya mengangguk, meski setiap kata yang terucap dari Nadhine membuatku hancur.***Aku bahkan tak tenang kerja

  • Sewindu Setelah Berpisah   Sewindu Setelah Berpisah (TAMAT)

    ***Menjelang melahirkan bahkan aku tak bisa tidur malam lagi. Kaki yang bengkak ini membuatku sulit untuk berjalan. Badanku mulai terasa berat, nafasku bahkan sudah tak beraturan. Namun, aku sadar diri sebisa mungkin tak ingin membuat Reyhan panik. Aku sudah berusaha seperti wanita hamil lainnya banyak gerak menjelang melahirkan."Sayang diam saja, jangan terlalu banyak gerak.""Harus banyak gerak sayang, biar dedek sehat dan bunda kuat." Reyhan hanya tersenyum. Namun, kutahu dia lebih panik dariku menjelang persalinan"Sehat-sehat ya, dedek dan bunda." Dia memegang dan mencium perutku."Sayang kenapa tidak kerja?" tanyaku heran melihatnya belum siap 

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 93

    Hari semakin hari kehamilanku terasa berat. Aku sudah resign dari rumah sakit. Mudah lelah dan sering sesak nafas membuatku tidak nyaman. Namun, tak menyurutkanku untuk menghadirkan buah hati ini. Jika waktuku tiba ada anak yang menjadi penyemangat Reyhan nanti. Kujalani semua ini dengan ikhlas dan berharap semua kebaikan bertumpu kepada kami.Reyhan terus memenuhi segala keinginanku. Aku bukannya tak mau dia merasakan apa yang kurasakan, tapi setiap melihatku Reyhan selalu menangis, entah apa yang ditakutkannya. Bahkan Reyhan tidak akan tidur jika aku belum tidur aku dibuat seperti bayi. Dijaga dan dirawat sebaik mungkin padahal aku tahu dia sangat capek bekerja dari pagi."Apanya yang sakit?""Gak ada, sayang. Bunda sama calon dedek sehat." Aku berusaha untuk selalu tersenyum, tapi guratan kesedihan dalam diri Reyhan tak bisa disembunyikan. Bahkan aku tak mengeluh sedikit pun di depannya. Ini kare

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 92

    Satu tahun kemudian ....Entah mengapa hari ini badanku terasa lemas sekali, ingin rebahan saja. Ada rasa mual yang mendera. Apa aku magh? Setiap makanan yang masuk langsung aku muntahin."Sayang kenapa pucat?" tanya Reyhan yang panik baru pulang kerja. Aku hari ini tidak masuk kerja, biasanya kami selalu pulang bersamaan, Reyhan takut jika aku pulang sendiri."Iya, sayang, pusing.""Ayo tidur dulu." Aku menggeleng, tidur pun tak enak soalnya."Kenapa?""Capek tidur, rasanya mual." Aku berlari ke kamar mandi untuk muntah-muntah lagi.Oek ... oek ...oek Ya Allah capek sekali rasanya muntah-muntah terus dari pagi. Reyhan terlihat panik, karena dari pagi memang aku hanya lemas saja tidak sampai muntah-muntah."Sayang ....""Kenapa sayang?"Semua pelayan terlihat panik melihatku yang muntah-muntah. Bagaimana tidak? Aku pucat dari pagi tidak ada makanan yang bisa masuk, mual dan muntah menjadi satu."Sayang mau makan apa?" tanya Reyhan."Pengen mangga muda, sayang. Dari pagi mangga muda it

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 91

    "Lagi buka apa, sayang?" Reyhan tiba-tiba masuk menanyakan amplop yang akan kubuka."Ini, sayang. Bukannya ini punyaku?" tanyaku yang penasaran."Iya, sayang itu punyamu." Reyhan nampak tenang, tidak ada gelagat yang mencurigakan. Aku membuka isi amplop itu, tapi semua hasil normal tak ada yang harus kukhawatirkan. Itu berarti aku masih punya kesempatan untuk hamil."Han ....""Iya, sayang, kenapa?""Aku khawatir rahimku bermasalah?" Reyhan mengenggam tanganku, dia duduk dibawah renjang sementara posisiku di atas ranjang. Dalam kelembutan dia menatapku seperti merasakan kegalauan yang kualami."Allah itu mengikuti prasangka hamba-Nya. Kita harus berprasangka baik agar semua yang kita harapkan berakhir baik. Abang bersyukur masih bisa melihatmu dan berada didekatmu, sayang." Aku seperti merasakan kode bahwa sebenarnya akan sulit bagi kami memiliki anak."Aku hanya ingin membuatmu bahagia, Han.""Melihat senyummu saja sudah anugerah yang luar biasa bagiku, sayang. Tidak mudah bagi kit

  • Sewindu Setelah Berpisah   Part 90

    Tak terasa sudah sampai di rumah, mami sudah siap salat magrib. Sementara Rachel belum pulang dari rumah sakit, pasti sangat macet di jalan. "Alhamdulillah kalian sudah sampai," ucap mami. "Mana Rachel, Mi? Apa dia balik lagi ke rumah sakit setelah makan siang tadi?" tanya Reyhan yang belum melihat adik manisnya. "Belum pulang, paling macet di jalan. Iya tadi adikmu balik, dia menggerutu tidak kuat jadi direktur di rumah sakit." Aku hanya senyum-senyum mendengar mami cerita. "Bawa apa, Nak?" tanya mami yang melihatku membawa amplop besar. Reyhan menjelaskan ke mami, hasil pertemuanku dengan Jihan dan Laras. "Ujian dan musibah terkadang membuat orang semakin dewasa, ya, Rey." Ayah ikut bergabung bersama kami. "Kalian mandi, ya, udah mau magrib," ucap mami. Kami mengangguk dan bersiap ke kamar, suara deru mobil Rachel memasuki halaman rumah. Dia pasti belum tahu akan dipinang oleh dok

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status