“Omaaa …”
Gadis kecil itu, separuh berlari ketika baru keluar dari mobil. Padahal, satu lengannya masih dalam keadaan berbalut perban, karena masih dalam masa penyembuhan.
“Chandie, jangan lari.” Lee buru-buru mengejar putrinya, yang langsung merangsek masuk ke dalam pagar rumah orang tua Gemi. Ada Audi yang tengah menyiram tanaman di pekarangan rumah, hingga Chandie langsung saja menghampiri wanita yang sudah dipanggil Oma, sejak Lee menikah dengan Gemi.
Audi pun sama paniknya. Khawatir kalau gadis kecil itu tiba-tiba tersandung dan kembali jatuh. Bisa-bisa penyembuhan lengannya akan semakin lama.
“Chandie, jalan aja, pelan-pelan,” ujar Audi yang meletakkan selangnya begitu saja dan langsung menangkap cucu sambungnya. “Nanti kalau jatuh, kan, tambah sakit.”
Satu tangan Chandie langsung memeluk Audi yang kini berjongkok di depannya. Merebahkan wajah mungilnya pada ceruk leher sang Oma. “A
Gemi terduduk lemas pada sofa di ruang tamu. Baru saja, ia disibukkan dengan kegiatan melelahkan di pagi hari, yakni morning sick yang kerap dilanda ibu hamil. Gemi pernah berharap, kalau di semester kedua kehamilannya nanti, mual dan muntah yang saat ini menemaninya setiap pagi, akan segera enyah dari hidupnya.Yang Gemi tahu, dengar dan lihat sendiri dari kehamilan Gista, kakak perempuannya itu hanya mengalami morning sick di semester pertama. Memasuki semester kedua, Gista sudah tidak mengalami hal tersebut sama sekali.Jika dihitung lagi, kehamilan Gemi kini sudah mulai memasuki semester kedua. Namun, mengapa mual dan muntah itu masih saja ada sampai sekarang. Meskipun hanya terjadi di pagi hari, tapi hal tersebut sungguhlah melelahkan untuk memulai hari.Sepertinya, Gemi akan mencari asisten rumah tangga yang bisa menemaninya sehari-hari. Karena, Gemi tidak mungkin hanya tinggal sendirian, sementara kehamilannya semakin hari semakin besar. Ada pekerjaan rum
Di dalam rumah, hanya terdengar interaksi antara Gemi dan Chandie saja sedari tadi. Sedangkan Lee, benar-benar seperti tamu asing yang hanya duduk di ruang tamu. Gemi hanya menyediakan satu botol air mineral, serta dua potong cake cokelat yang sudah mengendap di lemari pendingin.Lee bisa menilai, kalau rumah yang ditempati Gemi cukup bersih. Pada dasarnya Gemi wanita yang sangat rapi dan teratur dalam segala hal. Saat masih di apartemen dulu, Lee juga bisa melihat kalau unit Gemi memang sangatlah bersih.Menurut Lee, lingkungan tempat tinggal Gemi saat ini, tidak bisa dibilang sederhana. Meskipun, belum bisa dikatakan mewah. Tapi cukup memadai, karena penjagaan pada portal terbilang diawasi dengan baik.Entah sudah berapa lama Lee hanya duduk hanya dengan mengotak atik ponselnya, ketika Chandie datang lalu duduk di pangkuannya.“Mama lagi mandi, bentar lagi mau ke kantor,” adu Chandie dengan memerosotkan kedua bahunya dan tampak sedikit kecew
Semesta seolah berpihak pada Chandie. Entah mengapa, sore itu, semua berita yang dibutuhkan telah terkumpul sempurna tanpa mengalami kekurangan sama sekali. Bahkan, stoknya pun terlihat berlebih, dengan beberapa tulisan feature yang berada di folder halaman.Gemi hanya tinggal memilih, yang mana harus diprioritaskan untuk naik cetak malam harinya. Setelah semua proses editing selesai, dan memastikan semua hal sudah berjalan di tempatnya, Gemi kemudian menelepon Chandie. Mengatakan pada gadis kecil itu, kalau Gemi sudah bisa dijemput saat ini.Sembari menunggu jemputan, Gemi kembali mengecek semua hal sekali lagi. Setelah beres, ia berpamitan kepada awak redaksi dan pergi lebih dulu.Gemi menggenggam erat tali tas laptopnya di depan paha. Menunggu lift yang sebentar lagi turun ke lantai empat. Ketika pintu itu terbuka, Gemi akhirnya bertemu dengan seseorang yang benar-benar sangat susah untuk ditemui.“Aaaakhirnya, saya bisa ketemu dengan Pak Dirut y
Seperti pagi tadi, Lee saat ini hanya menjadi obat nyamuk bagi Chandie dan Gemi. Lee jadi pusing sendiri, mengapa kedua wanita yang berbeda usia itu, selalu saja mendapatkan sesuatu untuk diperbincangkan. Dari masalah makanan, baju, sepatu, entah apa lagi yang dibicarakan keduanya, karena Lee sudah tidak sanggup lagi mendeskripsikannya satu persatu.Namun, ada sebuah kehangatan tersendiri di hati Lee melihat itu semua. Akhirnya, Lee bisa mendengar putri tercintanya itu tertawa dengan lepas. Tanpa terlihat beban sedikit pun yang menggantung di wajahnya.Ada satu hal lagi yang baru diketahui Lee, ternyata, selama hampir satu bulan Gemi berada di surabaya, wanita itu tidak pernah bepergian ke mana-mana. Dalam artian, Gemi belum pernah mengunjungi mall atau pusat perbelanjaan yang ada di Surabaya. Kesibukannya sebagai pemred Metro, membuat Gemi hanya mengetahui dan memasuki kantor atau instansi terkait untuk keperluan pekerjaan. Selebihnya, Gemi hanya berada di rumah untuk
Lee yang tengah menikmati udara pagi di balkon seketika berbalik. Tergesa masuk karena mendengar panggilan dari Chandie. Gadis kecilnya itu terlihat baru saja keluar dari kamar mandi dan masih menggunakan pakaian yang dikenakannya tadi malam.Semalaman, Lee tidak bisa tidur dengan nyenyak. Ia hanya sibuk membolak balikkan tubuhnya, dan akhirnya memutuskan untuk pindah di atas sofa. Lee khawatir, kalau pergerakannya akan membangunkan salah satu dari kedua wanita, yang tengah terlelap lelah di atas tempat tidur“Kenapa Chan?” Manik Lee memendar untuk mencari sosok Gemi, dan langsung menebak kalau wanita itu, kini tengah berada di kamar mandi.“Mama muntah,” jawab Chandie menghampiri Lee dan langsung menarik tangan sang papa agar mengikutinya ke dalam kamar mandi.Di dalam sana, sudah terlihat Gemi tengah sibuk memuntahkan seluruh isi perutnya ke dalam wastafel. Satu tangannya sibuk menyingkap surai yang tergerai panjang, hingga Lee d
Dengan berlinang air mata, Chandie tidak ingin melepaskan satu tangannya yang mengalung pada leher Gemi. Gadis kecil itu menggeleng berkali-kali, ketika Lee membujuknya untuk masuk ke dalam ruang check in counter.“Mama ikut pulang juga,” isak Chandie yang sudah sesegukan sedari tadi. “Ayo, balik ke Jakarta.”Gemi yang sedari tadi berlutut, untuk menyamakan tingginya dengan Chandie pun mendongak menatap Lee. Menatap harap agar ikut memberikan penjelasan pada Chandie, kalau Gemi tidak bisa kembali ke Jakarta. Paling tidak, bukan saat ini.“Chandie …” Lee menghela berat dan ikut berjongkok di belakang Chandie, lalu mengusap punggung putrinya itu dengan lembut. “Mama masih kerja di sini, nanti kalau sudah selesai, baru Mama bisa pulang.”“Mama kapan selesainya?” lirih Chandie merebahkan kepalanya pada lengan yang mengalung pada leher Gemi. Masih terisak pilu dengan kunciran rambut yang
“Kalau orang lain yang datang, pasti sudah aku tolak karena ini sudah jam istirahatku dan kamu nggak buat janji sebelumnya.”Pras berujar datar sembari memasuki ruang perpustakaan di kediamannya. Tidak hanya nada bicaranya yang terdengar datar, tapi wajahnya pun tidak menampilkan ekspresi apapun. Ia menjatuhkan diri dengan helaan kecil, pada arm chair yang bersebelahan sisi dengan Lee.“Tarik Gemi dari Surabaya, pindahkan dia ke Jakarta,” pinta Lee ketika Pras sudah duduk santai di kursinya. Bagaimanapun juga, negosiasinya dengan Pras malam ini harus berhasil.Lee hari ini memang terlampau sibuk, karena baru menyelesaikan semua pekerjaannya sekitar pukul tujuh malam. Setelah sampai di Jakarta siang harinya dan mengantarkan Chandie pulang ke rumah, Lee langsung pergi untuk mengurus semua pekerjaan yang tertunda.Setelah semua rampung, Lee tidak ingin menunggu waktu hingga esok hari untuk bertemu Pras, guna membicarakan perihal
“Dan tolong jelaskan kenapa saya harus pindah? Kenapa saya harus kembali ke Jakarta, sedangkan rancangan kerja yang saya buat sudah disetujui?” Gemi menahan geramannya setengah mati, ketika tengah melakukan meeting on-line bersama Pras dan Harsa. Berkali-kali ia menarik napas dan membuangnya perlahan, sembari terus mengusap perutnya yang memang tidak terlihat terlalu besar, meski sudah memasuki usia lima bulan. “Pak Pras, perjanjian kita enam bulan sampai sampai oplah Metro Surabaya naik.” Gemi kembali mengatur napasnya agar tidak terlihat emosi di depan kedua atasannya itu. “Dan ini masih dua bulan berjalan, Pak. Kalau memang Bapak nggak cocok dengan kinerja saya, harusnya tegur saya dulu. Bicarakan dulu empat mata dengan saya, apa yang harus dikoreksi dan diperbaiki. jangan main tarik seperti ini.” “Gemi … Gem, bisa saya cut sebentar,” ucap dengan mengangkat tangan kanannya. Sedangkan Pras, terlihat hanya diam saja untuk mengamati. Bersandar santai