Home / Romansa / Shadow on me / bab 22. Jejak

Share

bab 22. Jejak

Author: Dwie_ina
last update Last Updated: 2025-06-01 20:46:47

Aira mengenakan mantel hitam lusuh yang ia temukan tergantung di dekat pintu apartemen. Udara pagi masih membawa sisa hujan semalam, dingin dan lengket. Dante berdiri di sisi jendela, melihat keluar dengan sorot mata waspada.

“Dia di mana?” tanya Aira pelan sambil mengancingkan mantelnya.

“Café tua di distrik barat. Dekat dermaga.” Dante menoleh. “Dia memilih tempat terbuka. Mungkin supaya kita tak bisa menjebaknya.”

“Atau supaya dia bisa melarikan diri jika merasa terancam.”

“Persis.”

Mereka meninggalkan apartemen dengan langkah hati-hati. Setiap bayangan di trotoar, setiap pantulan di kaca toko membuat jantung Aira berdetak lebih cepat. ICARUS bisa ada di mana saja. Kamera lalu lintas, notifikasi iklan di layar toko, bahkan ponsel-ponsel warga sipil—semuanya bisa jadi mata bagi sistem.

Dante sudah menonaktifkan semua sinyal dari alat komunikasi mereka. Termasuk jam tangan pintar yang selama i
Continue to read this book for free
Scan code to download App
Locked Chapter

Latest chapter

  • Shadow on me   bab 25. pantulan yang tak pernah ilang

    Malam belum benar-benar surut saat Aira berdiri di depan monitor besar dalam ruangan bawah tanah. Gema suara-suara sistem terdengar seperti napas terakhir dari bangunan tua yang sudah lama ditinggalkan. Pipa-pipa menggantung di atas kepala mereka, dan suara tetesan air mengiringi detak jantung yang semakin tak karuan.Di layar, wajah Aira terekam secara langsung.Joel berdiri di balik konsol kendali, jari-jarinya cepat menari di atas keyboard. Dante mengawasi ruangan dari belakang, mata waspada. Sementara Lana, bersandar pada dinding, menggenggam pisau lipat kecil—satu-satunya yang membuatnya merasa masih bisa bertahan hidup.Siaran dimulai.“Namaku Aira Vex,” ucapnya dengan suara tenang tapi bergetar, “dan jika kalian melihat ini... berarti sistem telah gagal menyembunyikan kami lagi.”Ia berhenti sejenak, menatap langsung ke kamera. Tak ada naskah. Tak ada arahan. Hanya kebenaran yang menggantung di lidahnya.“Kami dulu hanyala

  • Shadow on me   bab 24. gema dari kota mati

    Sore itu, langit tampak lebih berat daripada biasanya. Awan menggumpal seperti rahasia-rahasia yang belum terucap. Kabut tipis menyelimuti jalan berkerikil menuju ke kota tua—kota yang dulu mereka tinggalkan karena bahaya, dan kini mereka masuki kembali karena pilihan.Mobil mereka bergerak lambat, sunyi. Tidak ada musik, tidak ada obrolan ringan. Hanya denting waktu dan suara ban yang menelan jarak.Dante menyetir. Matanya tertuju lurus ke depan, tapi tangannya sesekali mengetuk setir seperti menahan gelisah. Aira duduk di sampingnya, menggenggam peta lama yang sudah direvisi dengan tinta biru dan coretan tangan Joel. Di kursi belakang, Lana memeriksa senjata untuk kesekian kalinya, dan Joel memandangi layar kecil yang menampilkan sinyal dari tiga drone kecil yang dilepaskan sebelumnya.“Berapa menit lagi kita sampai di titik aman?” tanya Dante tanpa menoleh.“Kurang dari sepuluh menit,” jawab Joel. “Kalau tak ada drone patroli musuh. Tapi… aku t

  • Shadow on me   bab 23. di antara retakan kota

    Udara kota menyambut mereka dengan aroma logam dan beton tua. Langit seperti dinding kusam yang menggantung terlalu rendah, dan cahaya lampu jalan menyapu wajah mereka dalam bayangan bergerak. Aira duduk di kursi belakang mobil van yang mereka pakai, jantungnya berdetak perlahan tapi berat. Sesuatu dalam dirinya menolak untuk merasa aman. Bahkan sekarang, ketika pintu belakang dunia tampak terbuka di hadapan mereka.Dante duduk di kursi pengemudi, tangannya menggenggam setir seperti menahan seluruh beban langit. Di sebelahnya, Joel memeluk koper berisi data, seperti seorang ayah yang menolak menyerahkan anaknya. Lana diam, menatap ke luar jendela, matanya mengikuti siluet bangunan yang mereka lewati.Mereka tiba di markas bawah tanah Elias menjelang tengah malam. Sebuah ruangan tersembunyi di balik lorong parkiran tua, terlindung dari radar, kamera, dan sinyal umum. Elias menyambut mereka seperti seorang tuan rumah yang terlalu tenang untuk dunia yang sedang terbak

  • Shadow on me   bab 22. Jejak

    Aira mengenakan mantel hitam lusuh yang ia temukan tergantung di dekat pintu apartemen. Udara pagi masih membawa sisa hujan semalam, dingin dan lengket. Dante berdiri di sisi jendela, melihat keluar dengan sorot mata waspada. “Dia di mana?” tanya Aira pelan sambil mengancingkan mantelnya. “Café tua di distrik barat. Dekat dermaga.” Dante menoleh. “Dia memilih tempat terbuka. Mungkin supaya kita tak bisa menjebaknya.” “Atau supaya dia bisa melarikan diri jika merasa terancam.” “Persis.” Mereka meninggalkan apartemen dengan langkah hati-hati. Setiap bayangan di trotoar, setiap pantulan di kaca toko membuat jantung Aira berdetak lebih cepat. ICARUS bisa ada di mana saja. Kamera lalu lintas, notifikasi iklan di layar toko, bahkan ponsel-ponsel warga sipil—semuanya bisa jadi mata bagi sistem. Dante sudah menonaktifkan semua sinyal dari alat komunikasi mereka. Termasuk jam tangan pintar yang selama i

  • Shadow on me   bab 21. pecahan yg tak kembali

    Aira duduk sendirian di balkon rumah tua yang mereka sewa di pinggir desa pegunungan, jauh dari sinyal, dari radar, dari suara dunia. Udara pagi membawa aroma pinus dan debu tanah. Seharusnya damai. Tapi dadanya sesak.Bahkan di tempat seindah ini, ketakutan itu tak pernah benar-benar pergi.Dante sedang memperbaiki mobil di garasi. Joel tidur di lantai ruang tamu bersama dua laptop terbuka. Lana menghilang sejak subuh, mungkin menyusuri jalan setapak mencari sinyal, atau hanya sekadar menenangkan pikirannya.Aira membuka buku catatannya, halaman terakhir. Di sana, satu kalimat ia tulis malam sebelumnya:"Kau bisa menyingkirkan satu kebohongan. Tapi dunia akan menciptakan sepuluh kebohongan baru untuk menggantikannya."Dan pagi itu, saat langkah kaki Lana terdengar kembali memasuki rumah, Aira sudah tahu: sesuatu telah pecah lagi.Lana melemparkan ponselnya ke meja kayu.“Mereka menyerang lagi. Situs cadangan Joel d

  • Shadow on me   bab 20. harga dari sebuah kebenaran

    Aira terbangun oleh suara langkah kaki. Bukan yang berisik atau kasar, melainkan yang terlalu ringan untuk diabaikan, namun terlalu asing untuk dianggap biasa. Ia menahan napas, lalu perlahan meraih gagang pisau lipat di bawah bantal.Lampu mati. Listrik di tempat persembunyian itu memang terbatas. Joel bilang, "Lebih baik gelap daripada terlacak." Tapi dalam gelap seperti ini, suara apa pun bisa berubah jadi ancaman.Pintu terbuka perlahan. Bayangan tubuh lelaki masuk. Tapi hanya satu langkah sebelum suara Joel menyusul dari belakangnya.“Itu aku,” bisik Joel, menyalakan lampu senter kecil dari ponselnya. “Kita punya masalah.”Aira duduk tegak. “Apa lagi?”Joel menyerahkan tablet. Di layar tampak pemberitaan baru: satu per satu tokoh yang disebut dalam siaran mulai menghilang dari radar. Sebagian menghapus akun media sosial. Sebagian lainnya diberitakan "pergi ke luar negeri untuk pengobatan."Tapi bukan itu yang membuat Aira me

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status