Share

Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)
Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)
Author: Amih Lilis

Bab 1

Author: Amih Lilis
last update Huling Na-update: 2023-10-10 01:49:25

Sakit itu kembali terasa mencengkram perut bawah Shanum, dan kali ini rasanya lebih menyakitkan dari siang tadi. Shanum pun berusaha mengatur napas, agar rasa sakit itu sedikit berkurang.

Setelah sakitnya terasa berkurang, Shanum segera menyelesaikan acara mandinya, kemudian mengambil baju ganti yang lebih nyaman. Lalu keluar dari walk in closet yang tersambung dengan kamar mandi di kamarnya. Secara perlahan-lahan dan sambil perpegangan pada tembok dia berjalan tertatih

"Akh!" Shanum meringis pelan sepanjang perjalanan. Jarak kamar mandi dan ujung walk in closet tiba-tiba terasa melebar puluhan kilometer untuknya.

Sakit! Sakit sekali! Perutnya terasa diremas-remas oleh seribu tangan. Sepertinya, Shanum memang harus segera ke Rumah sakit sekarang. Firasatnya benar-benar tidak enak akan sakit yang kerap dia rasakan sejak siang tadi. Kali ini, bahkan lebih sakit lagi.

Ceklek!

Akhirnya, Shanum sampai pada pintu yang menghubungkan walk in closet dan kamarnya. Saat wanita itu membuka pintu ruangan tersebut, ia langsung disambut pemandangan sang suami yang terus melihat ponsel dengan fokus, sambil memakai jaket yang tadi tersampir di kaki ranjang.

"Mas mau kemana?" tanya itu pun lolos, karena penasaran tentang apa yang akan suaminya lakukan.

Seingat Shanum. Reksa, suaminya baru saja pulang. Entah kenapa kini seolah sudah bersiap untuk keluar lagi. Apa ada yang ketinggalan?

"Mau jemput Ayu di club, dia mabuk dan tidak mungkin pulang sendiri."

Ayu lagi!

Mata Shanum pun seketika terpejam erat mendengar nama itu hadir kembali di antara mereka. Hatinya kembali terasa sesak karenanya.

"Mas, perut aku sakit. Mas bisa anterin ke rumah sakit, gak?" Shanum mencoba menyuarakan situasinya saat itu. Berharap sang suami mengerti dan dijadikan yang utama sekali saja.

Reksa langsung melirik cepat, menatap Shanum dengan tajam. Tatapan kesal menguar dari binar mata pria itu terhadap Shanum.

"Jangan aneh-aneh. Sakit perut gak harus ke rumah sakit. Minum obat saja sudah cukup," jawabnya dengan ketus.

"Tapi perutku sakit banget, Mas. Dari tadi siang, sebenarnya. Cuma aku kira sakit biasa dan--"

"Shanum, ayolah!" sergah Reksa tiba-tiba. "Aku tahu kamu tidak suka sama Ayu. Tapi kali ini tolong, ya. Jangan membuat drama. Aku harus jemput Ayu sekarang. Kasihan dia sendirian diluar. Kamu bisa ngerti sedikit, gak?"

'Lalu siapa yang ngertiin aku? Siapa yang akan membantuku? Aku sendiri sangat kesakitan sekarang.' Shanum hanya bisa menjeritkan kalimat itu dalam hatinya. Saat ini, lidahnya mendadak kelu dan tenggorokannya sakit oleh rasa kesal yang mendadak bergemuruh dalam hatinya.

Faktanya, ini bukan kali pertama Shanum dituntut mengerti tentang Ayu. Shanum bahkan sudah tidak bisa menghitung lagi, sudah keberapa kalinya dituntut mengerti. Selalu saja Ayu, Ayu, dan Ayu yang Reksa prioritaskan. Padahal, di sini istrinya adalah Shanum, bukan Ayu!

Ayu hanya sepupu jauh Reksa, sekaligus teman masa kecilnya. Namun, selalu di prioritaskan melebihi Shanum yang notabenenya adalah istri Reksa. Bagaimana Shanum tidak cemburu?

"Mas, aku beneran harus ke Rumah sakit sekarang. Perutku--"

"Cukup, Shanum! Cukup! Saya gak mau denger rengekan kamu lagi." Reksa menyergah dengan cepat dan ketus kembali.

Shanum menggeleng ingin membantah tuduhan suaminya. Karena saat ini Shanum memang sedang tidak merengek. Shanum benar-benar sedang sakit sekarang.

"Nanti saya suruh Diva untuk berikan kamu obat. Paling juga kamu sedang PMS, kan? Jangan terlalu dibesar-besarkan."

Bukan! Demi Tuhan ini bukan karena PMS, atau semacamnya. Sakit ini beda, dan ….

Ya Tuhan, Shanum baru sadar sudah telat PMS bulan ini. Jangan-jangan ...

"Mas--"

"Kalau memang sakit perutnya tidak membaik. Kamu kan bisa minta kak Rendi atau Papa buat anter ke Rumah sakit. Nanti saya nyusul kalau sudah menjemput Ayu," sela Reksa lagi seenaknya. Seakan lupa bagaimana sikap keluarganya pada Shanum selama ini.

Shanum tidak pernah diterima di sini!

Hanya karena dia cuma anak angkat keluarga Setiawan. Semuanya memandang rendah Shanum sejak dulu.

"Saya pergi!"

Setelah itu Reksa pergi begitu saja, meninggalkan Shanum yang hanya bisa menatap punggung pria itu dengan nanar, hingga hilang dibalik pintu.

"Sampai kapan aku harus bertahan, Mas?" lirih Shanum dengan pedih. "Rasanya aku sudah tak sanggup berjuang sendiri meraih restu keluargamu, sementara kamu tidak pernah ada di sisiku untuk menguatkan," lirih Shanum dengan lelehan air mata yang tak terbendung lagi.

'Aku harus apa agar kamu mau mengerti kondisiku saat ini.' Raungnya dengan mulut yang terkunci rapat.

Lalu, sakit itu kembali datang. Makin mencengkram perut bagian bawahnya dengan kuat, membuat Shanum jatuh terduduk karena tak kuasa menopang tubuhnya sendiri.

Wanita itu mulai merasa aliran hangat keluar dari inti tubuhnya, mengalir deras membasahi celana tidur dan ….

Itu darah!

Oh, Tuhan!

Tidak!

"Tolong! Tolong! Tolong aku!" Shanum pun berusaha meminta pertolongan.

Sayangnya, tidak ada yang datang. Seakan di rumah ini tidak ada penghuni selain dirinya sendiri. Padahal, di rumah ini ada keluarga besar Reksa.

"Tolong! Siapa saja, tolong aku!" Shanum kembali meminta tolong. Namun, seperti halnya tadi, masih tidak ada yang datang memenuhi panggilannya.

Sementara itu, sakit yang mencengkram perutnya semakin menjadi, dan darah yang mengalir pun semakin banyak. Shanum mulai takut. Takut semua pikiran buruknya jadi kenyataan.

'Tuhan tolong! Jika memang dia sudah ada. Tolong selamatkan dia'.

Shanum menangis dalam diam, merasakan sakit yang tidak mereda, bahkan semakin menyiksanya. Dia mencoba meraih ponsel diatas nakas untuk menelpon seseorang. Tetapi, terlalu lemas dan kesakitan hanya untuk menggerakan tubuhnya.

"Tolong ... aku mohon. Tolong aku. Siapa saja, Tolong aku." Shanum meminta pertolongan lagi dengan lirih. Berharap ada seseorang yang mendengarnya, meski itu mustahil. Dia sendiri tidak bisa mendengar suaranya. Apa mungkin ada orang lain yang bisa mendengarnya?

Akhirnya, dengan sisa kekuatan yang dia miliki. Shanum menarik bantal guling yang bisa diraihnya, dan melemparkannya pada lampu tidur di atas nakas hingga benda itu jatuh. Suara pecahan pun segera membahana di kamar tidur tersebut.

Shanum tahu, setelah ini Mama Rima, mertuanya pasti akan menghukumnya karena merusak barang. Tetapi tidak apa-apa. Setidaknya ....

"Astaga Kak Shanum! Apa yang terjadi?" ... Doa Shanum terkabul. Akhirnya ada yang datang juga.

Itu adalah si bungsu keluarga ini, Diva. Dari penampilannya, Shanum yakin gadis itu pasti baru pulang dari kuliah.

"Div, tolong Kakak. Perut Kakak sakit sekali."

"Kak Shanum tunggu di sini sebentar. Diva panggil Papa dulu."

Beruntung, tanpa harus dijelaskan lebih detail. Diva pun segera keluar kamar, dan memanggil Papa dan Abang sulungnya, Rendi yang sedang asik nonton bola di ruang keluarga.

Setelah itu, Shanum sudah tidak ingat apa yang terjadi lagi. Kesadarannya sudah hilang, karena rasa sakit yang mendera dan darah yang keluar tanpa henti dari bawah tubuhnya.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (7)
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Shanum.....Kasihan banget,perutnya sakit,tapi Reksa tak peduli
goodnovel comment avatar
Merry oktarina
mantap princessnya Dady Arjuna ini
goodnovel comment avatar
Amih Lilis
Siapa papi justin?
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 152

    Shanum kira, setelah berpisah dan hidup di kota yang berbeda, bahkan dengan jarak lumayan jauh. Ia tidak akan pernah bertemu merek lagi. Tetapi, apa ini? Kenapa dunia mendadak sempit?Beberapa bulan lalu ia bertemu pria brengsek itu, sekarang ...."Shanum, tolong katakan. Apa itu benar cucuku?"Shanum yang sempat tertegun beberapa saat lantas menoleh. Kemudian agak tersentak setelah melihat siapa yang memangilnya barusan. Dari suara, ia sudah mengenali pemiliknya. Tetapi setelah melihat penampakannya, Shanum langsung membeku. Wajah itu berbeda dari yang ia ingat selama ini. Lebih dari itu, Shanum juga lumayan kaget karena ternyata yang memanggilnya adalah pengemis tadi!Tunggu dulu! Benarkah dia salah satu penggores trauma dalam hidup Shanum. Wanita yang sering menekan mentalnya dan meremehkannya. Tetapi ... kenapa wajahnya ... BERBEDA?"Shanum?" Tak segera mendapatkan jawaban. Tuna wisma itu kembali memanggil. "Maaf, anda kenal saya?" tanya Shanum pura-pura bodoh. Juga, meyakinkan

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 151

    Sebenarnya, Shanum ingin pernikahannya dengan Safran nanti di adakan sederhana saja. Soalnya ia merasa ini kan pernikahannya yang kedua, jadi malu jika harus dirayakan besar-besaran. Lagi pula, sejujurnya Shanum juga merasa hatinya belum sepenuhnya menerima cinta Safran. Jadi ia tidak merasa terlalu antusias menyiapkan pernikahan tersebut.Kejam, ya? hm ... mau gimana lagi? Pernikahan pertamanya terlalu menggoreskan luka mendalam di hatinya. Membuat Shanum butuh waktu lama hanya untuk sekedar berdamai dengan luka itu. Kalau bukan karena melihat kebutuhan kasih sayang untuk Nata dan effort yang di tunjukan Safran luar biasa. Shanum rasanya tak berani ambil resiko sebesar ini. Menerima cinta baru di saat hatinya masih penuh keraguan. Sebagian hatinya merasa sangat bersalah pada Safran. Bukankah ia seperti hanya menjadikan Safran pelarian semata? Akan tetapi, entah kenapa sebagian hatinya lagi mengatakan, jika pria itu adalah Safran, semuanya pasti akan baik-baik saja. "Bu, ada yang

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 150

    "Aku ... " Shanum terlihat ragu menjawab " ... nggak ..."Senyum Safran yang beberapa saat lalu terbit kecil di sela wajahnya yang nampak cemas. Mendadak pias mendengar lanjutan sepotong kalimat dari jawaban Shanum. Jangan, Tuhan! Aku mohon! Hatinya terus menggaungkan kalimat tersebut sambil menatap Shanum lekat dengan degup jantung yang terasa menggedor bilik dada. Bukan hanya Safran. Bunda, Daddy, bahkan semua orang di sana terlihat menahan napas sambil menatap Shanum penuh keterkejutan. Mereka cemas Shanum akan memberikan jawaban yang tak sesuai harapan. "Nggak mungkin nolak, kan?"Bunda menelan kembali kalimat teguran yang hampir saja terlontar. Sementara Shanum malah tersenyum manis menatap tepat ke dalam mata Safran."Aku sudah liat bagaimana Safran berperan menggantikan sosok ayah selama ini untuk Nata. Dia sangat sabar dan tulus. Kasih sayang yang Safran berikan mampu membuat bilik cinta di hati Nata menjadi lengkap. Karena itulah, aku nggak mungkin menolak lamaran ini. Kar

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 149

    "Kamu lagi ng'prank ya, Sha?" Shanum memijat keningnya yang mendadak pening. Luar biasa memang Safran itu. Padahal Shanum sudah bilang tidak harus malam ini juga. Minggu depan, atau minimal lusa gitu baru datang. Shanum kan juga butuh persiapan di sini. Akan tetapi pria itu seolah tuli. Tetap bersikukuh akan datang malam nanti bersama kedua orang tua. Alhasil beginilah jadinya, Mama Alle dan Bunda Karina tak henti meneleponnya, membuat Shanum tidak fokus bekerja. Ah, jadi nyesel tadi nantangin. "Sha?" Suara Bunda Karina terdengar memanggil kembali sebab Shanum tak kunjung memberi jawaban."Sha nggak lagi ngeprank, Bun.""Jadi bener? Kamu minta Safran datang melamar?" tuntut Bunda Karina cepat.Shanum mendesah berat. Kesal sekaligus gemas dengan Safran yang terlalu sat set. "Sha cuma bilang, kalau dia beneran serius, datang saja ke rumah bersama orang tuanya.""Ma--""Sha nggak bilang malam ini juga, Bun." Shanum lekas menyela meyakinkan bunda Karina. Ia merasa harus memberi pembe

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 148

    "Uncle Juna dan Frans sudah tahu tentang insiden mobil. Mereka mempercayakan Kakak sama aku. Makanya, aku nggak bisa ninggalin kakak di sini sendirian tanpa pengawasan."Shanum tidak jadi baper setelah mendengar alasan Safran. Yang ada malah kesal karena jawaban itu tak sesuai harapannya. Ternyata karena Daddy dan Frans. Bukan karena mereka ....Ah, sudahlah. Akhirnya, Shanum pun memilih tak banyak bicara lagi. Ikut saja apa keputusan Safran untuknya. Ia mengekor dengan patuh.Saat sampai, Shanum dan Renata Refleks meraih handel pintu belakang dengan kompak. Mereka pun terkejut dan saling melirik satu sama lain."Loh, kakak ngapain?" tanya Renata bingung. Sementara yang di tanya hanya mengerjap pelan. "Kakak kan harusnya duduk di depan sama kak Safran."Eh?Entah karena semasa gadis seringnya di antar jemput sopir, atau karena pas menikah sering di minta mengalah pada Ayu, Shanum memang jadi terbiasa duduk di belakang. Jadinya, hari ini pun ia refleks langsung menuju pintu ke dua. Sem

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 147

    "Aku ada janji ketemuan sama temen di Jakarta hari ini. Tapi Papa sama Kak Geo nggak bisa anter. Udah hopeless tadinya. Kakak tau sendiri gimana Mama sama Papa aku, kan? Mereka nggak bakal biarin aku pergi jauh sendirian. Untung Kak Safran kemaren ada di rumah. Sorenya mau pulang ke sini. Jadinya aku bisa nebeng, deh."Renata sudah menjelaskan semuanya dengan ringan. Tetapi Shanum rasanya tak bisa fokus. Atensinya masih saja tersita pada tangannya yang .... ugh! Ingin sekali Shanum tarik biar nggak nempel terus sama Safran. Duh! Kenapa Shanum jadi emosian gini, ya?"Karena macet, kami jadi sampe sini malam banget. Niatnya mau nginep di apartemen Kak Safran aja. Besoknya baru ke sana. Eh, di tengah jalan mendadak Kak Safran banting stir ke hotel ini. Katanya ada urusan penting. Aku di tinggal di mobil dan ... tiba-tiba aja dibukain satu kamar. Katanya, dia nggak bisa ninggalin tempat ini semalam. Ada yang harus di jaga."Suara Renata kembali terdengar. Shanum masih kurang fokus sebena

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status