Share

Bab 5

Penulis: Amih Lilis
last update Terakhir Diperbarui: 2023-10-10 01:51:47

Shanum tahu, sebagian dari kalian pasti mengatainya bodoh, tolol, goblok atau apalah itu. Padahal punya kesempatan mengadu, tapi malah tidak melakukannya, bahkan sengaja menutupi semuanya.

Ya, Shanum akui. Dia memang bodoh. Namun, pernahkah kalian mempunyai prinsif hidup? Nah, sebenarnya itulah yang sedang Shanum lakukan saat ini, yaitu memegang prinsif hidup yang sudah dia pilih.

Reksa adalah pilihannya. Pun pernikahan ini. Jadi seburuk dan seperih apa pun yang ia jalani saat ini. Shanum hanya mencoba menerima, karena ini adalah resiko atas pilihannya.

Terlebih, Shanum sudah pernah bilang, kan? Dia sudah membuat janji pada Reksa, tak akan pernah meninggalkan pria itu selama dia tidak memukul dan memiliki istri lain. Karenanya, meski sakit, Shanum terpaksa tetap bertahan.

"Astaga! Kak Reksa ngapain?" Diva tiba-tiba hadir di ambang pintu. "Lepasin! Jangan sakiti Kak Shanum lagi!" Diva bahkan menarik Reksa agar segera menjauh dari Shanum. "Awas, ya, kalau Kak Reksa macam-macam lagi sama Kak Shanum. Diva aduin papa!" ancam gadis itu kemudian. Sekaligus mematahkan tuduhan Reksa di awal pada Shanum.

"A-apa? Ja-jadi kamu yang ngaduin Kakak ke Papa?" ucap Reksa kaget dan terbata.

"Iya! Kenapa? Kakak mau marah sama aku?" tantang Diva kemudian.

Kali ini Reksa tak menanggapi Diva. Pria itu malah langsung melirik Shanum, dan mungkin saja mulai merasa bersalah, lagi.

Kadang Shanum heran pada Reksa. Padahal, mereka sudah menikah selama satu tahun. Akan tetapi, anehnya Reksa tetap saja seperti tak mengenal bagaimana karakter Shanum.

Kemarin Reksa melupakan alerginya. Sekarang ...? Ah, lupa. Tentu saja Reksa tak akan perduli pada semua hal tentang Shanum. Karena di mata pria itu kan, tidak ada yang lebih penting dari pada Ayu.

"Num, ak--"

Tok! Tok! Tok!

"Selamat Siang!"

Reksa baru saja akan buka mulut lagi. Ketukan di pintu diiringi kehadiran Dokter dan perawat. Membuat pria itu mau tak mau menahan diri untuk mengganggu Shanum lagi.

Syukurlah ....

"Siang Bu Shanum. Bagaimana hari ini. Apa anda merasa lebih baik?" tanya Sang Dokter menghampiri ranjang Shanum.

Meski Dokter tak mengusir Diva dan Reksa. Tetapi kedua orang itu memilih pergi akhirnya. Ralat, tepatnya Reksa yang menyeret paksa adiknya keluar ruangan. Mungkin ingin mencecar kembali tentang aduan sang adik.

"Baik, Dok." Senyum kecil dan sebuah anggukan Shanum berikan pada sang Dokter. 

"Syukurlah," ucap Dokter Budi, salah satu Dokter Kandungan di rumah sakit ini.

Setelah itu, Dokter Budi meminta berkas yang berisikan riwayat medis Shanum. Membacanya sejenak kemudian bersiap melakukan pengecekan berkala.

***

"Jadi Shanum tidak bisa hamil lagi?!"

"Ssttt! Pelankan suaranya bisa tidak, sih? Nanti Shanum bangun!" tegur Reksa pada sang ibu yang beberapa menit lalu datang menjenguk Shanum, katanya. "Lagian, aku bilang tadi bukan gak bisa mengandung lagi, Mah. Tapi dia mungkin akan agak susah mengandung lagi setelah ini. Soalnya rahimnya memang lemah. Apalagi setelah keguguran kemarin."

"Sama saja!" tukas sang ibu ketus. Wanita paruh baya itu mendengkus kesal seraya melirik Shanum yang kini terbaring lelap di tempat tidurnya.

Rima benar-benar merasa hidupnya sial sejak menikahkan Shanum dan Reksa. Bagaimana tidak? Ia yang awalnya sudah bahagia karena akan bisa masuk keluarga Setiawan. Keluarga sultan yang namanya tersohor seantero negeri. Terpaksa menelan pil pahit sejak mengetahui kenyataan tentang status Shanum sebenarnya.

Ternyata gadis itu hanya anak angkat keluarga sultan itu! Parahnya, anak itu juga lahir diluar pernikahan. Itu terbukti saat ijab kabul Shanum menggunakan binti ibunya, buka  ayahnya. Nahasnya lagi, Rima baru tahu semuanya setelah mendengar kalimat ijab kabul tersebut.

Betapa syok-nya Rima mengetahui hal itu. Euforia akan menjadi bagian dari keluarga sultan pun mendadak sirna seketika.

Apanya yang anak sultan? Justru Shanum adalah anak haram! Rima pun merasa auto sial tujuh turunan!

"Jelas beda dong, Mah. Gak bisa hamil itu, Shanum gak akan pernah bisa memberikan keturunan pada Reksa selamanya. Sedangkan sulit hamil itu, Shanum masih bisa mengandung, tapi butuh waktu yang mungkin agak lama."

"Apa bedanya? Tetap saja Mama tidak bisa segera menimang cucu dari kamu. Iya kan?" tukas Mama Rima sengit.

"Ya terus masalahnya apa? Aku juga gak buru-buru, kok!"

Plak!

"Jelas ini masalah, Reksa!" geram sang Mama. Setelah memukul gemas lengan putranya. "Mama itu udah tua, Reksa. Harus berapa lama lagi Mama menunggu? Kalau Mama keburu mati, gimana?" imbuhnya kemudian.

"Mama jangan bilang gitu, dong. Harusnya Mama berdoa supaya tetep sehat dan panjang umur, agar Mama bisa menimang cucu dari Reksa kelak."

"Halah kelamaan!" Mama Rima tak ingin mengerti sama sekali. "Mama keburu makin malu sama tetangga dan temen-temen Mama. Kamu tahu, sekarang saja Mama udah gak punya muka nimbrung sama mereka. Mama malu ternyata mantu Mama hanya seorang anak angkat keluarga Setiawan. Udah gitu mandul pula. Kamu benar-benar sial sudah memilih dia!" imbuhnya kejam sekali.

"Mah! Mama jangan bilang gitu, dong!" tegur Reksa tak terima. "Shanum itu gak mandul, Mah. Dia hanya agak sulit mengandung!" Reksa kembali menjelaskan. "Lagian, meski Shanum hanya anak angkat keluarga Setiawan. Orang tuanya gak pernah membedakan, kok. Kemarin aja, Reksa dapat klien baru berkat rekomendasi dari Daddy Arjuna."

"Peduli setan dengan klien baru kamu, Reksa!" Mama Rima kembali menyergah ketus. "Sebaik apa pun mertua kamu. Tetap saja kamu gak akan bisa memiliki sebagian aset mereka."

"Mama kok ngomongnya gitu?"

"Lah, terus? Memang Mama harus ngomongin apa? Dari awal juga, Mama bersedia memberi restu juga, kan, memang karena melihat harta kekayaan keluarga Setiawan? Selain itu, apalagi yang bisa dilihat dari Shanum? Cantik tidak, pintar juga tidak. Cuma bisa jadi beban saja!" terang sang Mama lugas. Kejam sekali.

"Mah, jangan ngomong gitu, dong. Reksa memilih Shanum bukan semata-mata karena hartanya, kok. Tapi juga karena Reksa beneran cinta sama Shanum!"

"Halah!" Mama Rima tetap tak percaya. "Bulshit banget omongan kamu. Kayak cinta bisa bikin kenyang saja."

"Tapi--"

"Heh, kalau benar kamu beneran cinta sama Shanum apa adanya, lalu apa artinya kedekatan kamu dengan Ayu, hah?" sela Mama Rima cepat. "Kamu kira Mama gak tahu, selama ini kamu sering mengabaikan Shanum demi Ayu?" imbuhnya lagi.

"Loh, itukan karena Reksa sudah janji sama orang tuanya Ayu sebelum meninggal. Reksa akan selalu menjaga dan melindungi Ayu sampai kapan pun!" bantah Reksa tegas.

"Kalau begitu kenapa tidak sekalian saja kamu nikahin Ayu? Bukankah dengan pernikahan, kamu akan lebih bebas dan berhak menjaga Ayu?"

"Ya gak gitu juga, Mah. Reksa--"

"Tapi Mama setuju, kok, kalau kamu sama Ayu!" sela Mama Rima cepat dengan mata yang tiba-tiba berbinar. "Warisan orang tua Ayu juga kan banyak. Dia juga anak tunggal. Jadi, kalau kamu menikah dengan Ayu. Semua itu akan otomatis jatuh ke tangan kamu sebagai suaminya. Hidup kita akan semakin makmur jadinya, kan?"

Reksa menggeleng lelah mendengar ucapan sang ibu. Wanita paruh baya yang melahirkannya ke dunia ini memang terobsesi jadi sultan. Agar bisa bergaya sosialita sepuasnya.

"Lebih dari itu. Yang terpenting itu Ayu juga subur. Tidak mandul seperti istrimu itu. Jadi, Mama bisa segera menimang cucu."

"Mah--"

"Memang kamu sendiri gak mupeng liat semua temen seangkatan kamu sudah punya anak semua?" pangkas Mama Rima cepat, seolah tak membiarkan Reksa membela diri.

Meski begitu Reksa akhirnya terdiam juga mendengar kalimat terakhir sang Mama. Karena dalam hati sebenarnya ia pun sangat ingin segera menjadi ayah. Namun, apa daya. Istrinya ternyata memiliki rahim yang lemah. Selain bersabar, bisa apa Reksa jadinya.

"Tapi Reksa cintanya sama Shanum, Mah," desah Reksa bingung.

"Ck, Reksa, Reksa. Udah begini pun masih aja keras kepala." Mama Rima kembali kesal. "Sudahlah. Kamu memang gak sayang Mama sepertinya. Tega banget bikin Mama menua dengan sepi."

"Eh, Mama mau ke mana?" sergah Reksa saat melihat sang ibu beranjak pergi.

"Pulanglah. Ngapain lagi? Ngomong sama kamu cuma bikin Mama makin sedih aja." Mama Rima mulai merajuk.

"Yah, yah, kok, gitu, sih? Mah? Mama? Tunggu dong!" Reksa jadi merasa bersalah.

Setelah itu hening tercipta. Karena kedua orang yang tadi berdebat seru pun sudah pergi. Saking serunya debatan itu, mereka sampai tak menyadari jika sebenarnya Shanum tidak benar-benar tidur tadi.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (4)
goodnovel comment avatar
Camelia Hadi
prinsip hidup juga boleh dipertahankan tapi kalau ud ga dihargai dan di sakiti kayak gitu ngapain juga bertahan. cinta boleh, tolol jangan. punya keluarga angkat yg kaya raya ngapain korban kan diri utk laki laki dan keluarga mertua yg toxic
goodnovel comment avatar
Kiki Sulandari
Sabar,Shanum.....hadapi semua cobaan dengan hati lapang Shanum,kau bisa hamil,namun butuh waktu....Kamu tidak mandul
goodnovel comment avatar
Puput Assyfa
ujian lagi untuk shanum, sabar shanum km wanita yg kuat
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 149

    "Kamu lagi ng'prank ya, Sha?" Shanum memijat keningnya yang mendadak pening. Luar biasa memang Safran itu. Padahal Shanum sudah bilang tidak harus malam ini juga. Minggu depan, atau minimal lusa gitu baru datang. Shanum kan juga butuh persiapan di sini. Akan tetapi pria itu seolah tuli. Tetap bersikukuh akan datang malam nanti bersama kedua orang tua. Alhasil beginilah jadinya, Mama Alle dan Bunda Karina tak henti meneleponnya, membuat Shanum tidak fokus bekerja. Ah, jadi nyesel tadi nantangin. "Sha?" Suara Bunda Karina terdengar memanggil kembali sebab Shanum tak kunjung memberi jawaban."Sha nggak lagi ngeprank, Bun.""Jadi bener? Kamu minta Safran datang melamar?" tuntut Bunda Karina cepat.Shanum mendesah berat. Kesal sekaligus gemas dengan Safran yang terlalu sat set. "Sha cuma bilang, kalau dia beneran serius, datang saja ke rumah bersama orang tuanya.""Ma--""Sha nggak bilang malam ini juga, Bun." Shanum lekas menyela meyakinkan bunda Karina. Ia merasa harus memberi pembe

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 148

    "Uncle Juna dan Frans sudah tahu tentang insiden mobil. Mereka mempercayakan Kakak sama aku. Makanya, aku nggak bisa ninggalin kakak di sini sendirian tanpa pengawasan."Shanum tidak jadi baper setelah mendengar alasan Safran. Yang ada malah kesal karena jawaban itu tak sesuai harapannya. Ternyata karena Daddy dan Frans. Bukan karena mereka ....Ah, sudahlah. Akhirnya, Shanum pun memilih tak banyak bicara lagi. Ikut saja apa keputusan Safran untuknya. Ia mengekor dengan patuh.Saat sampai, Shanum dan Renata Refleks meraih handel pintu belakang dengan kompak. Mereka pun terkejut dan saling melirik satu sama lain."Loh, kakak ngapain?" tanya Renata bingung. Sementara yang di tanya hanya mengerjap pelan. "Kakak kan harusnya duduk di depan sama kak Safran."Eh?Entah karena semasa gadis seringnya di antar jemput sopir, atau karena pas menikah sering di minta mengalah pada Ayu, Shanum memang jadi terbiasa duduk di belakang. Jadinya, hari ini pun ia refleks langsung menuju pintu ke dua. Sem

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 147

    "Aku ada janji ketemuan sama temen di Jakarta hari ini. Tapi Papa sama Kak Geo nggak bisa anter. Udah hopeless tadinya. Kakak tau sendiri gimana Mama sama Papa aku, kan? Mereka nggak bakal biarin aku pergi jauh sendirian. Untung Kak Safran kemaren ada di rumah. Sorenya mau pulang ke sini. Jadinya aku bisa nebeng, deh."Renata sudah menjelaskan semuanya dengan ringan. Tetapi Shanum rasanya tak bisa fokus. Atensinya masih saja tersita pada tangannya yang .... ugh! Ingin sekali Shanum tarik biar nggak nempel terus sama Safran. Duh! Kenapa Shanum jadi emosian gini, ya?"Karena macet, kami jadi sampe sini malam banget. Niatnya mau nginep di apartemen Kak Safran aja. Besoknya baru ke sana. Eh, di tengah jalan mendadak Kak Safran banting stir ke hotel ini. Katanya ada urusan penting. Aku di tinggal di mobil dan ... tiba-tiba aja dibukain satu kamar. Katanya, dia nggak bisa ninggalin tempat ini semalam. Ada yang harus di jaga."Suara Renata kembali terdengar. Shanum masih kurang fokus sebena

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 146

    "Kamu ...." Shanum mengerjap bingung melihat seseorang sudah berdiri dengan cengiran khasnya pagi ini, di depan pintu kamar hotel, tempatnya menginap semalam."Selamat pagi, Bu ..." sapanya riang seperti biasa.Shanum mengerjap lagi, raut bingung dan tak percaya nampak jelas di matanya. Bukan apa-apa, ini masih pagi, loh. Dan ... yang tahu dia menginap di sini hanya pria yang ikut menginap di sebelah kamarnya, Safran. Makanya Shanum kira tadi yang mengetuk pintu kamarnya adalah Safran. Eh, ternyata bukannya Safran yang dia lihat, malah gadis ini. Yuli, asistennya di kantor. Tetapi kini pertanyaannya adalah ...."Kamu kok tahu saya di sini?" Dari pada jerawatan memikirkannya, Shanum memilih menanyakan langsung."Oh ... saya tahu dari pak Safran."Hah?"Safran?" beo Shanum Orang di depannya mengangguk cepat. "Semalam Pak Safran chat saya sekitar jam 2 an. Beliau bilang, Penyakit lambung ibu kumat. Tidak bisa pulang dan terpaksa menginap di hotel tempat pesta di laksanakan. Saya di sur

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 145

    "Akh!"Shanum memekik kaget ketika rasa dingin tiba-tiba saja menghantam halus dari kepala hingga sekujur tubuhnya. Ia menatap nyalang si pelaku."Apa yang kau lakukan--""Maaf, kak! Bukan aku tak menginginkanmu, tapi aku tak bisa jika keadaannya seperti ini."Seketika Shanum diam, rontaannya pun melemah seiring dengan hatinya yang langsung tertohok pada ucapan si pelaku barusan.Kenapa? Kenapa jadi begini? Bukannya dia harusnya senang dan ...."Aku tak ingin menyentuhmu diluar ikatan halal, Kak."Lagi-lagi Shanum tertohok. Tanpa sadar menggigit bibir dalamnya dengan perasaan yang entah. Ada rasa malu yang hadir menelusup, juga rasa bingung pada sikap pria di hadapannya ini. Safran, siapa lagi?Padahal Shanum sudah pasrah pada apa pun yang akan terjadi malam ini. Shanum juga melihat ada kilatan hasrat dari sorot pria ini. Akan tetapi ... kenapa? Kenapa dia tak melanjutkan pergumulan yang hampir terjadi dan malah melakukan ini. 'Pria yang benar-benar mencintaimu pasti akan menjagamu.

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 144

    Hari terus berganti menjadi minggu, bulan, lalu tahun. Terhitung sudah satu tahun lebih kedekatan Nata dan Safran. Mereka semakin seperti ayah dan anak. Meski hanya bertemu di hari weekend. Tetapi itu tak menghalangi chemistry antara keduanya. Anehnya, hal itu seolah tak mengganggu Shanum sama sekali. Tetap abai dan biasa saja. Kasarnya, jandanya Reksa itu seperti tak tertarik memperbaharui status antara keduanya.Tidak perduli orang sekitar berkata apa. Tidak perduli alam memberi tanda apa, dan tidak perduli Nata selengket apa pada Safran. Shanum masih dengan kekeraskepalaannya.Memang, Shanum kini tak melarang Safran datang dan dekat dengan Nata. Anaknya diajak pergi keluar hanya berdua saja pun, tidak masalah. Kadang, mereka bahkan menikmati weekend bertiga layaknya keluarga cemara. Akan tetapi, sudah. Hanya begitu saja. Tidak ada lanjutan apa pun. Membuat hubungan Safran dan Nata makin dekat, tapi hubungan dengan ibunya jalan di tempat.Apalagi sekarang mereka sudah tidak terliba

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 143

    "Ya, karena aku nggak mau dijodohkan dengan kamu Safran. Aku nggak mau nikah sama kamu!" Inginnya Shanum menjawab demikian. Sayangnya, kalimat barusan hanya bisa Shanum gaungkan dalam hati karena takut menyakiti hati Safran.Shanum menghela napas panjang, menahan diri untuk tidak melontarkan kata-kata pedas. "Aku cuma khawatir Nata akan merepotkanmu, Safran. Kamu kan punya pekerjaan penting juga," ujarnya, berusaha terdengar rasional. Safran tersenyum, matanya berbinar penuh kesabaran. "Aku sudah bilang, tidak masalah. Lagipula..." Ia menatap bayi Nata yang sedang asyik memainkan kerah bajunya. "...Tingkah lucu Nata mampu membuatku sedikit melupakan tumpukan pekerjaan yang kadang membuat stress," imbuhnya tulus.Arjuna tersenyum paham. "Anak memang obat stress paling mujarab," ucapnya mengaminkan. Shanum merasa akan percuma saja berargumen saat ini. Maka dari itu, pada akhirnya dia pun membiarkan saja Baby Nata masih menguasai Safran. Menunggu bayi itu bosan sendiri. Hari berlalu

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 142

    Suasana meja makan sempat meredup sejenak setelah Frans "sengaja" menjatuhkan sendok. Tetapi Arletta, yang paham maksud Frans, segera mengalihkan pembicaraan. "Ah, sudahlah. Yang penting masalah pembobolan apartemen sudah selesai. Sekarang kita bisa makan dengan tenang," ucapnya sambil mengambil nasi dan lauk dengan santai. Sayangnya Shanum, yang penasaran, tidak bisa menahan diri. "Tadi Mama Alle bilang ada gadis yang mirip ... siapa?" Arletta mengunyah perlahan, matanya melirik ke Frans yang memberi tatapan bermakna. "Ah, nggak penting. Mungkin Mama salah lihat." "Tapi—" "Shanum, makan dulu. Nanti nasinya dingin," sela Arjuna dengan nada halus, tampak acuh meski sebenarnya juga penasaran.Shanum menghela napas, tapi akhirnya menuruti. Namun, pikirannya masih penasaran. Siapa gadis yang mirip dengan seseorang hingga Frans sampai bereaksi seperti itu?*** Setelah makan malam, Shanum tidak bisa tidur. Pikirannya terus menerawang tentang obrolan tadi. Gadis yang menelepon Re

  • Shanum(Aku Yang Kalian Sebut Menantu Tak Berguna)   Bab 141

    Arjuna hanya bisa mendesah panjang. "Kamu mau ke mana lagi, Arletta?"Mama Alle—Arletta—memasang wajah serius. "Ada sedikit urusan. Nggak lama, kok.""Urusan apa?" tanya Karina curiga. "Jangan bilang ada yang perlu kamu 'hajar' lagi.""Aduh, Mbak Rin. Jangan suudzon. Aku ini udah tobat, tahu," jawab Arletta santai, tapi tidak meyakinkan sama sekali."Lah, terus kenapa nggak pakai mobil? Kenapa harus motor?" tanya Arkana."Karena pakai motor lebih fleksibel. Aku nggak mau buang waktu kena macet," balas Arletta cepat.Safran yang masih menggendong Baby Nata hanya menggeleng. "Mama, kalau ada sesuatu yang berbahaya, bilang. Jangan malah pergi sendiri."Arletta menatap putranya dengan senyum tipis. "Saf, kamu kan tahu sendiri. Mama nggak mungkin sembarangan. Lagian, ini bukan urusan besar.""Kalau bukan urusan besar, kenapa buru-buru?" sambar Arkana.Arletta melirik Arkana sekilas, lalu menghela napas. "Oke, baiklah. Tadi ada telepon dari anak buah Reyn. Mereka dapat laporan tentang seseo

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status