LOGINThey threw her off a bridge. The husband that she was willing to burn the world for was the same person who thought it wise to murder her. With Arya dead, Edgar frolicked with his mistress in public, assured that he had succeeded in life. But when his dead wife showed up at his wedding a year after he killed her, he knew his good days were over. With faked amnesia, Arya was ready to turn their lives upside down. She tormented them from the shadows, acted all innocent in their presence. She was no longer the naïve woman who let people take advantage of her. She was back, stronger. But there was Lucien, a former fiancé who would walk through fire for her. He wanted to be her revenge tool. He wanted to claim her and never lose her like he did in the past.
View More"Ugh!" Suara lenguhan panjang terdengar memenuhi ruang kamar saat Andi menyelesaikan permainannya.
"Enak," ucap Andi, merasakan nikmat yang tiada tara. Namun berbeda dengan Febby yang tidak merasakan klimaks sama sekali. Wajahnya menyiratkan kekecewaan mendalam. "Sudah keluar Mas? Kok cepet banget, ngga sampai satu menit. Perasaan baru masuk." Febby mengeluh sambil menghela napas panjang. Sudah sering dia mengatakan kalau dia tidak pernah puas dengan permainan suaminya. Dia juga tidak pernah merasa ada yang keluar dari bagian inti tubuh, yang menandakan dia belum mencapai puncak. Namun Andi seolah masa bodo. Yang penting nafsunya tersalurkan. "Aku lelah. Tadi itu aku udah berusaha untuk lama, tapi malah keluarnya cepet." Selesai melampiaskan hasrat, Andi berbaring di sebelah istrinya tanpa merasa bersalah sama sekali. Raut kesal dan kecewa terlihat jelas di wajah Febby, yang selama dua tahun menjadi istri sah Andi. Selama dua tahun itu dia tidak pernah merasakan klimaks saat berhubungan dengan suaminya. Kenikmatan hanya dirasakan oleh Andi, bahkan Andi tidak pernah membuatnya nyaman di atas ranjang. Andi juga kurang perhatian, hanya memikirkan diri sendiri. Pernikahan dua tahun terasa semakin hambar bagi Febby. Namun tidak ada yang bisa dilakukan. Toh Febby yang memilih laki-laki itu menjadi suaminya dan mereka sedang menjalani program kehamilan. Ya, Andi dan Febby sudah didesak oleh kedua orang tua mereka agar secepatnya memiliki anak, tetapi sampai detik ini tidak ada tanda-tanda Febby mengandung buah cinta mereka. "Kamu mau langsung tidur Mas?" tanya Febby pada suaminya yang baru saja pulang kerja dan meminta dilayani. Selesai dilayani, Andi berbaring di ranjang sambil memejamkan mata. "Iya, aku ngantuk. Kamu masak makan malam aja dulu. Kalau udah mateng semua, bangunin." Febby menghela napas panjang, turun dari ranjang lalu memakai pakaian satu per satu. Matanya melirik Andi yang terlelap, padahal baru saja kepala suaminya itu bersandar ke atas bantal. Tidak ada ucapan terima kasih. I love you. Atau gombalan yang keluar dari mulut Andi, membuat Febby merasa tidak dicintai sama sekali. "Mandi dulu dong Mas, masa langsung tidur." "Hem," sahut Andi datar. Selesai memakai pakaian, Febby melangkah mendekati pintu lalu keluar. Sedangkan Andi sudah jauh mengarungi mimpi. Langkah kaki Febby dihentikan oleh ibu mertua di ambang pintu dapur. Wanita paruh baya itu menatap wajah menantunya yang lesu sambil mengerutkan kening. "Kamu kenapa, Feb?" "Ngga apa-apa Bu," jawab Febby, pelan, melanjutkan langkah kakinya mendekati kulkas. Ratih mengikuti Febby ke dapur, membantu menantunya menyiapkan bahan makanan. Sejak kemarin wanita paruh baya itu menginap di rumah kontrakan dua kamar tersebut. Satu bangunan rumah yang baru dua bulan ditempati itu berada di komplek perumahan Melati. Rencananya Andi ingin mencicil rumah yang mereka tempati sekarang agar tidak bayar kontrakan lagi. "Suami kamu mana, Feb?" tanya Ratih. "Mas Andi tidur Bu. Katanya capek," jawab Febby seraya mengeluarkan bahan makanan dari dalam kulkas dua pintu. Beberapa jenis sayur dan ikan segar dia letakan di dekat wastafel untuk dibersihkan. "Kamu udah konsultasi lagi ke Dokter Kandungan?" tanya Ratih pada menantunya. "Udah Bu, katanya aku sama Mas Andi harus sering minum vitamin biar subur. Aku udah dikasih resep vitamin itu. Semoga aja ada kabar baik bulan depan." "Amin," ucap Ratih. "Selain berkonsultasi ke Dokter, kamu juga harus pergi ke Dukun beranak. Atau ke mana kek. Biar kamu cepet isi." "Udah Bu, tapi emang dasarnya belum dikasih aja. Kalau memang belum rejekinya, ya mau gimana lagi." "Kalau gitu, coba kamu konsultasi ke Dokter lain. Misalnya ke Dokter Dirga. Dia sepupunya Andi. Siapa tahu dia bisa bantu kalian. Kasih saran apa untuk membantu mempercepat kehamilan kamu." Febby terdiam. Sebenarnya sudah beberapa kali mereka gonta-ganti dokter, tetapi tidak ada perubahan sama sekali. Beberapa dokter juga menyarankan untuk memeriksa kesuburan satu sama lain, namun Andi selalu menolak dan mengatakan kalau dia sehat. Sementara, selama berhubungan Febby tidak pernah merasa puas. Bahkan durasinya hanya sebentar, tidak sampai tiga menit langsung crott. "Lebih baik kamu coba dulu saran Ibu," ucap Ratih yang selalu mendesak Febby agar cepat hamil. Andai kehamilan bisa dibeli, Febby akan membelinya agar bisa secepatnya memberi gelar ayah pada sang suami. "Kalau kamu ragu, mending komunikasikan dulu sama Andi. Biar kalian lebih yakin. Ibu sih percaya sama Dokter Dirga. Banyak kok pasien dia yang berhasil hamil." Febby menghela napas panjang. "Nanti aku coba bicarakan sama Mas Andi. Kalau dia mau, besok aku dan Mas Andi ke tempat praktek Dokter itu." Ratih tersenyum, "Nanti alamatnya Ibu kasih ke kamu. Kamu dan Andi langsung ke sana aja. Nanti Ibu bikin janji biar kalian ngga antri." "Iya Bu, makasih." Saat sedang berbincang, Andi datang mendekati kedua wanita di dapur. Pria yang memiliki tinggi 170cm itu duduk di depan meja makan dengan lesu. "Bikinin aku kopi," katanya memerintah Febby. "Tunggu sebentar Mas. Aku lagi masak." "Ck! Aku maunya sekarang!" Andi mengeraskan suaranya, membuat Febby terhenyak kaget. Ratih dan Febby saling tatap, Ibu mertuanya itu memutar bola mata meminta Febby menurut saja. "Biasa aja dong Mas, jangan marah begitu," sahut Febby kesal. "Kamu ini. Suami minta kopi malah nanti-nanti. Utamakan melayani suami dulu, baru yang lain! Gimana sih!" cecar Andi memarahi Febby. Ratih hanya diam, tak membela menantunya ataupun menasehati Andi. Baginya pemandangan seperti itu sudah biasa terjadi. Dia pun mengalami di rumah. "Sabar Mas." Terpaksa Febby menunda masakannya dan membuat kopi untuk Andi yang sudah tidak sabar. Dengan perasaan kesal, Febby meletakkan kopi hitam pesanan suaminya ke atas meja. "Mau apa lagi Mas? Sekalian aja, aku mau masak." Andi melotot, menatap istrinya seperti ingin menelan hidup-hidup. "Kamu ngga iklhas?" "Bukan ngga ikhlas Mas, aku kan cuma nanya sama kamu. Kamu mau apa lagi? Biar aku ambilin sekalian." "Ngga ada, aku cuma mau kopi." "Ya udah," sahut Febby pelan. Ia kembali melanjutkan memasak makan malam, meski perasaannya kesal. Sikap dingin Andi sudah berlangsung lebih dari satu tahun. Tanpa alasan yang jelas, Andi tiba-tiba jadi kasar dan bahasanya tidak pernah lembut seperti dulu. Febby curiga suaminya memiliki wanita idaman lain di luar sana, namun ia tidak pernah mendapatkan bukti apapun perselingkuhan itu. Suasana hening. Di ruang dapur yang tidak luas itu hanya terdengar suara dentingan sendok dan panci. "Mumpung ada Andi di sini. Ibu ngomong aja langsung sama kalian berdua." Ratih membuka pembicaraan di ruang sunyi itu. Andi mendongak, "Ngomong apa Bu?" tanyanya datar. "Ibu mau ngasih saran, gimana kalau kamu dan Febby konsultasi aja ke Dokter Dirga. Sepupu kamu itu. Dia kan Dokter kandungan terkenal. Kebetulan dia buka praktek di Jakarta. Kalian bisa ke sana. Kalau kamu mau, nanti Ibu bikin janji sama dia. Biar kalian ngga antri panjang. Maklum, pasien dia kan banyak." Andi manggut-manggut. "Oke, aku setuju. Aku dan Febby akan ke sana." Ratih tersenyum. Ia tatap menantunya yang tengah sibuk mengaduk sayur di dalam panci. "Kamu dengar kan. Suami kamu setuju. Kamu juga setuju kan?" tanya Ratih pada menantunya itu. "Iya Bu, aku setuju," jawab Febby.~Arya~“I heard you’re getting fragments of your memories back,” Edgar said to me at breakfast two days after we moved in. I spent the free time I had monitoring hidden conversations in the villa, recording things they had no idea was being recorded, gathering evidence against them. Edgar slept in another room far away from Lina’s but he didn’t let a day slip by without going over to her. I picked a toast and raised it to my lips, absent minded. He sure took his sweet time asking me that. Lina and him discussed it the same day I told her my sob story, but he pretended to know nothing till now.Lina stopped eating, her eyes darting round the table. “Who did you hear it from?”“Pamela.”“When did you and Pamela become so close? She’d never discuss something like that with you.”His hand strayed to his nape. “I heard Pamela and lina discuss it.”I glanced at Lina, silently demanding an explanation. “That’s even stranger. Pamela hates Lina. She’d never talk about something like that wit
~Arya~Way to go, Lina. That reaction is just right. The performance… it’s Oscar-deserving. She looked like she was just finding this out for the first time, like she couldn't believe that there was an attempt on my life.I played along. “Yes.”“Arya,” she gasped. “How do you know that? You’re supposed to have amnesia, right?”I flopped into the space right next to her. “I’ve been remembering things lately,” I huffed, pressing the heel of my palm to my forehead. “My memory comes in tiny bits. Sometimes, I'm not even sure if it’s something that really happened or it’s a hallucination."“Your memory is returning,” she echoes, her voice dropping to a levelled tone. “That’s… sudden.”I frowned. “Why? You don’t like that?”“No,” Lina replied quickly. “I do. I’m just surprised. Have you been taking the meds Carter prescribed for you?”I recoiled. “How do you know Carter?”Regret flickered in her eyes. She had been caught. Even if she tried to wriggle her way out of this one, I had no intent
~Arya~“Make sure our guests are comfortable, Pamela. They spent the whole morning packing moving things. I need them to be in good health for the duration of their stay here.”It was Moving Day, the day Edgar officially lost the house to me. He had no idea that the person who snagged the mansion and other things he claimed ownership for was me. I made sure of that, even going as far as using a false name to receive everything from the bank. His shares, assets, expensive vehicles, they all belonged to me now.He stood in front of the moving truck, hands on waist, bent backwards awkwardly. He had tanned so much in the space of a few hours. What could be more touching than a man who went broke in just one night, to the extent that he couldn’t even afford to pay for services to help with his relocation.Pamela stood beside me, chugging down gulps of an energy drink. She threw the bottle into a bin nearby and inched closer. “You’re referring to them as guests. Isn’t that a little harsh
~Arya~On hearing my father's voice, Edgar sprang away from me. My father walked in and lowered himself into a chair beside the large table, leaning forwards with his fingers interlocked as he regarded Edgar with an unimpressed frown. “What do you think you’re doing, young man? Are you trying to hurt my daughter in the company she’s meant to inherit?”Edgasr scramble to his feet. He gave my father a quick bow, panic flickering across his features.“I didn’t mean to hurt her. We were having a conversation and she suddenly tried to leave. I only wanted to stop her.”My father’s brows knitted together. “Have you gone on social media today at all?” he questioned. Edgar shook his head. “Arya is trending for the wrong reasons. Why haven’t you done anything to stop her assault videos from spreading?””“Assault videos? What are you talking about?”“You don’t even have an idea? Your wife was ambushed in your company premises. I let her remain married to you because I thought you’d protect her,


















Welcome to GoodNovel world of fiction. If you like this novel, or you are an idealist hoping to explore a perfect world, and also want to become an original novel author online to increase income, you can join our family to read or create various types of books, such as romance novel, epic reading, werewolf novel, fantasy novel, history novel and so on. If you are a reader, high quality novels can be selected here. If you are an author, you can obtain more inspiration from others to create more brilliant works, what's more, your works on our platform will catch more attention and win more admiration from readers.