Malam itu, Bening dan orangtuanya sepakat datang ke rumah keluarga Rain. Mereka ingin menjelaskan sekaligus meminta maaf karena tingkah Bening yang tidak bertanggungjawab kabur dari pertunangannya. Seperti tahu bagaimana gamangnya hati Bening, hujan deras turun malam itu. Duduk di kursi belakang, Bening mendesau sambil menyandarkan punggungnya, dia membuat papa dan mamanya saling pandang.
“Mama mohon jaga sikapmu di depan orangtua Rain, kita harus membicarakan masalah ini baik-baik. Jangan semakin membuat Mama malu,” ucap Rea tanpa menoleh Bening.
Beberapa menit kemudian mereka sampai di kediaman Bianca dan Skala yang tak lain adalah orangtua Rain. Bening merasa sedikit horor karena disambut dengan tatapan dingin dan sorot mata kecewa dari Bianca.
“Tante!” panggilnya, Bening mendekat dan menyalami wanita itu. Bianca bersikap biasa, tidak ada penolakan sama sekali darinya saat gadis itu menyentuh tangannya.
“Tante, Om! Aku mau minta maaf karena sudah membuat malu dan mengacaukan acara pertunanganku dan Rain,” ucap Bening saat mereka sudah duduk di sofa.
Mendapati rasa penyesalan dari Bening yang nampaknya begitu dalam, jujur Bianca sedikit tersentuh, tapi entah kenapa dia tidak mau menatap Bening seolah masih ada sisa kemarahan yang terpendam.
“Kalau begitu lebih baik kalian langsung menikah saja,” ucap Bianca merespon perkataan Bening.
“Sayang!” Skala yang duduk di sebelahnya terkejut bukan kepalang.
“Dan jangan harap kamu bisa kabur lagi kali ini,” ancam Bianca dengan muka masam.
“Me-me-menikah tante? Tidak aku tidak bisa!” Bening menoleh ke arah orangtuanya, berharap Arkan atau Rea bisa membantunya keluar dari masalah ini.
“Sebenarnya aku tidak menyukai Rain, ada pria lain yang aku cintai,” ucap Bening menyadari bahwa orangtuanya tidak ada yang tergerak untuk membantunya berbicara.
“Apa?” kening Rea nampak berkerut tipis, siapa pria yang dicintai Bening sementara selama ini saja putri kesayangannya itu tidak pernah terlihat berkencan atau mengenalkan pria kepadanya.
“Maksudmu?” Bianca terlihat begitu emosi. “Kamu tahu, gara-gara kamu kabur kemarin, orang-orang berpikir kalau anakku itu gay.”
Bening cengo. Ia ingin tertawa terbahak-bahak tapi sadar sekarang bukanlah saat yang tepat. Hingga untuk memperkuat ucapannya gadis itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam tas dan meletakkannya ke atas meja.
“Saya tidak bisa menikah dengan Rain karena ini.”
Pandangan semua orang langsung terfokus ke benda yang diletakkan Bening, terutama Bianca yang langsung berdiri dan menyambarnya.
“Tespek? Apa kamu hamil?”Bianca melotot tak percaya setelah meraih tespek yang dikeluarkan Bening. Begitu juga dengan Rea yang langsung berdiri dan menyambar benda itu dari tangannya.
“Be apa ini? ini tespek siapa?” tanya Rea melihat dua buah garis merah muda di permukaan alat tes kehamilan itu yang menyatakan bahwa si penggunanya sedang mengandung.
“Tespekku,” jawab Bening ragu-ragu.
“Siapa yang menghamilimu?” Rea murka dan memukul punggung putrinya berkali-kali. Suasana begitu mencekam, hujan turun semakin deras dan sebuah kenyataan membuat dua pasang suami istri itu hanya bisa memijat kening mereka.
“Sepertinya memang Rain dan Bening tidak berjodoh,” ucap Bianca pada akhirnya. Ia merasa tidak mungkin menikahkan putranya dengan gadis yang sedang hamil.
“Lebih baik kita tidak usah membahas pernikahan atau pun perjodohan lagi,” tegas Bianca.
Semua orang terdiam membisu dan Rea benar-benar merasa kecewa kepada putri kesayangannya.
Sementara itu, Bening yang sejak tadi menunduk diam langsung mendongak ke arah Bianca Ia sengaja memasang mimik terkejut, bahkan berpura-pura menyesal dan sedih. Padahal ini lah yang memang dia harapkan. Bening tertawa lega di dalam hati. Kini dia yakin bahwa Bianca pasti akan sangat membencinya dan menganggapnya bukan gadis baik-baik. Wanita itu cerdas, jika dibanding Embun yang pernah dicap jelek sebagai anak pemerkosa, bukankah sekarang lebih baik Embun ketimbang dirinya? Ya, Setidaknya Embun tidak tahu akan dilahirkan oleh siapa dan dengan cara bagaimana, sedangkan dia jelas-jelas melakukan perbuatan tercela dengan berhubungan di luar nikah.
“Re, sepertinya kita tidak bisa berbesan, lebih baik kamu nikahkan Bening dengan pria yang menghamilinya,” ucap Bianca.
Rea hanya terdiam, mimpi apa dia semalam. Mungkinkah semua ini adalah karma yang harus dia terima dari perbuatan di masa lalunya. Rea terduduk lemas, dia tidak punya tenaga lagi untuk marah. Putrinya yang dia pikir bisa menjaga diri dengan baik ternyata berbuat hal tidak bermoral.
“Sebaiknya kita pulang,” ucap Rea yang langsung berdiri dan pergi tanpa berpamitan.
Bening sejatinya sedih melihat sang mama kecewa seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, dia berjanji kelak akan mengatakan semuanya ke Rea, tapi nanti saat waktunya sudah tepat, setidaknya ketika Embun sudah resmi menjadi istri Rain.
***
“Siapa pria yang menghamilimu itu, katakan pada Papa!”
Arkan langsung bertanya bahkan membentak Bening, padahal sebagai seorang ayah dan suami hampir tidak pernah sekalipun dirinya marah. Arkan adalah sosok pria paling penyabar yang pernah Rea dan Bening kenal di dalam hidup mereka.
“Di-di-dia … “ Bening terbata, bingung harus bagaimana. Ia berpikir setidaknya harus bertemu dan berbicara dulu pada cowok bernama Glass itu sebelum menjawab pertanyaan papanya.
“Jangan bilang kamu lupa hamil dengan siapa!” Rea melotot tak percaya, bahkan mendekat dan mencengkeram kedua sisi lengan putrinya. “Katakan Be kalau semua ini hanya bohong!”
Bening gemetaran, dia merasa sangat bersalah melihat sang mama meneteskan air mata, tapi mau bagaimana lagi. Apa yang dia lakukan ini sudah menjadi pilihannya sendiri.
“Jangan bilang kamu selama ini diam-diam melakoni pergaulan bebas,” bentak Rea lagi.
“Tidak Ma, aku tidak seburuk itu.” Bening memejamkan mata menyadari bahwa ucapannya salah, menyebut tidak seburuk itu sama halnya dia membenarkan perbuatan seks bebas. “Aku tahu aku hamil dengan siapa, aku berjanji akan membawa pria itu segera untuk menemui Mama dan Papa.”
“Putra siapa dia? Dari keluarga mana? apa Mama mengenalnya?” tanya Rea lagi.
Bening menggeleng,” Dia bukan putra dari keluarga kaya, dia orang biasa, kami tanpa sengaja bertemu di klub malam.”
“Bening!” bentak Rea murka, dia pukul lengan putrinya berkali-kali.”Jangan bilang kamu hamil dengan seorang pria bayaran.” Rea histeris sampai Arkan harus menenangkan dengan cara memeluk pinggangnya.
“Hentikan! Memukuli putrimu sendiri tidak akan menyelesaikan masalah,” bujuk Arkan.
“Dia bukan pria bayaran!” bantah Bening. “Aku yakin dia pria baik-baik.”
“Pria baik mana yang bertemu di klub lalu menghamili anak orang?” Rea yang sudah berada dalam pelukan Arkan terlihat masih ingin meluapkan emosinya.
“Dia tidak menghamiliku, kami melakukannya dengan sadar.” Kalimat itu meluncur dengan sendirinya dari bibir Bening, sampai dia membulatkan mata karena tidak sadar dengan apa yang baru saja diucapkan.
“Mama sepertinya salah mendidikmu, bagaimana bisa kamu dengan sadar berhubungan badan dengan pria yang baru kamu temui, dan tidak merasa salah sama sekali, Be!” Rea melemah, dia hampir merosot jatuh ke lantai jika Arkan tidak menopangnya.
🍷Selamat Membaca🍷Seperti yang Glass bilang, setibanya kembali dari Jogja dia langsung menemui Gama untuk membujuk pria itu mengunduh aplikasi yang dia lihat iklannya tempo hari. Glass sesekali melirik Bening yang bercanda dengan Maha dan Olla. Wanitanya itu datang membawakan oleh-oleh sekaligus ingin melepas rindu.“Kenapa? jika aku mau aku pasti akan mengunduhnya, Aplikasi itu sudah ada saat umurku masih belasan tahun.” Gama mengembalikan ponsel milik Glass ke atas meja dan mendorongnya ke arah lawan bicaranya itu pelan.“Bening juga sudah bercerita, aplikasi itu pernah ada, lalu hilang dan sekarang muncul lagi dengan fitur yang lebih canggih, ayolah! Carikan Maha ibu, jangan sampai dia menjadi pebinor di antara aku dan Bening.” Glass tetap pada pendiriannya, dia ingin Maha jauh-jauh dari istrinya.“Ya Tuhan Glass, bagaimana bisa kamu berpikir bocah sekecil itu menjadi perebut laki orang.” Gama geleng-geleng kepala. Ia menyesap kopi yang sudah agak dingin karena mereka keasyikan
🍷Selamat Membaca🍷Sudah lebih dari setengah jam, tapi Glass masih belum juga masuk kamar, entah pria itu sudah kembali dari warung atau masih berada di dalam kamar mandi, yang jelas Bening uring-uringan dan memilih untuk tidak keluar kamar. Ia berbaring di ranjang lalu bangun, berbaring lagi lalu bangun lagi. Gelisah sendiri seperti wanita yang tak pernah dijatah suami. Bening yang dongkol pun sampai menggigiti kuku jarinya sendiri karena terlalu gemas. Ia meremas sprei ranjang dan langsung berdiri saat Glass akhirnya masuk ke dalam kamar.“Sudah selesai?” ketus Bening, dia menyindir tapi yang disindir tidak peka juga.“Sudah,” jawab Glass dengan santai. “Kamu nggak mau makan sate kambing, enak lho,” imbuhnya dengan nada santai tak merasa bersalah sama sekali.Bening semakin emosi jiwa, melihat dari rambut Glass yang masih basah dan tidak ada aroma kambing yang menguar saat pria itu berbicara, dia sudah bisa menerka bahwa Glass pasti makan dulu setelah dari warung baru setelahnya ma
🍷Selamat Membaca🍷“Permisi, maaf!”Mendengar suara yang begitu sangat dia kenali, Bening pun menoleh. Ia kaget sekaligus bahagia. Ingin rasanya dia mencecar Glass dengan banyak pertanyaan. Namun, rasa penasarannya itu harus dia tahan dulu saat pramugari mendekat dan meminta Glass untuk segera duduk. Bening terus menatap heran Glass, dia bahkan memastikan dirinya tak salah lihat, suaminya itu bahkan tidak membawa koper. Glass tersenyum, dia terus memperhatikan Bening dan tak mendengarkan penjelasan dari pramugari sebelum pesawat take off. Pria itu pun duduk lurus ke depan saat pesawat hendak mengudara, setelah memastikan burung besi itu berada di atas awan, baru lah Glass menoleh. Ia tersenyum manis mendapati sang istri sudah memperhatikannya.“Glass, jangan bilang kamu berlari ke sini dan tidak membawa apa-apa.”Glass menggeleng, alih-alih memberi jawaban ke sang istri pria itu malah balik melempar pertanyaan perihal Bening yang naik pesawat, apakah sudah berkonsultasi dengan dokter
🍷Selamat Membaca🍷Bening menelepon dokter Andit, menanyakan apakah dia bisa melakukan konsultasi dadakan hari itu. Ia ingin pergi ke suatu tempat dan harus memakai pesawat. Bening pun semringah saat sang dokter memintanya datang. Tidak perlu membuat janji jika dia pasti akan dilayani dengan senang hati oleh sang dokter.Tak ingin menunggu lama, Bening pun mengemasi barang pribadinya. Wanita itu berpesan pada Zahra untuk membatalkan beberapa agendanya tiga hari ke depan karena dia ingin pergi jalan-jalan.“Anda mau ke mana?” Zahra berdiri dari kursi karena terlalu kaget. Tidak biasanya Bening seperti ini. Atasannya itu selalu merencanakan apa yang akan dia lakukan. Membatalkan agenda jelas bukan gaya wanita itu.“Aku ingin berlibur, ke Jogja? Apa mau kubawakan bakpia? Atau gudeg?” tanya Bening dengan wajah semringah. Ia melambaikan tangan ke Zahra dan berjanji akan membawakan Amar - putra wanita itu batik.“Wah … apa ada masalah? kenapa tiba-tiba ingin pergi?” gumam Zahra.__Bening
🍷Selamat Membaca🍷“Mereka pasti akan bahagia karena daddy mau menjenguk.” Bening mengedipkan mata, malu juga dia sebenarnya bertingkah agresif seperti ini, tapi apa mau dikata terkadang keinginan harus diungkapkan agar tidak menjadi penyakit di dalam hati.“Mereka yang bahagia, atau Mommy-nya yang bahagia.” Glass menyentuhkan hidungnya ke hidung Bening. Wanitanya itu tersenyum malu-malu layaknya anak perawan yang baru saja merasakan cinta.“Kalau itu tidak perlu ditanyakan lagi Glass, aku bahagia kamu pun juga pasti bahagia.” Bening melingkarkan tangan ke leher suami berondongnya. Ia memang sangat merindukan sentuhan Glass, sentuhan yang membuatnya mabuk kepayang dan merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia.“Aku akan melakukannya dengan lembut, aku tidak ingin membuat calon anak kita terganggu.”Kalimat Glass membuat Bening seolah mendapat durian runtuh, wanita itu mengangguk berkali-kali. Ia bahkan memejamkan matanya malu, saat jemari Glass mulai bergerak lincah menyentuh p
🍷Selamat Membaca🍷“Ah bocah itu, bisa saja dia mencari akal untuk membuatmu kasihan.”Glass membuang muka, entah kenapa dia yang sudah sebesar itu bisa merasa kesal dan cemburu ke anak kecil seperti Maha. Bening pun hanya bisa meliriknya dengan tatapan memelas. Hati kecilnya tidak bisa menolak permintaan Gama tadi. Mungkin karena dia juga akan menjadi seorang ibu, jadi dia lebih perasa.Dengan setengah hati, Glass memutar kemudi menuju rumah Gama. Ia juga ingin memastikan sendiri bagaimana kondisi Maha yang dia juluki sebagai pebinor cilik itu. Namun, belum juga melancarkan aksi Bening sudah menasehatinya sepanjang jalan. Glass diminta untuk tidak mengeluarkan kata yang bisa menyakiti hati Maha.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Gama. Rumah itu memang tak terlalu besar, berlantai dua dan memiliki halaman yang lumayan luas. Sesaat setelah turun dari mobil, Gama langsung berlari sendiri membukakan pintu gerbang. Pembantunya masih sibuk membujuk Maha untuk makan di
🍷Selamat Membaca🍷“Glass bangun! kita harus menjemput Mama Vero.”Bening menggoyangkan tubuh suaminya. Ia bahkan sengaja menempelkan rambutnya yang masih basah ke pipi Glass. Bibirnya tersenyum mendapati wajah damai Glass yang begitu sangat tampan dan rupawan. Tak sabar rasanya dia untuk mengetahui jenis kelamin bayi kembarnya. Jika laki-laki sudah pasti akan setampan pria yang susah dibangunkannya ini.“Glacio, sayang! Kamu berjanji menjemput Mama Vero.”Bening memindai wajah Glass, dia bahkan mengetuk hidung bangir pria itu dan memberikan sebuah kecupan di kening.“Hei … bangun!”Bukannya segera membuka mata, Glass malah tersenyum. Ia merengkuh pinggang sang istri lantas membantingnya ke ranjang. Terang saja Bening pun melebarkan netranya. Glass yang masih tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan malah tersenyum, tapi beberapa detik kemudian seketika melebarkan bola mata. Wajahnya berubah cemas. Ia bahkan langsung berdiri.“Be, apa ada yang sakit? ah … aku benar-benar bod
🍷Selamat Membaca🍷“Jangan sembarangan Glass.”Embun tidak terima dengan tuduhan sang ipar ke sepupu suaminya. Ia mengenal Gama bahkan dulu saat masih duduk di bangku SMA, pria itu pernah menyatakan cinta padanya. Gama pria normal, hanya saja terlalu tertutup dengan kehidupan pribadi.“Aku yakin anak itu dia ambil hanya untuk menutupi kelainannya,” ucap Glass lagi.“Sayang!” Bening mendelik, dia menggeleng meminta suaminya untuk tidak berprasangka buruk terhadap Gama. Ia pun memilih mendekat ke arah Maha dan membuat Glass semakin heran.“Dasar anak itu!” gerutunya. Setelah itu Glass duduk di meja yang tak jauh dari sana untuk kembali bekerja. Meski Bening memintanya pergi ke kantor, tapi pria itu menolak dengan alasan ingin memantau perkembangan kesehatan sang istri. Kini ada Maha yang datang membuat Glass semakin tidak ingin jauh dari Bening.Serius? dia cemburu dengan seorang anak berumur lima setengah tahun dan dianggapnya pebinor.Mata Glass sesekali melirik Bening yang membelai
🍷Selamat Membaca🍷“Aku mau jeruk, Sa … yang.”Bening ragu meminta buah itu ke Glass, sudah seharian dia menginap di rumah sakit padahal bisa saja dia pulang setelah perutnya tidak melilit lagi semalam, tapi mau bagaimana lagi suami berondongnya itu sangat ketakutan hingga tidak memperbolehkannya pulang sebelum benar-benar pulih.“Apa kamu mau makan yang asam-asam? Tidak sayangkah kamu pada perutmu dan dua mahkluk yang sedang bertumbuh di dalam sana?”Bening menelan saliva, dia hanya bisa diam dan bergumam dalam hati, awas saja jika nanti anaknya ileran, dia akan selalu mengingat hari ini. Hari di mana daddy mereka tidak memberikan buah bundar berwarna orange yang menggiurkan itu.Rea yang datang untuk melihat kondisi sang putri pun hanya bisa menahan tawa, dia cukup bahagia melihat bagaimana cara Glass memperlakukan Bening. Ia yakin umur hanyalah angka, Glass yang seperti itu membuatnya yakin bahwa pria itu bisa menjaga keluarga kecil mereka nanti.“Mama pulang dulu, kabari jika kal