Share

Bab 4

Malam itu, Bening dan orangtuanya sepakat datang ke rumah keluarga Rain. Mereka ingin menjelaskan sekaligus meminta maaf karena tingkah Bening yang tidak bertanggungjawab kabur dari pertunangannya. Seperti tahu bagaimana gamangnya hati Bening, hujan deras turun malam itu. Duduk di kursi belakang, Bening mendesau sambil menyandarkan punggungnya, dia membuat papa dan mamanya saling pandang.

“Mama mohon jaga sikapmu di depan orangtua Rain, kita harus membicarakan masalah ini baik-baik. Jangan semakin membuat Mama malu,” ucap Rea tanpa menoleh Bening.

Beberapa menit kemudian mereka sampai di kediaman Bianca dan Skala yang tak lain adalah orangtua Rain. Bening merasa sedikit horor karena disambut dengan tatapan dingin dan sorot mata kecewa dari Bianca.

“Tante!” panggilnya, Bening mendekat dan menyalami wanita itu. Bianca bersikap biasa, tidak ada penolakan sama sekali darinya saat gadis itu menyentuh tangannya.

“Tante, Om! Aku mau minta maaf karena sudah membuat malu dan mengacaukan acara pertunanganku dan Rain,” ucap Bening saat mereka sudah duduk di sofa.

Mendapati rasa penyesalan dari Bening yang nampaknya begitu dalam, jujur Bianca sedikit tersentuh, tapi entah kenapa dia tidak mau menatap Bening seolah masih ada sisa kemarahan yang terpendam.

“Kalau begitu lebih baik kalian langsung menikah saja,” ucap Bianca merespon perkataan Bening.

“Sayang!” Skala yang duduk di sebelahnya terkejut bukan kepalang.

“Dan jangan harap kamu bisa kabur lagi kali ini,” ancam Bianca dengan muka masam.

“Me-me-menikah tante? Tidak aku tidak bisa!” Bening menoleh ke arah orangtuanya, berharap Arkan atau Rea bisa membantunya keluar dari masalah ini.

“Sebenarnya aku tidak menyukai Rain, ada pria lain yang aku cintai,” ucap Bening menyadari bahwa orangtuanya tidak ada yang tergerak untuk membantunya berbicara.

“Apa?” kening Rea nampak berkerut tipis, siapa pria yang dicintai Bening sementara selama ini saja putri kesayangannya itu tidak pernah terlihat berkencan atau mengenalkan pria kepadanya.

“Maksudmu?” Bianca terlihat begitu emosi. “Kamu tahu, gara-gara kamu kabur kemarin, orang-orang berpikir kalau anakku itu gay.”

Bening cengo. Ia ingin tertawa terbahak-bahak tapi sadar sekarang bukanlah saat yang tepat. Hingga untuk memperkuat ucapannya gadis itu mengeluarkan sebuah benda dari dalam tas dan meletakkannya ke atas meja.

“Saya tidak bisa menikah dengan Rain karena ini.”

Pandangan semua orang langsung terfokus ke benda yang diletakkan Bening, terutama Bianca yang langsung berdiri dan menyambarnya.

“Tespek? Apa kamu hamil?”

Bianca melotot tak percaya setelah meraih tespek yang dikeluarkan Bening. Begitu juga dengan Rea yang langsung berdiri dan menyambar benda itu dari tangannya.

“Be apa ini? ini tespek siapa?” tanya Rea melihat dua buah garis merah muda di permukaan alat tes kehamilan itu yang menyatakan bahwa si penggunanya sedang mengandung.

“Tespekku,” jawab Bening ragu-ragu.

“Siapa yang menghamilimu?” Rea murka dan memukul punggung putrinya berkali-kali. Suasana begitu mencekam, hujan turun semakin deras dan sebuah kenyataan membuat dua pasang suami istri itu hanya bisa memijat kening mereka.

“Sepertinya memang Rain dan Bening tidak berjodoh,” ucap Bianca pada akhirnya. Ia merasa tidak mungkin menikahkan putranya dengan gadis yang sedang hamil.

“Lebih baik kita tidak usah membahas pernikahan atau pun perjodohan lagi,” tegas Bianca.

Semua orang terdiam membisu dan Rea benar-benar merasa kecewa kepada putri kesayangannya.

Sementara itu, Bening yang sejak tadi menunduk diam langsung mendongak ke arah Bianca Ia sengaja memasang mimik terkejut, bahkan berpura-pura menyesal dan sedih. Padahal ini lah yang memang dia harapkan. Bening tertawa lega di dalam hati. Kini dia yakin bahwa Bianca pasti akan sangat membencinya dan menganggapnya bukan gadis baik-baik. Wanita itu cerdas, jika dibanding Embun yang pernah dicap jelek sebagai anak pemerkosa, bukankah sekarang lebih baik Embun ketimbang dirinya? Ya, Setidaknya Embun tidak tahu akan dilahirkan oleh siapa dan dengan cara bagaimana, sedangkan dia jelas-jelas melakukan perbuatan tercela dengan berhubungan di luar nikah.

“Re, sepertinya kita tidak bisa berbesan, lebih baik kamu nikahkan Bening dengan pria yang menghamilinya,” ucap Bianca.

Rea hanya terdiam, mimpi apa dia semalam. Mungkinkah semua ini adalah karma yang harus dia terima dari perbuatan di masa lalunya. Rea terduduk lemas, dia tidak punya tenaga lagi untuk marah. Putrinya yang dia pikir bisa menjaga diri dengan baik ternyata berbuat hal tidak bermoral.

“Sebaiknya kita pulang,” ucap Rea yang langsung berdiri dan pergi tanpa berpamitan.

Bening sejatinya sedih melihat sang mama kecewa seperti itu, tapi mau bagaimana lagi, dia berjanji kelak akan mengatakan semuanya ke Rea, tapi nanti saat waktunya sudah tepat, setidaknya ketika Embun sudah resmi menjadi istri Rain.

***

“Siapa pria yang menghamilimu itu, katakan pada Papa!”

Arkan langsung bertanya bahkan membentak Bening, padahal sebagai seorang ayah dan suami hampir tidak pernah sekalipun dirinya marah. Arkan adalah sosok pria paling penyabar yang pernah Rea dan Bening kenal di dalam hidup mereka.

“Di-di-dia … “ Bening terbata, bingung harus bagaimana. Ia berpikir setidaknya harus bertemu dan berbicara dulu pada cowok bernama Glass itu sebelum menjawab pertanyaan papanya.

“Jangan bilang kamu lupa hamil dengan siapa!” Rea melotot tak percaya, bahkan mendekat dan mencengkeram kedua sisi lengan putrinya. “Katakan Be kalau semua ini hanya bohong!”

Bening gemetaran, dia merasa sangat bersalah melihat sang mama meneteskan air mata, tapi mau bagaimana lagi. Apa yang dia lakukan ini sudah menjadi pilihannya sendiri.

“Jangan bilang kamu selama ini diam-diam melakoni pergaulan bebas,” bentak Rea lagi.

“Tidak Ma, aku tidak seburuk itu.” Bening memejamkan mata menyadari bahwa ucapannya salah, menyebut tidak seburuk itu sama halnya dia membenarkan perbuatan seks bebas. “Aku tahu aku hamil dengan siapa, aku berjanji akan membawa pria itu segera untuk menemui Mama dan Papa.”

“Putra siapa dia? Dari keluarga mana? apa Mama mengenalnya?” tanya Rea lagi.

Bening menggeleng,” Dia bukan putra dari keluarga kaya, dia orang biasa, kami tanpa sengaja bertemu di klub malam.”

“Bening!” bentak Rea murka, dia pukul lengan putrinya berkali-kali.”Jangan bilang kamu hamil dengan seorang pria bayaran.” Rea histeris sampai Arkan harus menenangkan dengan cara memeluk pinggangnya.

“Hentikan! Memukuli putrimu sendiri tidak akan menyelesaikan masalah,” bujuk Arkan.

“Dia bukan pria bayaran!” bantah Bening. “Aku yakin dia pria baik-baik.”

“Pria baik mana yang bertemu di klub lalu menghamili anak orang?” Rea yang sudah berada dalam pelukan Arkan terlihat masih ingin meluapkan emosinya.

“Dia tidak menghamiliku, kami melakukannya dengan sadar.” Kalimat itu meluncur dengan sendirinya dari bibir Bening, sampai dia membulatkan mata karena tidak sadar dengan apa yang baru saja diucapkan.

“Mama sepertinya salah mendidikmu, bagaimana bisa kamu dengan sadar berhubungan badan dengan pria yang baru kamu temui, dan tidak merasa salah sama sekali, Be!” Rea melemah, dia hampir merosot jatuh ke lantai jika Arkan tidak menopangnya.

Comments (6)
goodnovel comment avatar
zaza zaza
makin seru
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
semua be lakukan agar embun bisa sama rain ma
goodnovel comment avatar
Kikiw
gempar dah gara2 lo Be
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status