Bening mengetuk-ngetuk meja kerjanya, apa yang ditakutkannya benar terjadi. Mamanya berkata bahwa jika dia mau meminta maaf dan menjelaskan alasannya kabur dari pertunangan ke keluarga Rain, maka pertunangan itu bisa dilanjutkan.
Memijat kening, meski masih memiliki sedikit perasaan ke Rain tapi Bening tidak yakin pria itu akan mau menerimanya, dia tidak ingin sampai menikah dan hidup seperti berada di dalam neraka karena memiliki suami yang tidak mencintainya.
Menghela napas panjag, Bening memilih untuk keluar menuju rooftop gedung kantornya. Di sana dia berdiri sambil bersedekap dada, membiarkan angin meniup rambut panjangnya yang tergerai. Bening kembali mengingat pertemuannya dengan Embun sang saudara kembar yang sudah kembali ke Indonesia.
Enam tahun yang lalu, Embun keluar dari sekolah yang sama dengannya dan pergi tanpa berpamitan pada orang-orang, termasuk pria bernama Rain yang merupakan pacar Embun pada saat itu.
Semua ini gara-gara Bening, hanya karena cemburu Rain lebih memilih sang saudara dia sampai kehilangan akal dan dengan tega berkata tak sudi memiliki saudara seperti Embun. Bahkan parahnya dia berkata Embun tidak seharusnya lahir karena merupakan anak hasil dari pemerkosaan. Ya, mereka memang kembar tapi memiliki ayah yang berbeda. Kejadian langka tiga belas ribu banding satu ini disebut superfekundasi heteropaternal. Setelah dewasa Bening baru sadar bahwa ini adalah berkah, seharusnya dia menyayangi Embun, bukan memusuhinya seperti itu.
Selama Enam tahun Bening tidak bisa tenang, hatinya diliputi rasa bersalah dan sesal yang teramat dalam. Laki-laki seperti Rain bisa dia cari, mungkin dia malah bisa mendapat yang lebih dari pria itu. Namun, saudara kandung yang bisa saling menyayangi dengan tulus, ke mana dia bisa mencarinya? Dia dan Embun ditakdirkan saling menjaga sejak dalam kandungan. Sekarang demi membalas kesalahannya ke sang saudara, Bening berjanji akan melakukan apa pun asal Embun bahagia.
Masih teringat jelas oleh Bening bagaimana dinginnya sikap Embun di awal-awal pertemuan mereka kembali. Beruntung, hati Embun kini sudah melunak. Bening yakin, saudaranya itu bisa merasakan ketulusan yang dia berikan. Lagi pula jelas Rain dan Embun masih saling menyukai, dia tidak ingin merusak sesuatu, terlebih Embun pernah berkata tidak akan berebut sesuatu dengannya yang jelas-jelas tidak pernah dia miliki.
“Dasar Bubu!” Bening tertawa sendiri, dia menduga bahwa Embun pasti lega karena pertunangannya dan Rain gagal. “Aku hanya bisa membantu sebisaku, lakukan sisanya!” mengembuskan nafas, Bening memutar tumit untuk pergi dari sana.
Namun, saat melewati pantry yang ada di kantornya, samar dia mendengar seseorang mengucapkan selamat pada Zahra-sekretarisnya.
“Wah … selamat ya Ra garis dua.”“Senangnya baru saja menikah langsung diberi momongan.”
Bening mengintip, melihat sesuatu di tangan staff yang memberikan selamat ke Zahra. Ia pun penasaran dan memberanikan diri bertanya pada Zahra, saat sekretarisnya itu kembali ke tempatnya.
“Apa kamu hamil?”
“Ah … iya itu Bu, sudah lima minggu,” jawab Zahra sungkan. Mungkin karena mereka sebaya dan Bening belum menikah.“Selamat ya! aku senang mendengarnya. Semoga kamu dan calon bayimu sehat selalu.”
Mata Bening melirik tespek bergaris dua di dekat personal computer meja Zahra. Pikiran licik kembali terlintas di dalam otak Bening, hingga dia berpura-pura meminta sesuatu. “Ra, bisa kamu buatkan aku kopi? Maaf tapi kopi buatanmu selalu enak, aku tidak bisa mendapatkan cita rasa seperti itu saat membuatnya sendiri.”
Mendengar perintah dari sang atasan, Zahra langsung berdiri. Ia meminta Bening menunggu di ruangannya sedangkan dia akan ke pantry untuk membuatkan kopi. Dan di saat punggung Zahra tidak nampak lagi, Bening mengambil tespek itu dari meja dan menggenggamnya. Ia gemetaran karena baru pertama kali dalam hidupnya mencuri, terlebih yang dia curi adalah tespek bekas.
Langsung memasukkan tespek itu ke dalam tasnya. Bening berencana berpura-pura hamil agar pertunangannya dan Rain benar-benar tinggal kenangan. “Aku harus melakukan ini! harus.”
🥛🥛🥛
Sementara itu Glass nampak kesal ke teman-temannya. Di kantin kampusnya dia mencoba meminta penjelasan. Terlebih pada Dimas yang sejak tadi menatapnya dengan mimik wajah ketakutan. Teman yang begitu dia percaya malah menjualnya ke wanita gatal.
“Kami semua pulang lebih dulu dan hanya kamu dan Dimas yang masih berada di sana.”
Glass menatap tajam Dimas, dia tidak perlu bertanya karena temannya itu langsung memberikan alasan.
“Aku ke toilet Glass, aku meninggalkanmu di kursi karena tidak mungkin aku buang air sambil memapah atau menggendongmu, tapi saat kembali kamu sudah tidak ada. Aku bingung mencari-carimu tapi tidak ketemu,” jawab Dimas panjang lebar, berharap bahwa Glass tidak akan bertanya lagi. “Kenapa? apa seuatu yang buruk terjadi?”
Glass terdiam, tidak mungkin juga dia bercerita bahwa sudah tidur dengan wanita asing ke teman-temannya. Cowok itu menggeleng sebelum berucap, “Aku pulang bersama kakakku, kebetulan dia juga berada di klub.”
Dimas merasa lega, bersyukur bahwa Glass tidak mencurigainya. Ia terpaksa ingin menjual temannya sendiri karena terdesak kebutuhan. Di antara teman-temannya yang lain memang hanya dia dan Glass lah yang berasal dari keluarga biasa.
“Dua hari lagi akan ada turnamen basket lagi, lumayan hadiah juara satunya uang tunai lima juta.”
“Glass kita ikut ‘kan?” tanya Bayu salah seorang teman Glass. Ia bahkan harus mengguncang pundak karena Glass terlihat melamun.
“Ya … tentu saja kita harus ikut,” jawab Glass mengiyakan ajakan temannya. Mereka sadar bahwa Glass adalah bintang. Setiap kali tim basket mereka bermain, pasti akan banyak yang menonton. Ini karena daya tarik yang dimiliki oleh seorang Ananda Glassio. Wajahnya yang sangat tampan, bentuk badan proporsional membuat banyak gadis-gadis menggilainya.
“Sekarang kita bagi uang hadiah dari pertandingan kemarin, ini sudah aku potong dengan biaya makan dan minum-minum di klub kemarin,” ucap Bayu.
“Kenapa tinggal lima puluh ribu?” tanya temannya yang lain.
“Heh … apa kamu pura-pura bodoh? minuman yang kita minum di sana mahal bro, sepering kentang saja harganya tiga puluh delapan ribu belum pajak.”
Glass sama sekali tak menyahut, sejak tadi dia masih terdiam menatap Dimas. Memikirkan kemungkinan bahwa temannya itu sengaja meninggalkannya. “Jika sampai benar kamu melakukan itu, aku tidak akan memafkanmu,” gumamnya di dalam hati.
***
Bening menggerakkan ke kanan dan ke kiri kursi kerjanya. Gadis itu diam-diam meminta seseorang menyelidiki dan mencari tahu tentang Glass secara rinci. Ia tersenyum melihat surat elektronik yang masuk dan terpampang pada layar laptopnya berisi biodata lengkap cowok itu.“Ternyata kamu seorang pebasket, pantas badanmu bagus.”
Setelah mengucapkan itu Bening melotot, dia merutuki dirinya sendiri yang seperti orang bodoh. “Ayolah Be, dia itu berondong. Bukankah pangeran impianmu itu dewasa dan pengertian? Rain saja kamu coret sejak lama. Apa lagi bocah ini.”
Pundak Bening mengedik berkali-kali, hingga dia menggigit bibir bawahnya dan kembali bergumam. “Maaf, sepertinya aku akan memanfaatkanmu, tapi tenang saja aku akan memberimu banyak uang dan kemewahan.”
🍷Selamat Membaca🍷Seperti yang Glass bilang, setibanya kembali dari Jogja dia langsung menemui Gama untuk membujuk pria itu mengunduh aplikasi yang dia lihat iklannya tempo hari. Glass sesekali melirik Bening yang bercanda dengan Maha dan Olla. Wanitanya itu datang membawakan oleh-oleh sekaligus ingin melepas rindu.“Kenapa? jika aku mau aku pasti akan mengunduhnya, Aplikasi itu sudah ada saat umurku masih belasan tahun.” Gama mengembalikan ponsel milik Glass ke atas meja dan mendorongnya ke arah lawan bicaranya itu pelan.“Bening juga sudah bercerita, aplikasi itu pernah ada, lalu hilang dan sekarang muncul lagi dengan fitur yang lebih canggih, ayolah! Carikan Maha ibu, jangan sampai dia menjadi pebinor di antara aku dan Bening.” Glass tetap pada pendiriannya, dia ingin Maha jauh-jauh dari istrinya.“Ya Tuhan Glass, bagaimana bisa kamu berpikir bocah sekecil itu menjadi perebut laki orang.” Gama geleng-geleng kepala. Ia menyesap kopi yang sudah agak dingin karena mereka keasyikan
🍷Selamat Membaca🍷Sudah lebih dari setengah jam, tapi Glass masih belum juga masuk kamar, entah pria itu sudah kembali dari warung atau masih berada di dalam kamar mandi, yang jelas Bening uring-uringan dan memilih untuk tidak keluar kamar. Ia berbaring di ranjang lalu bangun, berbaring lagi lalu bangun lagi. Gelisah sendiri seperti wanita yang tak pernah dijatah suami. Bening yang dongkol pun sampai menggigiti kuku jarinya sendiri karena terlalu gemas. Ia meremas sprei ranjang dan langsung berdiri saat Glass akhirnya masuk ke dalam kamar.“Sudah selesai?” ketus Bening, dia menyindir tapi yang disindir tidak peka juga.“Sudah,” jawab Glass dengan santai. “Kamu nggak mau makan sate kambing, enak lho,” imbuhnya dengan nada santai tak merasa bersalah sama sekali.Bening semakin emosi jiwa, melihat dari rambut Glass yang masih basah dan tidak ada aroma kambing yang menguar saat pria itu berbicara, dia sudah bisa menerka bahwa Glass pasti makan dulu setelah dari warung baru setelahnya ma
🍷Selamat Membaca🍷“Permisi, maaf!”Mendengar suara yang begitu sangat dia kenali, Bening pun menoleh. Ia kaget sekaligus bahagia. Ingin rasanya dia mencecar Glass dengan banyak pertanyaan. Namun, rasa penasarannya itu harus dia tahan dulu saat pramugari mendekat dan meminta Glass untuk segera duduk. Bening terus menatap heran Glass, dia bahkan memastikan dirinya tak salah lihat, suaminya itu bahkan tidak membawa koper. Glass tersenyum, dia terus memperhatikan Bening dan tak mendengarkan penjelasan dari pramugari sebelum pesawat take off. Pria itu pun duduk lurus ke depan saat pesawat hendak mengudara, setelah memastikan burung besi itu berada di atas awan, baru lah Glass menoleh. Ia tersenyum manis mendapati sang istri sudah memperhatikannya.“Glass, jangan bilang kamu berlari ke sini dan tidak membawa apa-apa.”Glass menggeleng, alih-alih memberi jawaban ke sang istri pria itu malah balik melempar pertanyaan perihal Bening yang naik pesawat, apakah sudah berkonsultasi dengan dokter
🍷Selamat Membaca🍷Bening menelepon dokter Andit, menanyakan apakah dia bisa melakukan konsultasi dadakan hari itu. Ia ingin pergi ke suatu tempat dan harus memakai pesawat. Bening pun semringah saat sang dokter memintanya datang. Tidak perlu membuat janji jika dia pasti akan dilayani dengan senang hati oleh sang dokter.Tak ingin menunggu lama, Bening pun mengemasi barang pribadinya. Wanita itu berpesan pada Zahra untuk membatalkan beberapa agendanya tiga hari ke depan karena dia ingin pergi jalan-jalan.“Anda mau ke mana?” Zahra berdiri dari kursi karena terlalu kaget. Tidak biasanya Bening seperti ini. Atasannya itu selalu merencanakan apa yang akan dia lakukan. Membatalkan agenda jelas bukan gaya wanita itu.“Aku ingin berlibur, ke Jogja? Apa mau kubawakan bakpia? Atau gudeg?” tanya Bening dengan wajah semringah. Ia melambaikan tangan ke Zahra dan berjanji akan membawakan Amar - putra wanita itu batik.“Wah … apa ada masalah? kenapa tiba-tiba ingin pergi?” gumam Zahra.__Bening
🍷Selamat Membaca🍷“Mereka pasti akan bahagia karena daddy mau menjenguk.” Bening mengedipkan mata, malu juga dia sebenarnya bertingkah agresif seperti ini, tapi apa mau dikata terkadang keinginan harus diungkapkan agar tidak menjadi penyakit di dalam hati.“Mereka yang bahagia, atau Mommy-nya yang bahagia.” Glass menyentuhkan hidungnya ke hidung Bening. Wanitanya itu tersenyum malu-malu layaknya anak perawan yang baru saja merasakan cinta.“Kalau itu tidak perlu ditanyakan lagi Glass, aku bahagia kamu pun juga pasti bahagia.” Bening melingkarkan tangan ke leher suami berondongnya. Ia memang sangat merindukan sentuhan Glass, sentuhan yang membuatnya mabuk kepayang dan merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia.“Aku akan melakukannya dengan lembut, aku tidak ingin membuat calon anak kita terganggu.”Kalimat Glass membuat Bening seolah mendapat durian runtuh, wanita itu mengangguk berkali-kali. Ia bahkan memejamkan matanya malu, saat jemari Glass mulai bergerak lincah menyentuh p
🍷Selamat Membaca🍷“Ah bocah itu, bisa saja dia mencari akal untuk membuatmu kasihan.”Glass membuang muka, entah kenapa dia yang sudah sebesar itu bisa merasa kesal dan cemburu ke anak kecil seperti Maha. Bening pun hanya bisa meliriknya dengan tatapan memelas. Hati kecilnya tidak bisa menolak permintaan Gama tadi. Mungkin karena dia juga akan menjadi seorang ibu, jadi dia lebih perasa.Dengan setengah hati, Glass memutar kemudi menuju rumah Gama. Ia juga ingin memastikan sendiri bagaimana kondisi Maha yang dia juluki sebagai pebinor cilik itu. Namun, belum juga melancarkan aksi Bening sudah menasehatinya sepanjang jalan. Glass diminta untuk tidak mengeluarkan kata yang bisa menyakiti hati Maha.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Gama. Rumah itu memang tak terlalu besar, berlantai dua dan memiliki halaman yang lumayan luas. Sesaat setelah turun dari mobil, Gama langsung berlari sendiri membukakan pintu gerbang. Pembantunya masih sibuk membujuk Maha untuk makan di
🍷Selamat Membaca🍷“Glass bangun! kita harus menjemput Mama Vero.”Bening menggoyangkan tubuh suaminya. Ia bahkan sengaja menempelkan rambutnya yang masih basah ke pipi Glass. Bibirnya tersenyum mendapati wajah damai Glass yang begitu sangat tampan dan rupawan. Tak sabar rasanya dia untuk mengetahui jenis kelamin bayi kembarnya. Jika laki-laki sudah pasti akan setampan pria yang susah dibangunkannya ini.“Glacio, sayang! Kamu berjanji menjemput Mama Vero.”Bening memindai wajah Glass, dia bahkan mengetuk hidung bangir pria itu dan memberikan sebuah kecupan di kening.“Hei … bangun!”Bukannya segera membuka mata, Glass malah tersenyum. Ia merengkuh pinggang sang istri lantas membantingnya ke ranjang. Terang saja Bening pun melebarkan netranya. Glass yang masih tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan malah tersenyum, tapi beberapa detik kemudian seketika melebarkan bola mata. Wajahnya berubah cemas. Ia bahkan langsung berdiri.“Be, apa ada yang sakit? ah … aku benar-benar bod
🍷Selamat Membaca🍷“Jangan sembarangan Glass.”Embun tidak terima dengan tuduhan sang ipar ke sepupu suaminya. Ia mengenal Gama bahkan dulu saat masih duduk di bangku SMA, pria itu pernah menyatakan cinta padanya. Gama pria normal, hanya saja terlalu tertutup dengan kehidupan pribadi.“Aku yakin anak itu dia ambil hanya untuk menutupi kelainannya,” ucap Glass lagi.“Sayang!” Bening mendelik, dia menggeleng meminta suaminya untuk tidak berprasangka buruk terhadap Gama. Ia pun memilih mendekat ke arah Maha dan membuat Glass semakin heran.“Dasar anak itu!” gerutunya. Setelah itu Glass duduk di meja yang tak jauh dari sana untuk kembali bekerja. Meski Bening memintanya pergi ke kantor, tapi pria itu menolak dengan alasan ingin memantau perkembangan kesehatan sang istri. Kini ada Maha yang datang membuat Glass semakin tidak ingin jauh dari Bening.Serius? dia cemburu dengan seorang anak berumur lima setengah tahun dan dianggapnya pebinor.Mata Glass sesekali melirik Bening yang membelai
🍷Selamat Membaca🍷“Aku mau jeruk, Sa … yang.”Bening ragu meminta buah itu ke Glass, sudah seharian dia menginap di rumah sakit padahal bisa saja dia pulang setelah perutnya tidak melilit lagi semalam, tapi mau bagaimana lagi suami berondongnya itu sangat ketakutan hingga tidak memperbolehkannya pulang sebelum benar-benar pulih.“Apa kamu mau makan yang asam-asam? Tidak sayangkah kamu pada perutmu dan dua mahkluk yang sedang bertumbuh di dalam sana?”Bening menelan saliva, dia hanya bisa diam dan bergumam dalam hati, awas saja jika nanti anaknya ileran, dia akan selalu mengingat hari ini. Hari di mana daddy mereka tidak memberikan buah bundar berwarna orange yang menggiurkan itu.Rea yang datang untuk melihat kondisi sang putri pun hanya bisa menahan tawa, dia cukup bahagia melihat bagaimana cara Glass memperlakukan Bening. Ia yakin umur hanyalah angka, Glass yang seperti itu membuatnya yakin bahwa pria itu bisa menjaga keluarga kecil mereka nanti.“Mama pulang dulu, kabari jika kal