Share

Bab 5

Merasa tidak nyaman berada di rumah setelah mendapat murka sang mama. Bening pun memilih untuk menghubungi sang saudara kembar. Ia mengirimkan pesan ke Embun di mana dia berada, dan memohon pada sang saudara agar mau menampungnya.

Setengah jam kemudian, Bening sampai di tempat Embun yang untuk sementara waktu tinggal di salah satu kamar hotel milik keluarganya. Bening mengetuk pintu, dan tak lama kepala Embun menyembul dari balik sana.

“Bu, aku boleh ya menginap di sini,” ucap Bening sesaat setelah pintu dibuka lebar. Embun pun mengangguk dan mempersilahkan. Sejatinya hubungan mereka masih sedikit dingin karena perselisihan di masa lalu. Namun, sepertinya baik Bening dan Embun sadar tidak ada gunanya bermusuhan, terlebih dengan saudara kandung sendiri. Mereka mulai mau membuka hati lagi.

Sementara, selain memang tidak nyaman berada di rumah setelah dimarahi, Bening sengaja datang untuk menjelaskan alasannya kabur dari pertunangannya dan Rain ke Embun agar saudaranya itu tahu.

“Apa ada masalah? untuk apa malam-malam ke sini?” tanya Embun.

“Bisa tidak kamu memberiku makan dulu? Aku lapar!”

Bening mengiba seolah dia tidak punya uang, padahal jelas lembaran di dompet dan di ATM nya tidak akan pernah habis, tapi untuk membuat Embun bersimpati. Ia sengaja tidak mampir makan sebelum datang ke sana.

Mendengar permintaan Bening, Embun teringat kalau dia juga belum makan. Alhasil dua cup mi instan menjadi santapan. Mereka duduk bersisian di sofa dengan sama-sama menaikkan kaki. Seperti orang yang sangat kelaparan, Bening meniup mi yang masih mengeluarkan uap panas dan melahapnya. Sebenarnya, dia memang tidak pernah memakan makanan seperti itu. Untuk menjaga berat badan tetap ideal, Bening menjauhi camilan, kripik dan mi instan. Berbeda dengan Embun yang semua makanan bisa dia makan tanpa takut gemuk, Bening akan cepat naik berat badan jika tidak menjaga pola makan dan diet.

“Pelan-pelan saja Be! aku takut kamu tersedak.” Embun memindai wajah Bening, senyum kecil menghiasi wajahnya. Gadis itu merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja mulai sekarang, dia juga bisa melihat bagaimana Bening sangat ingin memperbaiki hubungan.

“Apa kamu punya lagi? kenapa ini rasanya enak sekali?” ucap Bening, setelahnya dia seruput kuah mi itu sampai habis.

“Kamu makan seperti orang yang tidak pernah makan,” gerutu Embun, dia gelengkan kepalanya tak percaya.

“Aku memang tidak pernah makan mi ini, meski aku tahu pabrik milik Rain yang memproduksinya.”

Mendengar sang kembaran menyebut nama Rain, Embun menggigit garpu. Ia berniat menanyakan masalah pertunangan itu ke Bening, tapi terlebih dulu dia berdiri dan membuatkan satu mi lagi untuk sang saudara.

Bening menggoyangkan pundaknya kegirangan, seperti pertama tadi dia juga memakan mi itu tanpa menunggu semua uap panasnya hilang. Hingga Embun merasa bisa mulai menanyakan perihal masalah yang mengganjal.

“Kamu, kenapa kabur? Apa itu demi aku?”

“GR, untuk apa aku melakukannya untukmu?” dusta Bening. “Aku melakukannya untuk diriku sendiri, coba pikir! Bagaimana bisa aku hidup selamanya dengan pria dingin seperti Rain, amit-amit.”

“Rain tidak seburuk itu,” gerutu Embun membela pria itu.

“Lagi pula a-ku.” Bening menjeda kalimat, dia mengembuskan napas sebelum meletakkan mi miliknya. Gadis itu merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan memberikan kepada Embun.

“Apa ini?” Embun bingung, awalnya dia pikir itu semacam alat untuk menditeksi pengguna narkotika, tapi setelah dilihat dengan jelas dia tahu benda itu adalah tespek.

“Kenapa pegang bagian bekas pipisnya.”

Embun melotot dan langsung melempar hasil tes itu kemeja, dia ciumi tangannya kemudian berlari ke kamar mandi untuk cuci tangan.

“Mungkinkah?” Embun menggeleng menatap pantulan dirinya dari cermin lantas berjalan terburu-buru keluar. “Apa kamu hamil, Be?”

“Hem,” jawab Bening tanpa beban.

“Kamu hamil sebelum nikah?” Mulut Embun menganga tak percaya.

“Iya.”

“Ya Tuhan Bening, lalu apa papa dan mama tahu? apa jangan-jangan kamu ke sini karena mereka mengusirmu?” Embun mulai panik, tak menyangka bahwa saudara kembarnya bisa melakukan hal tercela yang jelas-jelas dilarang oleh norma agama.

“Siapa dia?”

“Seorang pria lah, manusia. Tidak mungkin setan.” Bening menjawab dengan santai seolah semua ini hanya candaan semata. Meskipun memang iya, dia sengaja menjebak seorang cowok polos tak berdosa dan mengaku hamil setelahnya. Yang menjadi masalah, dia baru bertemu cowok itu beberapa hari dan berpura-pura sudah hamil. Entah lah Bening tidak memikirkan hal itu dulu, yang terpenting masalah pertunangannya dengan Rain batal dan Bianca-ibunda Rain membencinya.

“Siapa pria itu Be, dia bekerja di mana?”

“Dia tidak bekerja.”

“Apa? kamu mengencani seorang pengangguran selama ini?” Mata Embun menyipit, dadanya sudah naik turun emosi.

“Dia masih kuliah semester satu kayaknya atau dua ya, ntah lah tak tahu,” imbuh Bening.

“Apa? di-di-dia mahasiswa?”

“Iya, dan umurnya baru sembilan belas tahun.”

Embun lemas dan tertuduk dengan kasar di sofa, dipandanginya Bening yang kembali melanjutkan makan mi dengan sangat nikmat. Embun tidak bisa membayangkan, dia saja sangat syok bagaimana dengan Rea dan Arkan.

Setelah puas makan, Bening dengan santainya tiduran di ranjang Embun. Ia mengirimkan pesan ke Glass mengajak untuk bertemu, tapi lama menunggu sama sekali tidak ada balasan dari cowok itu.

“Kau berani-beraninya! Awas kau, kamu pikir bisa kabur dariku?” gerutu Bening.

"Aku sudah membayarmu dua ratus juta."Ia tekan-tekan layar ponselnya gemas dan membuat Embun keheranan.

🥛🥛🥛

Dengan bantuan orang ya dia bayar untuk mencari informasi tentang Glass, sore itu Bening datang ke sebuah sport center. Ia diberitahu bahwa cowok yang satu minggu ini dia cari sedang mengikuti turnamen basket di sana.

Tempat itu sangat ramai, kedatangan Bening pun mencuri perhatian. Bagaimana tidak? dia datang dengan setelan kerja yang sangat modis, memakai high heel setinggi sepuluh senti, berkacamata hitam serta menenteng tas branded berharga miliaran. Setiap satu langkah yang dia ambil membuat semua mahkluk berjenis kelamin pria di sana terpesona.

Bening berjalan penuh rasa percaya diri sampai tiba di kursi yang sudah disiapkan oleh pengelola tempat itu. Meletakkan tasnya, Bening menyandarkan punggung lalu melipat tangan ke depan dada. Matanya terus mengawasi pemain bernomor dua puluh dua dengan nama punggung ‘A Glassio’.

“Bocah itu, ternyata keren juga,” gumam Bening. Ia yang awalnya ingin menemui lalu memarahi Glass malah asyik menonton pertandingan itu. Hingga telinganya terganggu mendengar suara para penonton wanita yang meneriakkan nama Glass dan bahkan berkata ‘I love you’.

“Norak!” Bening menggosok telinga, merasa kesal sekaligus sadar bahwa cowok itu memiliki banyak penggemar.

Pada akhirnya tim basket Glass menang, terlihat jelas di mata Bening cowok itu melompat kegirangan sambil berpelukan dengan teman-temannya. Namun, senyuman Glass seketika hilang saat melihat sosok Bening. Gadis itu melepas kacamata dan menatap tajam seolah ingin menelannya bulat-bulat, yang semakin membuat Glass merinding meski dengan sorot mata seperti itu, Bening tersenyum sambil menggoyangkan tangan kanan seperti menyapa.

"Untuk apa nenek sihir itu ke sini?" gumam Glass.

Komen (5)
goodnovel comment avatar
Devi Pramita
ya Allah be dibilang nenek sihir sama glass wkwkwk
goodnovel comment avatar
Kikiw
kuwalat lo Glass.. wkwkkw
goodnovel comment avatar
I Fitria N
si glass itu mulut..
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status