Setengah jam kemudian, Bening sampai di tempat Embun yang untuk sementara waktu tinggal di salah satu kamar hotel milik keluarganya. Bening mengetuk pintu, dan tak lama kepala Embun menyembul dari balik sana.
“Bu, aku boleh ya menginap di sini,” ucap Bening sesaat setelah pintu dibuka lebar. Embun pun mengangguk dan mempersilahkan. Sejatinya hubungan mereka masih sedikit dingin karena perselisihan di masa lalu. Namun, sepertinya baik Bening dan Embun sadar tidak ada gunanya bermusuhan, terlebih dengan saudara kandung sendiri. Mereka mulai mau membuka hati lagi.
Sementara, selain memang tidak nyaman berada di rumah setelah dimarahi, Bening sengaja datang untuk menjelaskan alasannya kabur dari pertunangannya dan Rain ke Embun agar saudaranya itu tahu.
“Apa ada masalah? untuk apa malam-malam ke sini?” tanya Embun.
“Bisa tidak kamu memberiku makan dulu? Aku lapar!”
Bening mengiba seolah dia tidak punya uang, padahal jelas lembaran di dompet dan di ATM nya tidak akan pernah habis, tapi untuk membuat Embun bersimpati. Ia sengaja tidak mampir makan sebelum datang ke sana.
Mendengar permintaan Bening, Embun teringat kalau dia juga belum makan. Alhasil dua cup mi instan menjadi santapan. Mereka duduk bersisian di sofa dengan sama-sama menaikkan kaki. Seperti orang yang sangat kelaparan, Bening meniup mi yang masih mengeluarkan uap panas dan melahapnya. Sebenarnya, dia memang tidak pernah memakan makanan seperti itu. Untuk menjaga berat badan tetap ideal, Bening menjauhi camilan, kripik dan mi instan. Berbeda dengan Embun yang semua makanan bisa dia makan tanpa takut gemuk, Bening akan cepat naik berat badan jika tidak menjaga pola makan dan diet.
“Pelan-pelan saja Be! aku takut kamu tersedak.” Embun memindai wajah Bening, senyum kecil menghiasi wajahnya. Gadis itu merasa bahwa semuanya akan baik-baik saja mulai sekarang, dia juga bisa melihat bagaimana Bening sangat ingin memperbaiki hubungan.
“Apa kamu punya lagi? kenapa ini rasanya enak sekali?” ucap Bening, setelahnya dia seruput kuah mi itu sampai habis.
“Kamu makan seperti orang yang tidak pernah makan,” gerutu Embun, dia gelengkan kepalanya tak percaya.
“Aku memang tidak pernah makan mi ini, meski aku tahu pabrik milik Rain yang memproduksinya.”
Mendengar sang kembaran menyebut nama Rain, Embun menggigit garpu. Ia berniat menanyakan masalah pertunangan itu ke Bening, tapi terlebih dulu dia berdiri dan membuatkan satu mi lagi untuk sang saudara.
Bening menggoyangkan pundaknya kegirangan, seperti pertama tadi dia juga memakan mi itu tanpa menunggu semua uap panasnya hilang. Hingga Embun merasa bisa mulai menanyakan perihal masalah yang mengganjal.
“Kamu, kenapa kabur? Apa itu demi aku?”
“GR, untuk apa aku melakukannya untukmu?” dusta Bening. “Aku melakukannya untuk diriku sendiri, coba pikir! Bagaimana bisa aku hidup selamanya dengan pria dingin seperti Rain, amit-amit.”
“Rain tidak seburuk itu,” gerutu Embun membela pria itu.
“Lagi pula a-ku.” Bening menjeda kalimat, dia mengembuskan napas sebelum meletakkan mi miliknya. Gadis itu merogoh sesuatu dari dalam tasnya dan memberikan kepada Embun.
“Apa ini?” Embun bingung, awalnya dia pikir itu semacam alat untuk menditeksi pengguna narkotika, tapi setelah dilihat dengan jelas dia tahu benda itu adalah tespek.
“Kenapa pegang bagian bekas pipisnya.”
Embun melotot dan langsung melempar hasil tes itu kemeja, dia ciumi tangannya kemudian berlari ke kamar mandi untuk cuci tangan.
“Mungkinkah?” Embun menggeleng menatap pantulan dirinya dari cermin lantas berjalan terburu-buru keluar. “Apa kamu hamil, Be?”
“Hem,” jawab Bening tanpa beban.
“Kamu hamil sebelum nikah?” Mulut Embun menganga tak percaya.
“Iya.”
“Ya Tuhan Bening, lalu apa papa dan mama tahu? apa jangan-jangan kamu ke sini karena mereka mengusirmu?” Embun mulai panik, tak menyangka bahwa saudara kembarnya bisa melakukan hal tercela yang jelas-jelas dilarang oleh norma agama.
“Siapa dia?”
“Seorang pria lah, manusia. Tidak mungkin setan.” Bening menjawab dengan santai seolah semua ini hanya candaan semata. Meskipun memang iya, dia sengaja menjebak seorang cowok polos tak berdosa dan mengaku hamil setelahnya. Yang menjadi masalah, dia baru bertemu cowok itu beberapa hari dan berpura-pura sudah hamil. Entah lah Bening tidak memikirkan hal itu dulu, yang terpenting masalah pertunangannya dengan Rain batal dan Bianca-ibunda Rain membencinya.
“Siapa pria itu Be, dia bekerja di mana?”
“Dia tidak bekerja.”
“Apa? kamu mengencani seorang pengangguran selama ini?” Mata Embun menyipit, dadanya sudah naik turun emosi.
“Dia masih kuliah semester satu kayaknya atau dua ya, ntah lah tak tahu,” imbuh Bening.
“Apa? di-di-dia mahasiswa?”
“Iya, dan umurnya baru sembilan belas tahun.”
Embun lemas dan tertuduk dengan kasar di sofa, dipandanginya Bening yang kembali melanjutkan makan mi dengan sangat nikmat. Embun tidak bisa membayangkan, dia saja sangat syok bagaimana dengan Rea dan Arkan.
Setelah puas makan, Bening dengan santainya tiduran di ranjang Embun. Ia mengirimkan pesan ke Glass mengajak untuk bertemu, tapi lama menunggu sama sekali tidak ada balasan dari cowok itu.
“Kau berani-beraninya! Awas kau, kamu pikir bisa kabur dariku?” gerutu Bening.
"Aku sudah membayarmu dua ratus juta."Ia tekan-tekan layar ponselnya gemas dan membuat Embun keheranan.
🥛🥛🥛
Dengan bantuan orang ya dia bayar untuk mencari informasi tentang Glass, sore itu Bening datang ke sebuah sport center. Ia diberitahu bahwa cowok yang satu minggu ini dia cari sedang mengikuti turnamen basket di sana.
Tempat itu sangat ramai, kedatangan Bening pun mencuri perhatian. Bagaimana tidak? dia datang dengan setelan kerja yang sangat modis, memakai high heel setinggi sepuluh senti, berkacamata hitam serta menenteng tas branded berharga miliaran. Setiap satu langkah yang dia ambil membuat semua mahkluk berjenis kelamin pria di sana terpesona.
Bening berjalan penuh rasa percaya diri sampai tiba di kursi yang sudah disiapkan oleh pengelola tempat itu. Meletakkan tasnya, Bening menyandarkan punggung lalu melipat tangan ke depan dada. Matanya terus mengawasi pemain bernomor dua puluh dua dengan nama punggung ‘A Glassio’.
“Bocah itu, ternyata keren juga,” gumam Bening. Ia yang awalnya ingin menemui lalu memarahi Glass malah asyik menonton pertandingan itu. Hingga telinganya terganggu mendengar suara para penonton wanita yang meneriakkan nama Glass dan bahkan berkata ‘I love you’.
“Norak!” Bening menggosok telinga, merasa kesal sekaligus sadar bahwa cowok itu memiliki banyak penggemar.
Pada akhirnya tim basket Glass menang, terlihat jelas di mata Bening cowok itu melompat kegirangan sambil berpelukan dengan teman-temannya. Namun, senyuman Glass seketika hilang saat melihat sosok Bening. Gadis itu melepas kacamata dan menatap tajam seolah ingin menelannya bulat-bulat, yang semakin membuat Glass merinding meski dengan sorot mata seperti itu, Bening tersenyum sambil menggoyangkan tangan kanan seperti menyapa.
"Untuk apa nenek sihir itu ke sini?" gumam Glass.
🍷Selamat Membaca🍷Seperti yang Glass bilang, setibanya kembali dari Jogja dia langsung menemui Gama untuk membujuk pria itu mengunduh aplikasi yang dia lihat iklannya tempo hari. Glass sesekali melirik Bening yang bercanda dengan Maha dan Olla. Wanitanya itu datang membawakan oleh-oleh sekaligus ingin melepas rindu.“Kenapa? jika aku mau aku pasti akan mengunduhnya, Aplikasi itu sudah ada saat umurku masih belasan tahun.” Gama mengembalikan ponsel milik Glass ke atas meja dan mendorongnya ke arah lawan bicaranya itu pelan.“Bening juga sudah bercerita, aplikasi itu pernah ada, lalu hilang dan sekarang muncul lagi dengan fitur yang lebih canggih, ayolah! Carikan Maha ibu, jangan sampai dia menjadi pebinor di antara aku dan Bening.” Glass tetap pada pendiriannya, dia ingin Maha jauh-jauh dari istrinya.“Ya Tuhan Glass, bagaimana bisa kamu berpikir bocah sekecil itu menjadi perebut laki orang.” Gama geleng-geleng kepala. Ia menyesap kopi yang sudah agak dingin karena mereka keasyikan
🍷Selamat Membaca🍷Sudah lebih dari setengah jam, tapi Glass masih belum juga masuk kamar, entah pria itu sudah kembali dari warung atau masih berada di dalam kamar mandi, yang jelas Bening uring-uringan dan memilih untuk tidak keluar kamar. Ia berbaring di ranjang lalu bangun, berbaring lagi lalu bangun lagi. Gelisah sendiri seperti wanita yang tak pernah dijatah suami. Bening yang dongkol pun sampai menggigiti kuku jarinya sendiri karena terlalu gemas. Ia meremas sprei ranjang dan langsung berdiri saat Glass akhirnya masuk ke dalam kamar.“Sudah selesai?” ketus Bening, dia menyindir tapi yang disindir tidak peka juga.“Sudah,” jawab Glass dengan santai. “Kamu nggak mau makan sate kambing, enak lho,” imbuhnya dengan nada santai tak merasa bersalah sama sekali.Bening semakin emosi jiwa, melihat dari rambut Glass yang masih basah dan tidak ada aroma kambing yang menguar saat pria itu berbicara, dia sudah bisa menerka bahwa Glass pasti makan dulu setelah dari warung baru setelahnya ma
🍷Selamat Membaca🍷“Permisi, maaf!”Mendengar suara yang begitu sangat dia kenali, Bening pun menoleh. Ia kaget sekaligus bahagia. Ingin rasanya dia mencecar Glass dengan banyak pertanyaan. Namun, rasa penasarannya itu harus dia tahan dulu saat pramugari mendekat dan meminta Glass untuk segera duduk. Bening terus menatap heran Glass, dia bahkan memastikan dirinya tak salah lihat, suaminya itu bahkan tidak membawa koper. Glass tersenyum, dia terus memperhatikan Bening dan tak mendengarkan penjelasan dari pramugari sebelum pesawat take off. Pria itu pun duduk lurus ke depan saat pesawat hendak mengudara, setelah memastikan burung besi itu berada di atas awan, baru lah Glass menoleh. Ia tersenyum manis mendapati sang istri sudah memperhatikannya.“Glass, jangan bilang kamu berlari ke sini dan tidak membawa apa-apa.”Glass menggeleng, alih-alih memberi jawaban ke sang istri pria itu malah balik melempar pertanyaan perihal Bening yang naik pesawat, apakah sudah berkonsultasi dengan dokter
🍷Selamat Membaca🍷Bening menelepon dokter Andit, menanyakan apakah dia bisa melakukan konsultasi dadakan hari itu. Ia ingin pergi ke suatu tempat dan harus memakai pesawat. Bening pun semringah saat sang dokter memintanya datang. Tidak perlu membuat janji jika dia pasti akan dilayani dengan senang hati oleh sang dokter.Tak ingin menunggu lama, Bening pun mengemasi barang pribadinya. Wanita itu berpesan pada Zahra untuk membatalkan beberapa agendanya tiga hari ke depan karena dia ingin pergi jalan-jalan.“Anda mau ke mana?” Zahra berdiri dari kursi karena terlalu kaget. Tidak biasanya Bening seperti ini. Atasannya itu selalu merencanakan apa yang akan dia lakukan. Membatalkan agenda jelas bukan gaya wanita itu.“Aku ingin berlibur, ke Jogja? Apa mau kubawakan bakpia? Atau gudeg?” tanya Bening dengan wajah semringah. Ia melambaikan tangan ke Zahra dan berjanji akan membawakan Amar - putra wanita itu batik.“Wah … apa ada masalah? kenapa tiba-tiba ingin pergi?” gumam Zahra.__Bening
🍷Selamat Membaca🍷“Mereka pasti akan bahagia karena daddy mau menjenguk.” Bening mengedipkan mata, malu juga dia sebenarnya bertingkah agresif seperti ini, tapi apa mau dikata terkadang keinginan harus diungkapkan agar tidak menjadi penyakit di dalam hati.“Mereka yang bahagia, atau Mommy-nya yang bahagia.” Glass menyentuhkan hidungnya ke hidung Bening. Wanitanya itu tersenyum malu-malu layaknya anak perawan yang baru saja merasakan cinta.“Kalau itu tidak perlu ditanyakan lagi Glass, aku bahagia kamu pun juga pasti bahagia.” Bening melingkarkan tangan ke leher suami berondongnya. Ia memang sangat merindukan sentuhan Glass, sentuhan yang membuatnya mabuk kepayang dan merasa menjadi wanita paling beruntung di dunia.“Aku akan melakukannya dengan lembut, aku tidak ingin membuat calon anak kita terganggu.”Kalimat Glass membuat Bening seolah mendapat durian runtuh, wanita itu mengangguk berkali-kali. Ia bahkan memejamkan matanya malu, saat jemari Glass mulai bergerak lincah menyentuh p
🍷Selamat Membaca🍷“Ah bocah itu, bisa saja dia mencari akal untuk membuatmu kasihan.”Glass membuang muka, entah kenapa dia yang sudah sebesar itu bisa merasa kesal dan cemburu ke anak kecil seperti Maha. Bening pun hanya bisa meliriknya dengan tatapan memelas. Hati kecilnya tidak bisa menolak permintaan Gama tadi. Mungkin karena dia juga akan menjadi seorang ibu, jadi dia lebih perasa.Dengan setengah hati, Glass memutar kemudi menuju rumah Gama. Ia juga ingin memastikan sendiri bagaimana kondisi Maha yang dia juluki sebagai pebinor cilik itu. Namun, belum juga melancarkan aksi Bening sudah menasehatinya sepanjang jalan. Glass diminta untuk tidak mengeluarkan kata yang bisa menyakiti hati Maha.Beberapa menit kemudian, mereka sampai di depan rumah Gama. Rumah itu memang tak terlalu besar, berlantai dua dan memiliki halaman yang lumayan luas. Sesaat setelah turun dari mobil, Gama langsung berlari sendiri membukakan pintu gerbang. Pembantunya masih sibuk membujuk Maha untuk makan di
🍷Selamat Membaca🍷“Glass bangun! kita harus menjemput Mama Vero.”Bening menggoyangkan tubuh suaminya. Ia bahkan sengaja menempelkan rambutnya yang masih basah ke pipi Glass. Bibirnya tersenyum mendapati wajah damai Glass yang begitu sangat tampan dan rupawan. Tak sabar rasanya dia untuk mengetahui jenis kelamin bayi kembarnya. Jika laki-laki sudah pasti akan setampan pria yang susah dibangunkannya ini.“Glacio, sayang! Kamu berjanji menjemput Mama Vero.”Bening memindai wajah Glass, dia bahkan mengetuk hidung bangir pria itu dan memberikan sebuah kecupan di kening.“Hei … bangun!”Bukannya segera membuka mata, Glass malah tersenyum. Ia merengkuh pinggang sang istri lantas membantingnya ke ranjang. Terang saja Bening pun melebarkan netranya. Glass yang masih tidak sadar dengan apa yang baru saja dia lakukan malah tersenyum, tapi beberapa detik kemudian seketika melebarkan bola mata. Wajahnya berubah cemas. Ia bahkan langsung berdiri.“Be, apa ada yang sakit? ah … aku benar-benar bod
🍷Selamat Membaca🍷“Jangan sembarangan Glass.”Embun tidak terima dengan tuduhan sang ipar ke sepupu suaminya. Ia mengenal Gama bahkan dulu saat masih duduk di bangku SMA, pria itu pernah menyatakan cinta padanya. Gama pria normal, hanya saja terlalu tertutup dengan kehidupan pribadi.“Aku yakin anak itu dia ambil hanya untuk menutupi kelainannya,” ucap Glass lagi.“Sayang!” Bening mendelik, dia menggeleng meminta suaminya untuk tidak berprasangka buruk terhadap Gama. Ia pun memilih mendekat ke arah Maha dan membuat Glass semakin heran.“Dasar anak itu!” gerutunya. Setelah itu Glass duduk di meja yang tak jauh dari sana untuk kembali bekerja. Meski Bening memintanya pergi ke kantor, tapi pria itu menolak dengan alasan ingin memantau perkembangan kesehatan sang istri. Kini ada Maha yang datang membuat Glass semakin tidak ingin jauh dari Bening.Serius? dia cemburu dengan seorang anak berumur lima setengah tahun dan dianggapnya pebinor.Mata Glass sesekali melirik Bening yang membelai
🍷Selamat Membaca🍷“Aku mau jeruk, Sa … yang.”Bening ragu meminta buah itu ke Glass, sudah seharian dia menginap di rumah sakit padahal bisa saja dia pulang setelah perutnya tidak melilit lagi semalam, tapi mau bagaimana lagi suami berondongnya itu sangat ketakutan hingga tidak memperbolehkannya pulang sebelum benar-benar pulih.“Apa kamu mau makan yang asam-asam? Tidak sayangkah kamu pada perutmu dan dua mahkluk yang sedang bertumbuh di dalam sana?”Bening menelan saliva, dia hanya bisa diam dan bergumam dalam hati, awas saja jika nanti anaknya ileran, dia akan selalu mengingat hari ini. Hari di mana daddy mereka tidak memberikan buah bundar berwarna orange yang menggiurkan itu.Rea yang datang untuk melihat kondisi sang putri pun hanya bisa menahan tawa, dia cukup bahagia melihat bagaimana cara Glass memperlakukan Bening. Ia yakin umur hanyalah angka, Glass yang seperti itu membuatnya yakin bahwa pria itu bisa menjaga keluarga kecil mereka nanti.“Mama pulang dulu, kabari jika kal