Share

Bab 6

Bening memberi kesempatan Glass untuk merayakan kemenangan timnya, dia duduk kembali dan melihat bagaimana cowok itu dipeluk bergantian dan disalami seolah menjadi bintang pertandingan itu. Bening memalingkan muka, sedikit kesal karena dia sedikit terpesona dengan berondong berumur sembilan belas tahun itu.

“Apa yang mereka lakukan? Dasar murahan,” umpat Bening saat melihat beberapa gadis mendekat, memberi boneka teddy bear dan bunga ke Glass. “Apa tidak sekalian kalian beri dia cokelat?”

Tepat setelah berucap seperti itu, seorang gadis terlihat memberikan Glass bucket cokelat batangan bermerek emasqueen. Lagi-lagi Bening hanya bisa terkekeh ironi. Bepikir bahwa Glass memang dari keluarga biasa tapi memiliki pesona yang luar biasa.

Bening menunggu sampai cowok itu menuju bangkunya, sedangkan Glass meski sadar sejak tadi ada sepasang mata yang terus mengawasinya, dia bersikap cuek.

“Hiss … bagaimana bisa menenggak minuman dari botol saja terlihat sangat keren?” Bening menggerutu lagi, dia berdengkus kesal ke dirinya sendiri. Sampai matanya mendapati Glass memasukkan handuk ke dalam tas, ini lah kesempatannya. Bening meraih ponsel dan bergegas menelepon cowok itu.

“Aku ingin bicara, jangan coba-coba menghindariku! Atau aku akan memberitahu Bu Fitria tentang kelakuan putra kesayangannya.”

Glass yang menerima panggilan itu seketika menoleh Bening, dia menatap gadis itu dari tempatnya berdiri. Bahkan terbeku sampai mengabaikan sapaan teman-temannya.

“Aku akan bilang pada Bu Fitria bahwa putranya yang bernama Ananda Glassio sudah mem-“

“Ayo bicara!” potong Glass cepat. “Tapi setelah lapangan sepi, pergilah ke sudut hati kafe. Aku akan menyusul sebentar lagi.”

Glass mematikan ponsel dan langsung memasukkannya ke tas, sikapnya yang terpantau Bening dari tempat duduknya membuat gadis itu geram bukan kepalang. Glass seperti anak macan yang garang. Namun, tanpa Bening duga beberapa menit kemudian dia terbuat tak percaya karena kelakuan Glass.

“Apa kakak mau cokelat?”

Glass bersikap manis pada Bening, bahkan menyodorkan bucket cokelat yang diberikan oleh penggemarnya tadi.

“Dasar tidak modal!” Bening menolak tapi matanya memberi kode untuk meletakkannya di meja.

“Kakak mau makan apa? pesan saja, aku yang traktir.”

Bening menyandarkan punggung dan bersidekap dada, tingkah pemuda di hadapnnya ini benar-benar membuatnya berpikir harus waspada, jelas saat di sport center tadi Glass sangat dingin. Namun, sekarang dia bersikap sangat manis, ibarat kata jika tadi harimau sekarang Glass seperti anak kucing.

“Aku tidak mau makan, aku diet!” sembur Bening. Mendengar itu Glass seketika melirik ke arah bucket cokelat di meja. Bening pun menegakkan punggung lalu meraih bucket itu. Ia meletakkannya ke dudukan kursi di sampingnya, jangan sampai pemuda di depannya meminta balik benda itu. Bening berdehem dan berucap kembali.

“Kenapa kamu tidak membalas pesanku? Apa setelah malam itu kamu ingin kabur? Heh … kamu sudah membuatku tidak peraw-“

Glass berdiri tiba-tiba hingga menubruk meja, dia letakkan telapak tangannya untuk menutup mulut Bening. Gadis itu pun melotot tak percaya, untuk sesaat pandangan mereka bertemu dan dada Bening tiba-tiba bergemuruh hebat.

“Jangan membahas hal itu dengan gamblang, bisa tidak,” bujuk Glass.

Bening meraih pergelangan tangan cowok itu lalu menghempaskannya, jangan sampai dia terbawa perasaan dengan tingkah pemuda yang dia cap masih ingusan ini. “ Kalau begitu jangan berani-berani tidak membalas pesan atau teleponku lagi, kamu tahu? aku mungkin bisa saja kena masalah akibat perbuatanmu itu.”

“Masalah?” Kening Glass berkerut, mungkin terlalu lelah setelah pertandingan sehingga otaknya kehilangan banyak nutrisi.

“Apa kamu tidak berpikir? bagaimana kalau aku sampai hamil?” Bening memasang muka sedih, dia bahkan menurunkan bahunya seoalah sedang tertekan. “Kamu pria, sudah tidak perjaka pun tidak akan ada yang tahu, tapi aku? aku?” Bening menekuk tangan hingga sikunya bertumpu pada meja, gadis itu menggunakan tangannya untuk memijat pelipis dan menunduk. “Masa depanku hancur,” ucapnya dramatis.

Glass yang kebingungan malah menggaruk leher. Ia anak baik-baik, bahkan merokok pun tidak, tapi bagaimana bisa melakukan perbuatan tercela seperti itu. “Aku, aku minta maaf. Jujur aku bahkan tidak mengingat bagaimana aku melakukan itu,” ucap Glass.

Bening menegakkan kepala, menatap tajam pemuda yang dia katai ingusan itu. Ingin marah tapi dia haus, akhirnya gadis itu memilih untuk memesan minuman lebih dulu.

Glass memegang gelas dan menyesap jus jeruk di tangannya, dia menunduk berpura-pura tidak melihat Bening yang memelototinya.

"Apa kamu tahu nama lengkapku?"

Pertanyaan Bening direspon Glass yang sibuk menggigiti sedotan dengan gelengan kepala. Bening memalingkan muka, demi apa dia merasa pemuda di depannya sangat imut.

"Banyu Bening Pradipta, apa kamu masih tidak tahu?"

Glass lagi-lagi menggeleng, dan membuat Bening semakin geram.

"Kamu tahu siapa pemilik kampus tempatmu belajar?" tanya Bening dengan nada tinggi.

"Pak Farhan Pradip-" Glass melotot, bahkan sedotan minumannya sampai keluar dadi mulut karena dia menganga.

"Aku cucunya," sombong Bening lantas mengulur

kan tangannya. "Bawa sini ponselmu!" titahnya.

Glass menelan saliva, dia letakkan minumannya dan bak kerbau dicocok hidungnya, dia menuruti perintah Bening. Gadis itu nampak menatap tajam layar ponsel milik Glass, setelah itu tersenyum sinis dan menunjukkan layarnya ke pemuda itu.

"RBB Market, kenapa dengan aplikasi belanja online itu? apa kakak mau memintaku membayari kakak berbelanja?" tanya Glass heran.

"Papaku pendiri sekaligus pemiliknya, dan aku direktur utama market place ini."

"Apa?" Glass semakin dibuat tak percaya. Ia merasa nasipnya sangat malang, sehingga harus berurusan dengan gadis kaya raya seperti Bening.

"Mau kabur ke lubang semut pun kamu tidak akan bisa, aku memiliki data pribadimu lengkap," ancam Bening.

"Lalu apa yang kakak inginkan? kakak 'kan tahu aku miskin," ucap Glass mencoba membela diri.

"Aku tidak butuh uang darimu, uang bukan masalah bagiku, tapi coba kamu pikir? aku sudah tidak-" Bening beraksi kembali, memalingkan muka dan menggigit bibir bawah seolah begitu frustasi. "Aku takut aku hamil."

"Ha-ha-hamil?"

Meski jahat karena sudah membodohi pemuda baik hati, Bening berpikir tak ada cara lain. Glass satu-satunya harapan baginya untuk menyelamatkan muka.

"Jika aku mengajakmu bertemu lagi, artinya ada dua kemungkinan. Pertama, aku ingin kita melupakan malam itu. Kedua, aku hamil dan kamu harus bertanggungjawab," tegas Bening. Ia lantas berdiri, dan tak lupa mengambil bucket cokelat yang Glass berikan kepadanya tadi.

Diam-diam sejak tadi ada yang mengawasi Glass dan Bening, orang itu nampak begitu penasaran dengan apa yang dibicarakan oleh keduanya. Hingga takut jika Bening sampai membocorkan ulahnya yang berniat menjual Glass ke tante girang.

Orang itu adalah Dimas, dia langsung mendekati Bening yang hampir masuk ke mobilnya untuk membicarakan masalah malam itu. Namun, di luar dugaan, Bening berpura-pura lupa kepadanyakepadanya hingga Dimas terus bertanya untuk memastikan.

"Aku ingat dengan orang yang aku bantu malam itu, tapi tidak dengan siapa yang membawanya. Ingatanku sedikit buruk," ucap Bening sambil tertawa. Ia curiga dengan tingkah Dimas, hingga terkejut saat Glass keluar dan langsung menyapa Dimas. Pemuda itu bahkan saling rangkul.

"Teman macam apa dia? kasihan sekali bocah itu, berteman dengan musang berbulu domba," ucap Bening seolah dia orang paling jujur di dunia.

Komen (2)
goodnovel comment avatar
Dwi Azalia
sudut hati masih buka to. kirain dah tutup.. be siap2 meleleh sm si berondong
goodnovel comment avatar
Lkems Fhitria
sabar glass nanti bening bucun akut ke kamu
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status