"Elinoure."
Mendengar nama sang kekasih tercinta disebut, Carlos lekas berbalik.
Ditatapnya dengan sorot serius pelayan wanita tersebut. Lalu, Carlos agak mendekat. Setengah berbisik, ia bertanya. "Siapa Elinoure?"
Carlos tidak mau rahasia terbongkar. Ia terpaksa pura-pura tidak mengenali Elinoure.
Sudut bibir si pelayan wanita itu terangkat. Ada senyum yang tidak bisa dijelaskan melalui kata-kata. Namun, satu yang membuat Carlos takut.
Bagaimana kalau pelayan wanita itu melaporkannya pada Yolanda?
"Elinoure adalah tetangga saya di kampung halaman, tuan. Semua penduduk menyebut gadis itu sebagai lambang kecantikan desa. Ia cantik, anggun, penurut dan satu hal pasti, ia berhasil merebut hati tuan muda. Benar begitu?"
Carlos terkejut sesaat. Lantas, bola matanya mengarah pintu. Syukurlah tidak ada seorangpun yang lewat.
"Tidak," balas Carlos, "aku tidak ada hubungan apapun dengan Elinoure," lanjutnya, membantah.
Si pelayan wanita tersenyum kembali. "Itu karena Tom memaksa tuan muda mengakhiri hubungan terlarang ini."
Kedua mata Carlos terbuka lebar. Keterkejutannya kian menjadi. Dalam kebungkaman, hatinya berucap, "Kenapa Bi Anne bisa tahu?"
Anne, nama pelayan wanita di depannya. Tidak ada nama belakang atau nama tambahan lain. Biasanya, itu karena status keluarga mereka kurang berposisi.
Tahu apa yang dipikirkan sang tuan muda. Pelayan bernama Anne itu melanjutkan kata-katanya.
"Tom mengingkari janji tuan muda. Pelayan senior itu begitu setia pada nyonya. Mustahil sekali, ia membuat kebohongan," ungkap Anne. Spontan membuat Carlos mengepalkan tangan dengan gigi menyatu menahan emosi.
"Hanya itu yang ingin saya sampaikan. Saya permisi, tuan muda."
Kemudian Anne membungkuk, berjalan mundur. Pintu kembali ditutup dari luar.
Detik itu juga, Carlos menendang tembok. Sebuah bingkai jatuh ke permukaan. Carlos tidak peduli. Pria itu benar-benar sangat marah.
***
Hiaaa
Hiaaa
Sang fajar baru saja menyembulkan semburat jingga. Mega-mega kelabu masih menyelimuti langit. Di kejauhan sana, tampak cahaya bulan yang kian memudar.
Sesuai perkataan Yolanda. Di waktu itulah, ia dan Tom membawa Carlos melakukan perjalanan jauh.
Saking jauhnya, mereka sampai membawa bekal beraneka ragam. Tentunya bekal dengan kualitas terbaik.
Dalam perjalanan, kedua mata Carlos tidak henti-hentinya menatap tajam pada Tom Lousi. Kebencian meletup-letup di dadanya. Ingin sekali Carlos mencekik pria pengkhianat itu. Namun, Carlos sadar, Tom Lousi hanyalah seorang pelayan yang akan setia pada Nyonya.
Yolanda tahu maksud tatapan tajam Carlos, tetapi wanita itu bersikap acuh tak acuh. Ia memandangi mereka secara bergantian sambil menikmati biskuit bertabur kacang almond.
Di sisi lain.
Plakkk
Tamparan mendarat tepat di pipi kanan Elinoure. Seketika kepalanya tertunduk dengan tangan terangkat, mengusap bekas tamparan tersebut.
Rambut ikal nan indah milik wanita itu terurai. Menutup sebagian wajah, sekaligus kecantikannya.
"Bodoh!!!" Kata itu menyusul. Menelisik gendang telinganya sampai hati wanita itu tersentil, sakit.
"Berapa kali Ibu katakan padamu? Jangan berhubungan dengan keluarga bangsawan seperti mereka!!" bentak wanita bernama Larissa. Yakni seorang Bibi yang dianggap ibu oleh Elinoure.
Elinoure bukan tipe pembantah. Wanita itu diam tak mengeluarkan sepatah kata pun.
Larissa memutar badan seraya mengusap kasar wajahnya. Biar ia suka ngomel-ngomel pada Elinoure, tetapi hati wanita itu sungguh tidak rela kalau harga diri Elinoure diinjak-injak.
"Tom hanyalah perwujudan anjing, tetapi ia berani menyebutmu rendahan!" geram Larissa.
"Bu." Lirih sekali, Elinoure memanggil.
Bibinya bergeming. Elinoure memberanikan diri mengangkat wajah.
"Aku mencintainya, ia mencintai ku. Kami saling cinta, Bu," ungkap Elinoure.
Sontak Larissa berbalik. Hendak ia tampar lagi pipi keponakannya itu, akan tetapi tangannya hanya sampai di udara.
Tidak tega jika ia melukai wajah cantik sang keponakan. Ia pun menahan diri. Ia mengepal lalu menarik kasar tangannya sendiri.
"Status kau dan tuan muda Carlos berbeda, Noure!" tekan Larissa.
"Aku tahu, Bu," balas Elinoure.
"Kalau kau tahu. Lantas, mengapa kau menggali lubang dalam untukmu sendiri?"
Elinoure membisu. Ia pun bingung awal mula kejadiannya seperti apa, sampai detik ini, ia teramat mencintai Carlos. Bahkan, saking cintanya, ia telah menyerahkan satu-satunya kehormatan seorang wanita untuknya.
"Nak." Kemarahan Larissa sedikit meredam. Wanita itu mengusap pundak Elinoure. "Kita orang rendah. Jangan dekat-dekat orang bangsawan. Mereka hanya punya dua pandangan mengenai kita. Satu, kita dianggap pengemis. Dua, kita bagai pelampiasan amal mereka. Jadi, mengertilah, nak. Sudahi semua ini, sebelum kau masuk terlalu dalam ke jurang yang kau buat," tutur wanita setengah baya tersebut.
Elinoure mengangguk, toh semalam ia sendiri yang telah mengakhiri hubungan percintaannya dengan Carlos.
Larissa tersenyum lega. Ia mendekap sang keponakan. Dielus rambutnya yang tergerai.
***
Sore hampir sampai.
Kereta kencana milik Yolanda memasuki pusat kota.
Keramaian menyambut kedatangan keluarga bangsawan itu.
Dengan menyibakkan gorden kereta, Yolanda dapat melihat aktifitas padat para penduduk kota. Ada yang sibuk mengasah pedang, berniaga, berkumpul antar pria-pria berjas serta beberapa orang yang memandang kereta milik wanita itu.
Yolanda menutup gordennya lagi. Ia tersenyum riang. "Sebentar lagi, kita sampai," kata wanita itu pada Carlos.
Carlos tak merespon.
Yolanda terlampau senang. Ia tidak peduli Carlos menanggapi atau tidak. Yang jelas, saat ini ia akan sampai tujuan datang.
Hiii
Kereta berhenti. Sebuah bangunan megah bertema klasik berdiri kokoh di depan mereka.
Tom keluar lebih dulu. Ia membantu Yolanda turun. Disusul Carlos yang menolak bantuan Tom.
Seorang wanita berusia 50 tahunan membuka gerbang rumah. Senyumnya ramah menyambut.
"Nyonya Yolanda, silahkan masuk. Tuanku beserta yang lain telah menunggu," kata si wanita 50 tahunan itu.
Dengan bersemangat, Yolanda mengayunkan kakinya melewati gerbang. Begitu juga Carlos dan Tom, yang mengekor.
Tiba di dalam rumah.
Yolanda bersama para bangsawan lain saling membungkuk memberi hormat. Carlos juga melakukan hal serupa.
Setelah itu, keduanya dipersilahkan duduk bersama anggota keluarga. Mereka adalah sepasang suami istri pemilik rumah, dua anak perempuan yang dewasa dan cantik menawan, serta seorang putra gagah berusia lebih tua dari Carlos.
"Lama tidak bersua, apa kabarmu saudariku, Yolanda?" Tanya tuan besar pemilik rumah. Sebut saja tuan M Johannes.
"Sungguh, bertemu kalian membuatku merasa lebih baik usai perjalanan panjang ini," jawab Yolanda.
Johannes tersenyum, begitu pula dengan anak dan istrinya. Lalu, pandangan pria tua itu tertambat pada wajah tampan Carlos.
Segera, Yolanda menjelaskan, "Ini putra bungsu ku, yang kali terakhir kalian lihat saat berusia sepuluh tahun."
Johannes berdecak kagum. "Sangat tampan anak bungsumu ini."
Yolanda mengulas senyum sambil menatap singkat anaknya.
"Perjanjian kita telah dibuat beberapa tahun silam. Apa sekarang masih berlaku, Johannes?"
Johannes menatap istri dan kedua putrinya sebentar. Kemudian bibirnya mengembang.
Pria tua itu membalas, "Tentu, Yolanda. Lihatlah kedua putriku. Carlos bisa memilih salah satunya."
Merasa disebut, kedua putri Johannes serta merta memasang pose anggun nan menawan. Sayang sekali, dari keduanya, tidak ada satupun yang mampu menggetarkan hati Carlos.
Berbeda sekali saat Carlos kali pertama melihat Elinoure. Meski baru pertama, ia langsung dibuat terhipnotis.
Yolanda lega. Ia mengelus-elus pundak Carlos seolah memberi dukungan penuh.
"Pilihlah salah satunya, Nak," pinta Yolanda.
Rosita Johannes dan Ivory Johannes. Itulah nama kedua anak perempuan yang saat ini menebar pesonanya, demi memikat hati Carlos.Nampak mereka saling bersaing mengerahkan seluruh kecantikannya. Harap-harap, Carlos dengan segera menentukan. Namun, malang. Bukannya Carlos terpikat, justru ia enggan menatap mereka.Hal itu menimbulkan raut kekecewaan di wajah kedua perempuan itu, disusul tatapan resah dari sang tuan rumah."Nak Carlos, di depanmu pemandangan indah disajikan. Lantas, mengapa, kau berpaling?"Carlos mau tak mau menoleh. Terlihat wajahnya yang masam. Lalu, dengan perasaan seadanya, ia berucap, "Maaf, Paman. Kedua anak perempuanmu tidak membuatku terpikat."
Elinoure terhenyak hebat. Reflek, ia menjauhkan kepala Carlos dari lehernya. Namun, sulit bagi Elinoure melakukan itu.Pagutan bibir Carlos terasa kuat. Hampir-hampir seperti hisapan vampir yang gila darah."Berhenti, Carlos! Berhenti!" Minta Elinoure dengan wajah merah menahan birahi sekaligus panik.Tatapan Larissa kian tajam. Baru Elinoure sadari, sang bibi ternyata membawa kayu rotan yang biasa dipakai untuk membersihkan kasur.Sekarang kayu rotan itu diayun-ayunkan. Tampaknya siap mendarati tubuh Carlos. Dan sebelum hal itu terjadi, Elinoure lantas berteriak."Jangan, Bu!!!"Spontan Carlos men
"Apa begini caramu membalas kebaikan kami semua, Smith Carlos?" Lontar sang kakek, mengawali persidangan panas.Carlos terdiam. Ia mematung, memandangi satu persatu wajah anggota keluarganya.Lengkap. Semua anggota keluarga hadir. Terkecuali para keponakan, termasuk Diego Marvel.Lalu, pandangan Carlos berhenti pada sang ibu. Wanita bergaun putih tulang yang dihiasi brokat itu seolah sedang sesak nafas. Wajahnya merah, matanya nyaris keluar. Dan semenjak Carlos datang, ia terus mengipasi wajahnya dengan kipas mewah keluaran desainer terkenal asal Amerika.Carlos merasa bersalah telah membuatnya malu, kemarin. Ia pun tidak berani memandang mereka lagi. Ia tertunduk menahan segala perasaan dalam dadanya.
"Jadi, Elinoure sayang. Anggap itu adalah bentuk lamaran ku untuk mu. Dan bulan depan, kita bisa melangsungkan pernikahan."Kalimat itu sukses membuat Elinoure terbelalak. Spontan ia menarik kalung yang baru saja dikenakannya secara paksa."Akhh."Wanita itu memekik kesakitan. Kulit di lehernya sedikit tergores."Elinoure! Apa yang kau lakukan?" bentak Larissa. Sementara pria pemberi kalung itu sudah melotot tajam, siap memuntahkan amarah.Elinoure tidak berpikir panjang. Kalung batu Ruby itu ia lemparkan begitu saja di wajah pria pemberinya."Aku tidak sudi menikah denganmu!" Tolaknya mentah-menta
"Elinoure! Bangun!"Seruan ibunya tak digubris. Ia mengeluarkan surat itu, ia membukanya sambil berjalan menuju jendela.[Pejamkan matamu]Dua kata itu diikuti Elinoure. Ia memejamkan matanya selama beberapa detik."Carlos," sebutnya lirih.Dengan wajah tenang dan senyum tipis mengukir, Elinoure kembali membuka matanya. Ia lanjut membaca surat itu.[Gelap, bukan? Begitulah aku saat ini]Elinoure menghela nafas. Dulu, ia dan Carlos juga pernah melakukan hal serupa. Disetiap Carlos membuka mata, maka ia akan berkata, "Hidupku gelap tanpamu."
Siang berganti malam.Carlos berdiri di tengah hamparan rumput. Tempat ia menemukan sosok Elinoure yang sangat ia cintai itu, menjadi sepi seperti pemakaman tapi disana tidak ada batu nisan tertancap.Carlos mengedarkan pandangan. Entah kenapa, ia merasa pohon-pohon di sekeliling hamparan rumput menjadi buram, dan hampir semuanya seolah tertutup kabut.Carlos mengecek kedua matanya agar penglihatan jelasnya kembali, tetapi tidak. Apa yang ia lihat masih buram kecuali hamparan rumput yang ia pijakki.Diantara keheningan itu, suara wanita tiba-tiba muncul. "Carlos, tolong!"Carlos otomatis balik badan mencari sumber suara. Namun, selain pandangan buram, ia tidak menemukan apapun! Apapun!"Carlos!!!" Suara wanita itu semakin jelas. Carlos kini dapat mengenal siapa pemilik suara itu."Elinoure!" Carlos balik berseru. "Elinoure!" Sekaligus berputar mengedarkan pandangan tanpa melewati satu jengkal pun."Carlos!!!" Suara Elinoure terdengar lagi, tetapi anehnya Carlos tidak menemukan wujud w
Bulan masih bertahta. Dingin seolah enggan pergi. Sepasang kekasih yang lama tak berjumpa itu masih sibuk dengan kegiatan menghangatkan tubuh masing-masing.Desahan demi desahan memenuhi ruang utama dan satu-satunya ruangan di menara itu. Desahan di tengah kabut dingin sungguh indah di telinga Carlos. Itu membuatnya kian bersemangat, lebih bersemangat hingga akhirnya sesuatu yang sangat ingin dia keluarkan tumpah ruah di atas perut Elinoure."Aku mencintaimu," bisik Carlos menyusul.Elinoure tersenyum di sela nafasnya yang tersengal-sengal.Kemudian Carlos jatuh ke pelukan Elinoure. Lalu gadis itu merangkul serta menyelimuti sebagian tubuhnya menggunakan gaun yang dia tanggalkan sejak satu jam lalu.Selang beberapa saat, Carlos beranjak bangun. Dan Elinoure ikut beranjak duduk.Carlos menggunakan pakaiannya satu persatu, sekaligus membantu Elinoure menggunakan gaunnya yang agak lembab karena keringat percintaan mereka.Setelah semua pakaian kembali melekat, Carlos merangkul Elinoure d
Selang beberapa detik setelah Andrew memacu kencang kuda hitam milik Ayahnya ke arah padang rumput, Carlos menyusul menggunakan kuda putih kesayangannya.Bola mata Tom membesar. Dengan helaan nafas kasar, dia mengguyar rambutnya ke belakang.Hia! Hia! Hia!Berdasarkan keahlian berkuda Carlos, pria itu dapat menyusul Andrew. Akan tetapi, Andrew yang menyadari Carlos tengah mengejarnya pun sengaja menambah kecepatan kuda hingga dari kejauhan mereka akan tampak seperti pekuda saling mendahului.Di tengah kecepatan tinggi itu, kuda Carlos mendadak meringkik seraya mengangkat kedua kakinya ke depan.Carlos nyaris jatuh!Andrew menoleh dan tersenyum lebar penuh kemenangan. Sementara Carlos tidak bisa lanjut mengejar lantaran kudanya kehilangan kendali."Tenang, kawan! Tenang!" seru Carlos pada telinga kuda.Bukannya patuh, si kuda kian menjadi sampai Carlos pun berhasil terlempar; terguling-guling dari dataran yang lumayan tinggi lalu berhenti karena tubuhnya terhalang batu."Ah! Sialan!" p