"Janji? Janji apa?"
Peramal Maut menggeram kesal. "Kau bilang akan memberikan aku obat penawar racun bila aku sudah mendapat keterangan mengenai Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting."
"Benar! Tapi apa kau juga membawa laporan mengenai Penyair Sinting?"
"Be..., belum."
"Kalau begitu, kenapa berani meminta obat penawar racun kalau kau sendiri belum menyelesaikan tugasmu!"
"Karena.... Karena aku tak ingin mati sebelum aku mendapat keterangan mengenai Si Buta dari Sungai Ular dan Penyair Sinting. Sebab, Penyair Sinting adalah seorang tokoh sakti yang jarang sekali menampakkan diri di dunia persilatan. Untuk itulah, aku meminta obat penawar racun yang kau janjikan."
"Laksanakan tugasmu, baru kau berhak meminta obat penawar racun itu!" tandas Dewi Bunga Bangkai, menjengkelkan.
"Benar! Kau harus menyelesaikan tugas yang kuberikan, baru boleh meminta obat penawar racun," timpal Gembong Kenjeran.
"Ayo, Dewi! Kita cari jahanam ke
Tak heran bila begitu sampai di dekat Si Buta dari Sungai Ular badannya merasa lelah sekali."Kau lari seperti setan, Manggala! Apa kau ingin meninggalkanku? Apa kau tak ingin membantuku mencari ayah kandungku?" sungut Ratu Adil, begitu berada di samping Si Buta dari Sungai Ular."Jangan salah paham, Yustika! Aku hanya penasaran sekali melihat ilmu meringankan tubuh Putri Hijau. Aku berusaha mengejarnya, namun tetap saja tak dapat. Benar-benar mengagumkan kepandaiannya."Ratu Adil batuk-batuk kecil. Tampak sekali sikapnya tak senang melihat Si Buta dari Sungai Ular memuji Putri Hijau."Ada apa, Yustika?" usik Si Buta dari Sungai Ular."Tidak ada apa-apa," kelit Yustika alias Ratu Adil."Lalu? Kenapa kau cemberut?""Aku tidak cemberut," tukas Ratu Adil ketus. "Kalau kau mengagumi wanita cantik itu, apa aku harus melarangmu?"Si Buta dari Sungai Ular melongo. Tak habis pikir melihat perubahan sikap Ratu Adil."Yah...! Seka
"Gembong Kenjeran! Sewaktu kukalahkan dulu, kukira kau sudah bertobat. Eh, tidak tahunya malah kembali membuat onar. Bukan main! Tentunya kau kini memiliki ilmu hebat yang kau pelajari dari Eyang Pamekasan!" oceh Si Buta dari Sungai Ular, kali ini tak berani memandang ringan lagi. Kalau sampai berani mencari dirinya dan Penyair Sinting, bukan mustahil Gembong Kenjeran telah mewarisi ilmu-ilmu tinggi dari Eyang Pamekasan."Itu tidak kupungkiri, Si Buta dari Sungai Ular! Aku memang berguru dengan Eyang Pamekasan. Dan aku pulalah yang sebenarnya menginginkan nyawa busukmu. Sekarang, aku tak segan-segan lagi mengirimmu pada malaikat maut. Hea!"Dibarengi teriakannya, Gembong Kenjeran segera menyerang Si Buta dari Sungai Ular. Kedua telapak tangannya didorongkan ke depan. Gerakannya pelan saja, seperti orang bermalas-malasan. Namun pada saat bersamaan....Bed!"Heh! Hup...!"Si Buta dari Sungai Ular langsung merasakan hantaman angin kencang yang luar bi
Cesss! Cesss!Ratu Adil menggeleng-gelengkan kepalanya ngeri. Seumur hidupnya baru kali ini melihat kehebatan bunga bangkai yang mampu meracuni rerumputan maupun apa saja yang terkena."Perempuan keji! Senjatamu beracun. Hatimu pun pasti beracun. Alangkah menyesalnya ibumu melahirkanmu di muka bumi ini," ejek Ratu Adil sengit.Dewi Bunga Bangkai tidak menyahut. Amarahnya kian berkobar hingga ubun-ubun. Tak ada keinginan lain kecuali membunuh Ratu Adil secepatnya. Maka tanpa banyak membuang waktu kembali diterjangnya Ratu Adil dengan ganas. Tidak tanggung-tanggung!Begitu bunga- bunga bangkainya dilontarkan segera pula kedua telapak tangannya didorong ke depan.Werrr! Werrr! Werrr!Wesss! Wesss!Hebat bukan main serangan-serangan Dewi Bunga Bangkai kali ini. Lima buah sinar kuning yang disertai dua larik sinar berwarna kuning kontan melesat ke depan. Hebatnya lagi, seputar tempat pertarungan pun menjadi dingin bukan main!Ratu A
Sejenak Gembong Kenjeran terperangah kaget, namun cepat menyadari kalau tubuhnya akan dijadikan sasaran. Maka segera kakinya menutul tanah, lalu melenting tinggi ke udara. Di udara, Gembong Kenjeran membuat putaran beberapa kali. Dan dengan gerakan mengagumkan, tubuhnya menukik turun dengan tangan bergerak menjotos.Bukkk! Bukkk!"Aaakh...!"Telak sekali bogem mentah Gembong Kenjeran mendarat di punggung Si Buta dari Sungai Ular. Untung saja Manggala cepat melompat ke depan, sehingga kepalanya selamat dari bogem mentah Gembong Kenjeran. Meski demikian, tetap saja pemuda itu terlempar ke depan dengan tulang punggung seolah mau remuk dan terasa nyeri bukan main!Begitu bisa menguasai keseimbangan, Si Buta dari Sungai Ular menggeram penuh kemarahan. Segera dicabut senjata pusaka Tulang Ekor Naga Emas!"Kenapa tidak dari tadi kau keluarkan senjatamu, Bocah buta! Padahal, tetap saja kau akan mampus di tanganku!" ejek Gembong Kenjeran.Si Buta dar
Seketika, tubuhnya melenting tinggi ke udara. Sedang gulungan asap putih berkilauan dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran telah melesat ke belakang, memporakporandakan apa saja yang ada di sana!Brasss!Semak belukar yang menjadi sasaran serangan Gembong Kenjeran kontan hancur porak poranda dengan warna menjadi kusam, mengepulkan asap putih tipis!Melihat hasil serangannya, Gembong Kenjeran jadi menggeram penuh kemarahan. Sungguh sama sekali tidak disangka kalau Manggala akan menghindar dari adu tenaga dalam. Tentu saja tindakan itu tak dapat diterimanya. Maka begitu melihat lawan mendarat, tiba-tiba kedua telapak tangannya kembali didorong ke sasaran.Wusss! Wusss!Lagi-lagi dua gulungan asap putih yang berkilauan meluncur dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran. Hawa dingin yang ditebarkan pun lebih dahsyat dari serangan pertama!Si Buta dari Sungai Ular tak ingin membuang-buang waktu, segera dikerahkannya pukulan andalan Eyang Bro
Gembong Kenjeran melipatgandakan tenaga dalamnya. Tangan-tangan bayi-bayi hitamnya pun kian erat, mencengkeram tubuh raksasa lawan."Ggggrrr!!!"Raksasa itu menggeram liar. Namun anehnya, Si Buta dari Sungai Ular yang biasanya kebal terhadap berbagai macam pukulan maut maupun bacokan senjata pusaka kini tampak kewalahan menghadapi cengkeraman-cengkeraman tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran."Ggggrrr...!!!"Si Buta dari Sungai Ular makin menggeliat-geliat hebat. Suara geramannya kali ini pun seperti menahan satu beban yang sarat penderitaan. Meski telah berusaha, tetap saja belum mampu melepaskan diri dari cengkeraman-cengkeraman tangan-tangan bayi hitam itu."Ha ha ha...! Sekaranglah saatnya kau menemui ajal di tanganku, Bocah buta! Hayo, lekas kembali ke wujudmu semula! Aku ingin lihat, bagaimana kau meregang nyawa," kata Gembong Kenjeran puas sekali melihat hasil serangannya. Sepasang matanya yang mencorong beringa
Hebat bukan main! Ternyata tangan-tangan bayi hitam dari kedua telapak tangan Gembong Kenjeran tak mampu menembus payung hijau yang melindungi tubuh Putri Hijau. Begitu tangan-tangan bayi hitam itu mendekat, satu kekuatan dahsyat yang kasat mata telah memuntahkan serangan. Berkali-kali Gembong Kenjeran mencoba menembus kehebatan payung di tangan Putri Hijau, namun tetap saja tak menemui hasil. Lagi-lagi tangan-tangan bayi hitamnya seperti menghadapi satu kekuatan dahsyat luar biasa yang mampu menolak serangan-serangannya!"Hik hik hik...! Untung aku selalu membawa payung. Kalau tidak, aku bisa kapiran!" Putri Hijau tersenyum senang. Payung di tangan kanannya diputar-putar seenaknya. Dan seiring Putri Hijau menaikkan payungnya ke atas, tangannya tiba-tiba mengibas.Werrr! Werrr!Seketika tampak lima buah sinar biru yang berbentuk seperti gerigi melesat cepat ke arah Gembong Kenjeran.Gembong Kenjeran menggeram penuh kemarahan. Ia yang saat itu tengah kebin
Di saat Putri Hijau tengah kebingungan memikirkan luka dalam Si Buta dari Sungai Ular, tiba-tiba....Aku adalah bangkaiBangkai kejang nan kakuSeorang hamba yang datingDengan lemah gemulaiPenuh pengakuan, juga penyesalanSementara api yang dinyalakan-NyaMembakar otot-otot dan hatiBetapa sangat sempitLorong jalan kehidupanDi alam dunia...."Pasti tua bangka sinting itu yang datang kemari," duga Putri Hijau dalam hati, lalu melangkah berdiri. Dan kenyataannya memang benar. Belum sempat hilang gaung suara syair itu, Putri Hijau melihat seorang lelaki tua dengan pakaian serba putih tengah melenggang santai di jalan setapak yang menuju tempat bekas pertarungan."Wahai, Sobatku! Kemarilah! Aku butuh bantuanmu," sapa Putri Hijau, ramah seperti biasanya. Dan tak lupa menyebut kata-kata 'wahai' pada setiap orang.