“Halooo ini siapa?“ tanya Eve melalui telpon selulernya.
Lara mengerutkan dahinya karena suara Eve tampak sedang kesal, biasanya kalau dia menerima telpon dari pria asing suara Eve tampak tidak bersahabat seperti sekarang ini. Hanya Baskoro lah satu -satunya nomor kontak yang berjenis kelamin laki – laki di telpon selulernya. Lara pernah memintanya Eve untuk menghilangkan traumanya tetapi Eve selalu menolaknya, karena dia tidak ingin menjumpai satu Psikiater manapun.
“Ini key Pici," terdengar suara di sana .
“Pici? Kamu salah sambung," Eve segera mematikannya.
“Siapa Eve?“ tanya Lara.
“Entah Ra, salah sambung karena dia manggil aku Pici," terang Eve kembali.
Lara dan Eve sedang duduk di kantin jurusan Sastra untuk makan siang sambil menunggu mata kuliah siang jam 13.00 nanti.
Dret, dret, dret, dret.
Terdengar ponsel Eve kembali bergetar, Eve meletakkannya di atas meja. Eve membiarkannya begitu saja. Lara mulai terganggu dengan suaranya.
“Angkat dong Eve," lanjutnya lagi.
“Biarin saja Ra, malas. Sepertinya nomor salah sambung tadi dech," lanjutnya lagi.
Dret, dret, dret, dret, dret.
Ponsel Eve masih terus bergetar, tidak mau kalah dengan sikap mengabaikan dari Eve. Akhirnya Eve mengalah dan mengangkatnya.
“He culun sopan sedikit ya, Saya belum selesai bicara Kamu main matiin telpon begitu saja," bentak suara disana.
Eve sadar bukankah ini suara Key anak Tante Sarah, Calon Suami yang di jodohkan kepadanya? kok bisa ya Dia lupa nama itu.
“Kamu rupanya, Saya lupa nama Kamu. Maaf Saya kira tadi orang asing," lanjut Eve lagi sambil memaki dirinya sendiri dalam hati, karena dia tidak menyadari siapa key tadi.
“Apa Kamu lupa nama Saya? benar – benar parah Kamu ya Culun, bukannya culun saja tapi otaknya tidak encer juga ya, Apa sich yang Mama lihat dari Kamu!“ bentak Key dengan perasaan tersinggung.
Baru kali ini ada seorang wanita yang menolak pesonanya dan Key merasa terusik, lumayan jika wanita ini cantik tetapi wanita di seberang ini wanita antik yang tidak masuk katagori manapun, pikir Key dengan sewot.
"Hey Culuuuun. kamu dengar tidak!" jerit key dengan marah.
Suara Key yang keras membuat Evelyn harus menjauhkan ponselnya dari telinganya, Eve merasa gendang telinganya akan pecah.
Lara yang memperhatikan Eve penasaran, siapa yang menenelpon Eve sampai membuat Eve tidak nyaman? pikirnya lagi.
“Ada apa, dari mana Kamu tahu nomor ponsel Saya?“ tanya Eve tidak bersahabat. Wajahnya tampak tidak sangat kesal menahan amarah.
“Siapa Eve?“ tanya Lara tidak sabaran.
Eve menutup bagian ponsel agar suaranya tidak terdengar oleh Key.
“Calon Suami Ku, " lanjut Eve lagi.
“Pici, Pici jangan Kepedean ya. Apa Kamu kira saya mau menghubungi mu kalau Mama tidak maksa dari tadi pagi?“ lanjut Key di seberang sana.
“Pici, Pici.Siapa Pici? Enak saja Ganti nama orang. Sekarang apa mau Kamu, untuk apa menghubungi Saya?“ tanya Eve lagi dengan kesal.
“Nanti pulang kampus Ku jemput, jam berapa pulang kampus?“ tanya Key lagi .
“Untuk apa jemput – jemput segala?“ tanya Eve dengan nada gusar.
Ogah ah pulang barengan dia lagian ngapai ada acara jemput – jemputan segala, pikir Eve.
“Kamu ini ya bawaannya ngeselin terus, Mama minta Saya jemput Kamu di Kampus, kemudian di bawa ke rumah untuk mempersiapkan acara tiga bulan lagi,“ lanjut key tanpa basa – basi.
“Bukannya Tante Sarah minta kita kenalan dulu? koq sudah langsung mempersiapkannya? ogah ah malas," kata Eve sambil mematikan poselnya.
Lara memandang Eve.
“Eve gimana mau nikah kalau kalian masih seperti Tom dan Jerry gitu?“ tanya Lara kebingunan.
“Taukh ah Ra pusing mikirinnya, " lanjut Eve lagi.
Dret, dret, dret, dret.
“Mau apa lagi anak itu, buat kepalaKu mau pecah saja," tukas Eve dengan kesal.
“Halo, ada apa lagi?“ bentak Eve tidak bersahabat.
“Eve, kok bicaranya gitu sama Mama?“ tanya Mama kepada Eve. Karena kesal Eve sampai lupa melihat nomor kontak yang menghubunginya.
“Maaf Ma, Saya kira orang lain,“ lanjut Eve lagi.
“Kamu pasti kirain Key kan?“ tanya Mama lagi.
"Mama kok tahu," tanya Eve lagi.
“Eve, Mama mohon ya nak. Eve harus mau membuka diri dulu mengenal Key ya, beri Key kesempatan. Eve jangan menghindar seperti itu," terdengar suara Mama yang kecewa.
Pasti Key yang melaporkan Eve ke Mama, rupanya tukang ngadu juga ini anak, pikir Eve dengan marah.
“Baiklah Ma, Eve akan telpon Key kembali. Maafkan Eve ya Ma," tukas Eve lagi.
Eve yakin Mama sudah tersenyum sekarang, terdengar suara Mama yang lembut kembali terdengar,
“Terima kasih ya sayang, Mama tutup dulu teleponnya karena langganan Mama ada yang minta untuk di buatin baju . Waktu pulang sama Key, hati – hati ya sayang. Harus sopan di Rumah Tante Sarah," kata Mama lagi.
“Iya Ma, bye Ma," lanjut Eve kembali.
Eve segera menelpon Key kembali berdasarkan nomor telepon masuk tadi. Setelah terhubung terdengar suara Eve,
“Halo, jemput Saya Jam 14.00 di Fakultas Sastra,“ katanya cepat. Sambil menyebutkan nama Universitas negeri yang terkenal di kota ini.
Setelah itu Eve menutup ponselnya dengan cepat, Lara yang memandang Eve hanya geleng – geleng kepalanya saja, bagaimana mungkin mereka akan menikah? pikir Lara lagi.Tiap hari lah perang dunia ketiga, kata Lara sambil bergedik ngeri.
Key di seberang sana geram dengan tindakan Eve, apa dia kira aku supir pribadinya, memang perempuan antik ini membuat aku makin jengkel, maki Key dalam hati.
Mata kuliah Pak Seno, Kritik Sastra telah usai menyisakan setumpuk tugas yang harus di selesaikan.
“Eve kerja barengan yok," lanjut Lara lagi.
“Boleh Ra, sekarang saja Saya ikut Kamu," tawar Eve kembali. Mereka berjalan beriringan keluar ruangan.
“Apa Kamu tidak jadi pergi Eve?“ Lara mengingatkan Eve kembali .
“Aduh Aku lupa Ra, iya Ra janji sama Makhluk Aneh," lanjut Eve dengan sewot.
Untuk semua mata kuliah Eve pasti jagoannya , makanya dia selalu mendapat predikat yang terbaik. Kalau urusan sehari – hari, jangan tanya lagi dech Eve itu tukang lupanya minta ampun, kadang – kadang juga ceroboh. Lara sampai pusing di buatnya. Lara sudah paham dengan perangai Eve.
Di halaman yang luas terparkir sebuah mobil sport mewah, tampak seorang pemuda duduk bersandar di atas kapnya. Penampilannya saat itu bak model yang sedang mengadakan sesi pemotretan.
Semua wanita melirik ke arahnya, bahkan ada yang pura – pura bertingkah centil untuk menarik perhatiannya.
“Eve lihat ada cowok keren tukh, anak – anak pada menggila. Biasanya pemandangan ini hanya akan terlihat di anak – anak kedokteran saja, disana banyak orang keren dan tajir . Aneh, dia tidak salah masuk Fak?“ tanya Lara dengan kebingungan.
Eve menyadari perkataan Lara ada benarnya juga, biasanya cewek – cewek Fakultas kedokteran banyak yang ngincar , biasanya yang ngincar cowok keren dan tajir.
“Itu Manusia anehnya," kata Eve lagi.
“ Ha itu Tom, Kamu? Calon Suami Kamu? dapat dimana Eve? keren abis," puji Lara lagi.
“Dapat dari Lotre," jawab Eve asal – asalan.
Tampak Key melambaikan tangannya memanggil Eve mendekat. Eve segera menghampirinya bersama Lara. Semua Mahasiswi yang melihatnya memandang iri kearah Eve. Mereka menilai penampilan Eve yang tidak cocok sama sekali dengan pemuda itu. Mereka memandang Eve dengan pandangan menghina. Eve mengabaikannya.
“Hai Saya Lara temannya Eve," sapa Lara dengan ramah.
“Key calonnya Si Cupu,“ lanjut Key juga dengan ramah.
Key menyadari Eve mulai tidak nyaman dengan situasi saat ini, karena banyak yang memperhatikan mereka dan dia memanfaatkan kesempatan ini untuk berlama – lama mengobrol dengan Lara. Hal ini membuat Eve makin dongkol.
“Ayo cepat, katanya mau ke rumah Kamu. Apa Tante Sarah tidak menunggu terlalu lama? kok malah ngobrol di sini," lanjut Eve dengan sewot.
“Wah Eve baru tahu aku, Kamu takut Calon Suami Kerenmu hilang digondol wanita lain ya?“ goda Lara.
“Jangan aneh – aneh dech Lara, keren apaan?“ tanya Eve masih dengan juteknya. Bisa makin besar kepalanya, pikir Eve lagi.
“Bye lara. Kami duluan dulu ya, bisa – bisa Kami bertengkar disini, Si Cupu pasti ngak punya malu, kalau Aku sich masih punya malu," sindir Key lagi.
Lara hanya tersenyum melihat sikap Eve yang masih kesal dan melambaikan tangannya begitu mobil mewah itu meninggalkan fakultas Satra.
Key tersenyum geli melihat penampilan Eve ke kampus dan tiba – tiba tertawa geli.
“Apa lihat -lihat, ngapai coba ketawa – ketawa kayak kuntilanak gitu? kayak orang gila saja," lanjut Eve dengan marah.
Hahahahahhaha, terdengar tawa Key semakin keras.
Eve yang melihat ke arahnya memandang tidak suka.
“Penampilan Kamu ini, ambil style dari mana? Saya kira waktu datang ke rumah malam itu adalah penampilan terburuk Kamu, ternyata sekarang jauh lebih buruk lagi. Apa Kamu tidak mengenal fashion sedikitpun?“ tanyanya dengan geli.
Seperti biasanya kali ini Eve memakai kemeja warna hijau kedodoran dipadukan dengan celana jeans usang yang kedodoran juga, rambutnya diikat asal – asalan saja, sepatunya juga sepatu sport hitam seperti anak sekolahan.
Penampilannya luar biasa hancur, pikir Key lagi.
“Sudah tidak usah urusin penampilan ku, sekarang Kita bagaimana ini?“ lanjut Eve lagi dengan jutek. Kepo amat sich ngurusin penampilan orang lain, pikir Eve jengkel.
Key yang memandangnya ke arah Eve mengeryitkan dahinya, dan menyadari si cupu juga menolak pernikahan ini.
“Harusnya Kamu merasa beruntung dong mendapatkan Calon Suami seperti Saya, bukan seperti Saya sial rasanya mendapatkan Calon Istri seperti Kamu, sudah antik judes lagi," sindir Key lagi .
Eve memandang Key dengan marah.
“Enak saja, bukan Kamu saja yang sial tetapi Saya juga sial tahu Kamu?“ katanya lagi.
Key tiba – tiba berbelok menghentikan mobilnya di jalur aman .
“Begini saja, Kita berdua ada di jalur yang sama. Artinya sama – sama tidak menyukai pernikahan ini, kita berpura – pura saja. Kamu boleh pergi dan berhubungan dengan pria manapun dan Saya juga boleh berhubungan dan pergi dengan wanita manapun, kita akan membuat perjanjian secara tertulis saja supaya jelas," kata Key dengan serius.
Key yakin dalam hal ini dia yang paling diuntungkan, karena si Cupu ini tidak mungkin dekat dengan pria manapun bukan? semua pria akan alegi melihatnya, seperti dia sekarang. Malah si cupu akan di manfaatin Key untuk melakukan hal – hal yang sudah ada di benaknya. Pikirannya yang licik telah tersusun rencana untuk mengerjai Eve.
“Baiklah Saya setuju dengan Kamu, tidak mungkin juga kita harus bertengkar setiap saat, " kata Eve lagi. Eve tidak mau mengecewakan Mamanya sendiri.
Key tersenyum penuh kemenangan, akhirnya dia berhasil membodohi si culun. Key merasa telah berhasil membodohi Eve, senyum liciknya terus saja menghiasi bibirnya sampai Eve merasa curiga.
Eve merasa seperti dia jatuh dalam perangkap, tetapi semua itu di abaikannya, bagaimana pun dalam hidupnya Eve tetap menomor satukan kebahagiaan Mama.
Evelyn Sanusi masih menatap Key dengan rasa curiga, perjanjian apa yang ingin dibuat laki – laki pemarah ini? Evelyn akhirnya pasrah mengangkat bahunya setidaknya dia akan menunggu perjanjian itu selesai dibuat Key.Key membunyikan klaksonnya meminta Satpam penjaga rumah agar segera membuka pintu gerbang dengan nada yang tidak sabaran.Tiiiitt, tiiiittt, tiiiiiit.Pak Satpam segera membuka gerbang dengan tergesa – gesa, dia melirik kearah jendela mobil Key yang tembus pandang dengan perasaan takut. Wajah Key benar – benar tidak sedap dipandang disana tergurat wajah arogan yang kesannya mengintimidasi.Jangankan Pak Satpam, Saya saja ngeri melihat raut wajahnya. Benar – benar manusia sombong, pikir Evelyn kesal.“Turun!” perintahnya dengan kasar.Evelyn yang mendengar perintah Key semakin kesal da
Evelyn hanya bisa pasrah menerima semua masukan Sarah untuk pernikahan. Mulai dari warna baju pengantin hingga Gedung yang akan disewakan. Evelyn terlalu asyik mendengarkan saran Sarah sehingga dia sendiri tidak menyadari kehadiran Gio Taner yang langsung duduk dihadapannya. “Mama lagi diskusi apa sich? sampai Saya mengucapkan salam saja ngak didengar.” Kedua manik matanya yang hitam kini menatap Evelyn dengan tajam. Evelyn heran mendengar perkataannya, pasalnya selama acara makan malam yang lalu dia sama sekali tidak pernah mendengar suara Gio berbicara sama sekali. Hanya matanya saja yang menatap penuh selidik kearah Evelyn dan bibirnya yang memikat tersenyum dengan sinis. Memikat? Apa – apaan sich, jangan ngaco ya. Kok Aku ikut – ikutan edan juga, Evelyn memarahi dirinya sendiri yang rasanya mulai ikut -ikutan edan. Evelyn menatap Gio t
Baskoro mengejar Evelyn yang sedang berjalan menuju Perpustakaan Universitas. Evelyn yang tidak mendengar panggilan Baskoro terus saja berjalan. Baskoro yang mengejarnya kini tidak lagi berjalan di jalan setapak khusus pejalan kaki karena banyaknya Mahasiswa yang berjalan didepannya sehingga memperlambat dia mengejar Evelyn. Baskoro malah berjalan di rumput hijau disisi kiri jalan setapak yang ditanami tanaman rumput, padahal disana telah jelas tertera plakat “ Dilarang Menginjak Tanaman Rumput.” Semua Mahasiswa menatap sinis kearah Baskoro. Sudah dilarang kok masih dilakukan? “Eve,” panggil Baskoro. Baskoro menyentuh bahu Evelyn. Evelyn hendak menepis tangan itu, tetapi dia sadar itu adalah Baskoro. Evelyn tersenyum kearah Baskoro. “Lho ke Perpus juga Bas?” tanyanya lagi. “Iya, jalan bareng yuk. Lara mana? tumben kok ngak ikut? Tapi sebelum itu kita duduk
Evelyn kini menatap kedua pria dihadapannya yang terus saja saling menatap tajam dan bersiap adu jotos jika diperlukan, dibandingkan dengan kedua tubuh pria itu tubuh Evelyn lebih kecil sehingga kalau benar saja terjadi adu jotos sudah pasti Evelyn tidak sanggup melerainya. “Berhenti jangan sampai ada pertumpahan darah disini!” bentak Evelyn dengan marah. Tetapi kedua makhluk itu tidak memperdulikannya. Mereka saling menatap dengan rasa permusuhan. Satu dengan tatapan kemarahan dan satu lagi menatap dengan dingin. Yang jelas mereka berdua tidak memperdulikan Evelyn. “Apa maksud Kamu menyentuh Eve seperti itu?” tanya Baskoro dengan jengkel. Kini kedua tangannya terkepal marah dan siap – siap melayangkan tinjunya jika diperlukan. “kamu siapanya Evelyn, Kamu tidak berhak menegur saya. Dasar bocah tidak tahu sopan santun!” bentaknya
Evelyn terperanjat memandang Gio, lamunannya terputus secara tiba – tiba. Dia tertangkap basah sedang memperhatikan Gio. Mulutnya yang mangap karena secara tidak sadar langsung tertutup kembali. Rona merah menjalar di pipinya yang mulus. Evelyn langsung membuang arah pandangannya keluar perasaan malu kini mulai dia rasakan. Wah, aku tertangkap basah memperhatikannya, bisa – bisa dia besar kepala. Gio yang memperhatikan wajah Evelyn mulai menyadari tampilan Evelyn sepertinya menutupi sesuatu, tetapi Gio masih belum paham dan belum bisa menebak apa sebenarnya yang ditutupi Evelyn. Wajahnya seperti sedang memikirkan sesuatu karena matanya menyipit menatap tajam kearah Evelyn. Evelyn yang membuang pandangan matanya sadar kini dia telah menarik minat Gio karena Gio tidak lagi menatap tabletnya, tetapi Gio kini sedang menatapnya dengan pandangan menyelidik. Pandangan seperti itu
Evelyn segera meninggalkan cafe itu sebelum air matanya keluar karena tekanan yang dia terima. Evelyn menghentikan taksi yang lewat di depan cafe untuk segera berlalu dari tempat ini, untunglah cafe ini berada di jalan yang cukup ramai jadi tidak perlu menunggu lama, karena kalau memakai taksi online dia harus menunggu dan dia tidak tahan lagi jika berjumpa kembali dengan Gio Taner. Didalam taksi Evelyn terisak sedih karena himpitan didadanya tidak sanggup lagi dia tahan, Evelyn terus saja terisak sampai supir taksi itu keheranan. “Nona, mau diantar kemana?” Supir itu kini menatap Evelyn dengan rasa penasaran. “Antar Saya ke taman di pusat kota saja pak,” katanya lagi. Evelyn mengusap air matanya dengan kasar, karena bagaimanapun dia tidak mungkin pulang ke rumah dengan kondisi seperti ini bukan? “Putus cinta ya Non, nga
Evelin menatap Gio kembali dengan rasa penasaran, setidaknya dia ingin mendengar penjelasan Gio, mengapa sikapnya bisa berubah. “Kamu masih penasaran?” Gio sengaja ingin melihat sebatas mana rasa ingin tahu Evelyn, tetapi Evelyn pura – pura tidak mengetahuinya. “Untuk apa Aku harus marah Kepada kamu lagi?” senyum Gio kembali. “Kamu sudah di genggamanku bukan? ingat surat perjanjian Kita?” tanya lagi. Suara Gio terdengar sangat licik. Evelyn melengos tidak senang, setidaknya Gio telah membuat dia terusik kembali. “Mengapa Kamu tidak senang?” Evelyn hanya membuang mukanya dan diam membisu, karena kalau dia menanggapinya sudah pasti bakalan muncul masalah baru dan yang pasti perdebatan baru. Evelyn mendengar perkataan Gio merasa sepertinya dia telah masuk dalam perangkap Gio, Evelyn sadar itu.
“Halo Eve, bisa jumpai Mama sore ini tidak?” tanya Sarah melalui telpon selulernya. Evelyn yang melirik jamnya teringat dia masih mengikuti mata kuliah dari Pak Alex, seorang dosen muda yang sangat tampan. Semua bangku di ruang kuliah akan terisi penuh. Pesona Pak Alex telah membius semua mahasiswi untuk mengikuti kuliahnya, termasuk Evelyn dan Lara. Mereka tidak akan pernah meninggalkan mata kuliah yang diampunya. “Tapi Ma, Eve sekarang lagi ada mata kuliah.Mungkin sekitar jam 3 sich Ma. Ini dosennya sudah datang. Kalau sempat Eve akan telepon Mama lagi ya,” pinta Eve dengan sopan. “Baiklah kalau sudah selesai segera hubungi Mama ya.” “Baik Ma.” Alex Wihardjo seorang dosen muda yang banyak digilai Mahasiswinya, selain otaknya yang encer juga sangat pandai membawakan mata kuliah. Tak heran kursi di ruang kuliah semuanya terisi penuh. Semuan